Sabtu, 25 Desember 2010

Selamat Natal 2010

 

Selamat Pesta Natal 2010. Salam itu yang ingin saya sampaikan kepada Anda yang merayakannya. Semoga Salam Natal ini menjumpai Anda dalam keadaan baik.

Setelah menghadiri Misa Malam Natal, saya pun meluangkan waktu untuk membaca SMS-SMS yang berisikan ucapan Selamat Natal dari Saudara-Saudari saya, dari rekan-rekan dan handai taulan saya. Yang saya terima kali ini cukup banyak ucapan Selamat Natal yang berhiaskan kata-kata indah. Kata-kata indah itu keluar dari lubuk hati yang paling dalam, yang tersentuh oleh Rahmat Natal. Maka kata-kata indah itu pun dapat menyejukkan jiwa serentak mengangkatnya naik hingga mencicipi kemuliaan surgawi. Kata-kata itu keluar dari hati orang-orang sederhana, yang selama ini berusaha menjalani hidupnya secara apa adanya. Di hati semacam itu Yesus lahir, hadir, dan menerangi dunia.

Selain menjawab SMS-SMS tersebut, saya juga mengirim SMS-SMS untuk menyampaikan ucapan Selamat Natal kepada relasi-relasi saya. Kegiatan semacam ini pun saya lakukan di kala senggang di hari Sabtu 25 Desember 2010.

Pada Malam Natal, saya pun mendapat kabar dari kampung Eputobi, bahwa umat stasi Eputobi dan Riang Duli menghadiri Misa Malam Natal di Leworok. Misa Malam Natal di sana baru saja selesai ketika kabar itu disampaikan kepada saya. Kabar itu juga menyebutkan bahwa Misa Natal pun diselenggarakan di Leworok. Stasi Eputobi kebagian perayaan ekaristi pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2010.

Di Eputobi, seusai Misa Natal, Pesta Natal dirayakan dengan cukup meriah oleh masing-masing kelompok yang dibatasi oleh garis perpecahan akibat kejahatan yang dilakukan oleh komplotan penjahat Eputobi. Di situ Damai Natal pun tentu menaungi hati orang-orang yang berkenan kepadaNya. Ya, hanya orang-orang yang bekenan kepadaNya yang dinaungi Damai Natal.

Selamat Natal 2010 dan Selamat Menyambut Tahun Baru 2011. ***

Minggu, 05 Desember 2010

Senjata itu akan memakan tuan-tuannya

 

Gencar sekali usaha para penjahat Eputobi untuk melarikan diri dari tanggung jawab hukum. Dalam rangka itu Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya mengandalkan dua kekuatan, yaitu uang dan ilmu hitam. Dengan uang mereka menyuap oknum-oknum aparat penegak hukum. Hasilnya, selama berbulan-bulan, laporan-laporan dari pihak keluarga korban tidak mendapat respons positif dari Polres Flores Timur. Uang itu pula yang membuat seorang oknum polisi berusaha mengatur pertemuan antara penyandang dana dari pihak pelaku pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran dengan dua orang penyidik dari Polda NTT. Tetapi upaya itu berhasil digagalkan oleh dua penyidik tersebut.

Sejak diterjunkan ke Flores Timur untuk mengusut kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya, dua penyidik dari Polda NTT itu mendapat perlawanan dari oknum-oknum polisi nakal yang telah berhasil digarap oleh pihak penjahat Eputobi. Pernah oknum-oknum polisi itu bekerja sama dengan para penjahat Eputobi untuk memantau pergerakan dua penyidik tersebut. Pendek kata, oknum-oknum polisi nakal itulah yang ikut membantu agar para pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran bisa lolos dari jerat hukum.

Selain mengandalkan uang, para penjahat Eputobi itu pun mengandalkan ilmu hitam. Sudah lama diketahui bahwa Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng adalah pemakai ilmu hitam. Selain mengandalkan ilmu hitam sendiri, mereka juga mengerahkan sejumlah pengguna ilmu hitam dari luar kawasan Lewoingu. Donatus Doni Kumanireng, misalnya, berbicara melalui telepon dengan seorang perempuan pengguna ilmu hitam di kota Maumere. Dia meminta agar si pengguna ilmu hitam itu mau membantu pihaknya. Pembicaraan itu terjadi ketika delapan orang dari kampung Eputobi sedang berada di rumah perempuan itu. Tujuan kedatangan mereka ke rumah itu adalah meminta bantuan untuk menutupi perkara pembunuhan yang mereka lakukan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Adik dari Donatus Doni Kumanireng, yaitu Don Kumanireng yang tinggal di Cianjur pun pernah menyatakan tekadnya untuk mencari dukun dari Banten.

Dukun dari Kawalelo dan dari tempat-tempat lain pun coba mereka kerahkan. Beberapa waktu lalu seorang dukun di Flores Timur bertanya kepada seseorang begini, “Bagaimana dengan kasus pembunuhan di Eputobi itu?” Setelah dijawab bahwa kasus pembunuhan tersebut sedang dalam proses penanganan oleh polisi, si dukun pun meneruskan ceriteranya dengan mengatakan bahwa tempo hari kepala desa Lewoingu (Mikhael Torangama Kelen) datang meminta bantuannya terkait dengan urusan pembunuhan tersebut.

Pertanyaan dan ceritera dukun itu pada dasarnya memperjelas apa yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Kalau bukan dia dan anggota-anggota komplotannya yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran, untuk apa dia sendiri pun begitu sibuknya mencari bantuan dari dukun-dukun untuk menutupi apa yang terjadi di Blou.

Apa pun upaya mereka, kejahatan yang mereka lakukan secara berjamaah di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007 itu sudah lama terbuka. Cepat atau lambat, uang yang selama ini mereka andalkan untuk menghambat proses hukum atas perkara pembunuhan tersebut tak akan berarti. Dan apa pun macam ilmu hitam yang selama ini mereka andalkan pun tak akan bisa menutupi kejahatan yang mereka lakukan. Cepat atau pun lambat senjata semacam itu akan memangsa satu per satu mereka yang selama ini mengandalkannya. Ya, senjata itu akan memakan tuan-tuannya. ***

Rabu, 01 Desember 2010

Kisah tentang seorang oknum polisi yang takut disumpah

 

Dia layak disebut sebagai oknum. Dia menduduki kursi kasat tertentu di Polres Flores Timur ketika terjadi peristiwa pembunuhan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Saya pernah bertemu dengan si oknum yang satu ini pada suatu hari di bulan Oktober 2007 di ruangan kerjanya di Larantuka. Pada hari itu, dia menunjukkan diri sebagai perwira, yang belum menampakkan tanda-tanda sebagai oknum. Pembicaraan saya dengannya terpaksa berakhir, karena dia harus mengikuti apel.

Tanda-tanda keoknumannya mulai nampak secara jelas ketika dia mulai mengatur pertemuan-pertemuan yang pada dasarnya dimaksudkan untuk merekayasa kasus pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran menjadi kasus kecelakaan lalu lintas. Ikut dalam upaya kotor semacam itu beberapa orang temannya yang berkategori oknum juga. Melalui si oknum yang satu ini, pesan khusus dari para penjahat Eputobi disampaikan kepada si oknum yang satu lagi yang pada bulan Oktober 2007 menduduki kursi Kapolres Flores Timur. Kedua oknum ini bahu membahu berjuang di pihak penjahat Eputobi untuk ikut mengubur kasus pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran.

Mungkinkah oknum-oknum semacam itu secara sukarela berusaha membela posisi Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya? Jawabannya jelas: Tidak mungkin. Mana mungkin mereka mau melakukan pekerjaan semacam itu secara sukarela?

Justru karena ada “apa-apanya,” maka kedua oknum itu pun bertekad untuk membela kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Secara formal si oknum yang bersangkutan mendasarkan pernyataannya pada laporan yang dibuat oleh orang yang pada waktu itu menjadi Kapospol Titehena. Padahal laporan itu tidak sesuai dengan kenyataan.

Oknum yang bersangkutan kemudian dimutasi dari Polres Flores Timur. Setelah Mikhael Torangama Kelen dan tiga anggota komplotannya ditangkap, dia sempat ditantang untuk menunjukkan bahwa apa yang diperbuatnya dalam menyikapi kasus pembunuhan tersebut benar adanya. Tetapi dia tidak pernah mampu menunjukkannya. Dia pun sempat ditantang untuk disumpah menurut adat Lewoingu guna membuktikan bahwa dia benar. Tetapi dia bilang bahwa dia takut disumpah.

Lho, kok punya rasa takut juga. Hanya orang bersalah yang takut dihadapkan pada sumpah adat, bukan? ***