Jumat, 27 Agustus 2010

Mediator Kejujuran

 

Berdasarkan fakta-fakta yang ada, posisi Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya sangat jelas. Mereka adalah pelaku kebiadaban yang menewaskan Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Para pendukung dan simpatisan mereka adalah orang-orang yang tersesat, sehingga mereka pun secara membabi buta ikut berjuang menutupi kejahatan tersebut.

Jika demikian kenyataannya, perlukah ada damai antara masyarakat beradab dan komplotan penjahat yang dipimpin oleh MTK? Masyarakat beradab tidak membutuhkan perdamaian, karena selama ini mereka menjadi pelaku-pelaku perdamaian berdasarkan kendali moral yang ada dalam diri mereka. Tampak jelas bahwa yang haus dan lapar akan perdamaian adalah para penjahat dan para pendukung mereka. Ingatlah bahwa kalau anda merasa haus dan lapar, itu tanda bahwa tubuh anda kekurangan air dan makanan. Rupanya para penjahat dan para pendukung mereka menderita kekurangan ………………….. sehingga mereka pun merengek-rengek minta damai. DDK sendiri pernah merengek minta damai. Si MTK pun demikian. Beberapa orang dari kubu penjahat itu pernah berusaha sekuat tenaga untuk menemui RRM untuk urusan damai sesuai selera mereka. Tetapi mereka gagal menemui RRM.

Masyarakat beradab di sana tidak butuh perdamaian. Yang mereka butuhkan adalah kejujuran dari si MTK, si LLK, dan anggota-anggota komplotan mereka mengakui perbuatan jahat mereka di Blou itu secara jujur dan apa adanya. Maka jelas pula, bahwa yang diperlukan bukan mediator perdamaian, melainkan mediator kejujuran, yang membantu si MTK, si LLK, dan anggota-anggota komplotan mereka untuk mengakui secara jujur perbuatan jahat yang mereka lakukan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007.

Untuk itu orang-orang seperti Dami Kumanireng dan Fr. Mario Kumanireng dapat menjadi mediator kejujuran bagi tiga anak Lamber Liko Kumanireng agar mereka tidak terlalu lama menyimpan dalam hati mereka kejahatan yang mereka lakukan demi kepentingan kekuasaan politik si MTK. Setelah mengetahui ceritera tentang keterlibatan saudara-saudaranya dalam kasus kejahatan tersebut, salah seorang anak dari Lamber Liko Kumanireng pernah memarahi adiknya yang ikut beraksi di Blou di bawah komando si MTK. Di hadapan saya, pada hari Minggu, 30 September 2007, Lamber Liko Kumanireng membantah keterlibatan ketiga anaknya itu dalam tragedi di Blou. Itu merupakan salah satu bentuk pembelaan secara keliru seorang tua terhadap anak-anaknya yang melakukan suatu kejahatan besar.

Saya kira perlu juga dicarikan mediator untuk membawa pencerahan bagi orang-orang seperti DDK dan ABK agar mereka pun bisa menyadari bahwa kejujuran demi tegaknya kebenaran dan keadilan bagi masyarakat Lewoingu itu lebih berharga ketimbang segala macam upaya yang dimaksukan untuk menutupi kejahatan yang dilakukan oleh si MTK, si LLK, dan anggota-anggota komplotan mereka di Blou. Kepada para penjahat perlu diingatkan bahwa banyak orang di Eputobi terkena dampak negatif dari kejahatan yang mereka lakukan dan ketidakjujuran yang mereka perlihatkan selama ini. Ini salah satu tanda nyata bahwa kasus pembunuhan tersebut dan segala rententan persoalan yang terkait dengannya sesudahnya bukan urusan pribadi. Dosa itu berdimensi sosial. Kejahatan, termasuk pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran itu pun berdimensi sosial. Upaya keluarga kami bersama saudara saudari kami dari berbagai suku lain di Lewoingu untuk mengungkapkan kebenaran, itu bukan urusan pribadi kami. Itu merupakan urusan bersama, itu merupakan urusan kampung halaman. Itu merupakan urusan Lewoingu. 

Seorang dari kalangan berjubah berdomisili di kota Maumere pernah mengungkapkan rasa prihatinnya, “Mengapa teman-teman di sana (di Larantuka) ikut-ikutan mendiamkan kejahatan yang sangat mengerikan itu?” Berbagai kalangan di luar kawasan Lewoingu pun terus mendorong keluarga korban untuk terus maju dalam perjuangan hingga berhasil menyerert para pelaku kejahatan tersebut ke pengadilan. Ini menunjukkan bahwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran merupakan kejahatan kemanusiaan yang patut disikapi secara bersama. Dalam menghadapi kejahatan kemanusiaan yang mengerikan itu, banyak orang terketuk hatinya untuk berpartisipasi dalam upaya untuk memenangkan perang melawan kejahatan itu. 

Yoakim Gresituli Ata Maran yang mati dibunuh di Blou itu lahir dari suatu keluarga, dari suatu suku, dari suatu komunitas sosial dari suatu kampung. Ia hidup dan berkembang dalam berbagai konteks sosial. Maka kematiannya pun merupakan urusan sosial, bukan urusan pribadi. Kalau kenyataan semacam itu dan kenyataan-kenyataan lain terkait tidak diperhatikan, maka yang terjadi adalah bertumbuhnya kesalehan-kesalehan palsu sebagai bagian dari kedok untuk menutupi kejahatan yang sangat mengerikan itu. ***

Mungkinkah MTK dan LLK dan Anggota-anggota Komplotan Mereka Bukan Pelaku Tragedi Blou?

 

Jawaban atas pertanyaan tertera di atas sangat jelas: Tidak mungkin MTK (Mikhael Torangama Kelen) dan LLK (Lambertus Lagawuyo Kumanireng) serta anggota-anggota komplotan mereka bukan pelaku pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou. Dalam formula afirmatif, MTK dan LLK serta anggota komplotan mereka adalah orang-orang yang menghabisi Yoakim Gresituli Ata Maran.

Di belakang aksi brutal mereka di Blou terdapat The Prince of Darkness. He is a master of deception. To practice deception on the public is his job. But now he is finding himself as old man, who can not bury the truth by his deception. The truth is still there in the beam of light from heaven. And no one can chase the truth from its position.

Semua fakta yang ditemukan melalui proses investigasi secara jelas menunjukkan bahwa MTK dan LLK serta anggota-anggota komplotan mereka itulah yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Itulah kebenaran yang mustahil dapat dikuburkan oleh siapa pun. Itulah kebenaran yang tak mungkin dapat dihapus oleh para pelaku kejahatan tersebut serta antek-antek mereka. Semakin gencar mereka berusaha untuk mengingkari kejahatan yang mereka lakukan secara berjamaah itu, justru semakin terungkap fakta-fakta yang memperlihatkan bahwa mereka itulah yang menjadi pelaku tragedi Blou.

Bahwa sebagian dari fakta-fakta tentang kejahatan mereka belum digunakan oleh para penyidik Polres Flores Timur untuk mengungkap kasus pembunuhan tersebut hingga tuntas, itu urusan mereka. Tetapi perlu diperhatikan bahwa di hadapan keluarga korban beberapa waktu lalu, Kapolres Flores Timur dan Kasat Reskrim Flores Timur menyatakan secara lisan keseriusan mereka untuk menangani perkara pembunuhan tersebut. Yang digunakan oleh Kapolres adalah kata-kata “sangat serius.” Sehingga pihak keluarga korban pun boleh berharap bahwa di bawah Kapolres yang sekarang, kasus pembunuhan tersebut dapat diusut dan diungkap hingga tuntas. Dengan demikian keempat tersangka dan rekan-rekan mereka yang juga terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut dapat diseret ke pengadilan.

Pergantian Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur beberapa waktu lalu pun ikut membesarkan hati kami, bahwa para tersangka dapat diajukan ke pengadilan. Pergantian Kepala Kejaksaan tersebut membuat si LLK kehilangan salah satu cenel di lingkungan Kejaksaan Negeri Flores Timur. Untuk menutupi keterlibatannya dalam kasus Blou si LLK pernah menjalin kontak-kontak dengan oknum-oknum polisi dan oknum-oknum jaksa tertentu di Flores Timur. Dia bahkan menempuh segala macam cara untuk menutupi kejahatan yang dia dkk lakukan di Blou. Tetapi si LLK lupa bahwa dia sendiri pernah mengindikasikan keterlibatannya dalam peristiwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007.

Bahwa si MTK, si LLK, dan anggota-anggota komplotan mereka hingga kini masih bebas berkeliaran, itu tak dapat dijadikan bukti bahwa mereka itu bukan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Itu bisa terjadi karena kelalaian dan kelambanan pihak kepolisian setempat dalam menangani perkara pembunuhan tersebut. Bukankah terdapat oknum-oknum polisi yang pernah berusaha sekuat tenaga untuk merekayasa kasus pembunuhan tersebut menjadi kasus kecelakaan lalu lintas. Kolaborasi mereka dengan para penjahat Eputobi itu nyaris berujung pada kriminalisasi pihak keluarga korban. Usaha mereka untuk mengkriminalisasi pihak keluarga korban terbilang gencar. Untuk membela kepentingan para penjahat Eputobi itu beberapa oknum polisi pun melakukan intimidasi dan ancaman terhadap pihak keluarga korban.  Laporan-laporan yang tidak berdasar dari pihak tersangka dengan mudah mereka proses. Mereka juga sempat bekerja sama untuk memantau kegiatan penyidik Polda NTT yang ditugaskan untuk menangani perkara pembunuhan tersebut.

Fakta-fakta yang menunjukkan keterlibatan si MTK, si LLK, dan anggota-anggota komplotan mereka sebagai pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran sangat jelas. Sedangkan tak ada satu pun fakta yang dapat membuktikan bahwa mereka itu bukan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Sejak terjadinya tragedi Blou hingga sekarang, orang-orang seperti DDK, MTK, LLK tidak sanggup menyodorkan bukti-bukti yang secara akurat dapat menjelaskan kepada para aparatur penegak hukum dan kepada publik bahwa bukan MTK, LLK, dan anggota-anggota komplotan mereka yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran.

Fakta-fakta tentang perbuatan jahat mereka itu tak bisa dianulir oleh siapa pun. Fakta-fakta itulah yang akan dijadikan dasar yang kuat bagi pemberantasan kejahatan yang dilakukan oleh MTK, LKK, dan anggota-anggota komplotan mereka. Membiarkan kejahatan tersebut tidak diberantas merupakan suatu kejahatan. ***

Sabtu, 21 Agustus 2010

Siapakah Perempuan Itu?

 

Tidak hanya orang bejenis kelamin laki-laki yang menjadi anggota komplotan penjahat Eputobi yang dipimpin oleh Mikhael Torangama Kelen. Ada pula orang berjenis kelamin perempuan yang ikut bergabung ke dalam komplotan tersebut. Salah satunya hadir di Blou ketika Yoakim Gresituli Ata Maran dibunuh.

Kehadiran seorang perempuan di tempat kejadian perkara (TKP) di Blou pada malam kejadian perkara (30/7/2007) sudah lama terpantau. Warna baju yang dikenakannya ketika hadir di TKP pun dapat dipantau. Dia hadir di pondok yang berjarak tujuh puluh meter di sebelah utara jalan raya. Dan dia tahu persis siapa saja yang terlibat dalam aksi penganiayaan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran.

Siapakah perempuan itu? Dia bukan dewi malam. Dia adalah seorang perempuan yang sudah biasa “bermain dalam gelap.” Maka dia pun mau menghadirkan diri di arena gelap tempat pembantaian itu terjadi.

Dia adalah seorang perempuan yang pernah mengatakan bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran murni karena kecelakaan lalu lintas, bukan karena sebab-sebab lainnya. Di kubunya, dia terkenal sebagai seorang aktivis yang tak pernah ketinggalan dalam berbagai aksi untuk menutupi kejahatan yang disaksikan dengan matanya sendiri di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Setelah aksi-aksi tersebut tidak membuahkan hasil, dia pun tidak lagi banyak berkicau. Sebelum tanggal 30 Juli 2007, perempuan yang satu itu pun hadir dalam pertemuan-pertemuan yang merencanakan pembunuhan tersebut.

Siapakah perempuan yang satu itu, sehingga ikut pergi ke Blou pada malam itu untuk menghadiri acara pembunuhan tersebut? Jawabannya begini, Dia adalah selingkuhan alias simpanan dari salah seorang aktor yang menghabisi Yoakim Gresituli Ata Maran. Maklum, mereka sudah biasa “bermain bersama dalam gelap”. Maka bersama pula mereka berada dalam gelap malam di Blou. ***

Ke mana raibnya sendal milik korban tragedi Blou?

 

Ketika dihadang lalu dikeroyok hingga meninggal oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya, Yoakim Gresituli mengenakan celana jean dan kaos berwarna biru. Kakinya mengenakan sendal merk OMEGA warna hitam. Ketika ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di dalam parit di pinggir jalan raya di Blou, sendalnya itu tidak kelihatan. Hingga kini sendal itu raib. Sudah dilakukan upaya-upaya untuk mencari sendal itu. Tetapi hasilnya nihil.

Mungkinkah sendal itu menghilang sendiri? Itu jelas mustahil terjadi. Mana ada sendal yang bisa melenyapkan diri sendiri dari kaki orang yang memakainya. Raibnya sendal milik korban adalah akibat ulah tangan dan kaki salah seorang pelaku yang hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka. Dia adalah orang yang belakangan ini mengalami goncangan batin hebat. Dia adalah orang yang akhir-akhir ini semakin merasa tidak tenang, karena berbagai upayanya untuk menutup keterlibatannya dalam peristiwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran semakin tidak mempan.

Dia adalah orang yang pada malam kejadian perkara, yaitu pada Senin malam 30 Juli 2007 mencomot sendal milik korban pembunuhan tersebut lalu membawanya ke Eputobi. Pada Selasa pagi 31 Juli 2007, si penjahat yang bertubuh kurus itu sempat mengenakan sendal tersebut. Setelah mendengar suara-suara yang berbicara tentang raibnya sendal korban, si penjahat yang satu itu pun membuangnya agar jejak kejahatan yang dilakukannya bersama Mikhael Torangama Kelen dkk tidak terendus.

Dia adalah orang yang pada Kamis pagi 2 Agustus 2007 terlihat panik. Pagi hari itu dia terlibat pembicaraan dengan Mikhael Torangama Kelen dan Laurensius Kweng dalam suasana panik. Pembicaraan mereka terjadi di halaman di antara dapur dan rumahnya.

Dia adalah orang yang pada hari Minggu 5 Agustus 2007 sekitarnya pukul 15.00 waktu setempat bersama Lamber Kelen, Anton Emar, Yosef Lubur pergi ke Lewookineng alias Kampung Lama untuk menutup tempat untuk menyimpan barang pusaka tertentu yang mereka buka pada hari Minggu 29 Juli 2007.

Di kampung Eputobi dia terkenal sebagai salah seorang pengguna ilmu hitam, yang selama ini menyusahkan banyak orang. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai seorang suanggi yang gemar meniupkan angin hitan kepada orang-orang yang tidak disukainya, termasuk kepada beberapa tetangganynya yang sekubu dengannya. Sebagai pengguna ilmu hitam alias suanggi, dia terkenal sebagai “Si Anjing Hitam” yang punya kebiasaan melakukan ronda pada malam hari. Sebagai seorang pengguna ilmu hitam, dia sibuk mengerahkan segala macam kekuatan magis untuk menutup kasus pembunuhan yang dia dan teman-temannya lakukan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Untuk tujuan tersebut dia pun mengerahkan para pengguna ilmu hitam dari luar kawasan Lewoingu.

Tetapi segala macam upayanya itu sia-sia. Berbagai kekuatan magisnya mulai melempen dan tak dapat diandalkan lagi. Dan sentuhan magisnya tak lagi berdayaguna. Maka tak mengherankan bila belakangan ini dia menjadi orang yang paling tidak tenang di antara anggota-anggota komplotan penjahat Eputobi yang dipimpin oleh Mikhael Torangama Kelen.

Aliran waktu akan menggiring dia ke persoalan yang lebih besar bagi dirinya. Pada waktu itu nanti segala macam kecongkakannya seperti yang diperlihatkannya selama ini tak akan lagi tampak. Dan banyak orang akan menertawakannya seraya berpekik sorak? ***