Jumat, 21 Januari 2011

Seperti apa tampilan para penjahat Eputobi belakangan ini?

 

Bertele-telenya penanganan perkara pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli membuat para pelakunya – Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya – sempat merasa berada di atas angin. Mereka mengira bahwa hukum di negara ini tak lagi dapat menjangkau mereka. Di saat mereka berada di atas angin, mereka biasanya berusaha tampil penuh percaya diri. Kalau sudah begitu, dada dengan mudah mereka busungkan ke depan, dan kepala pun mereka tegakkan. Dan suara mereka pun dilantangkan ke mana-mana. Tetapi dalam beberapa hari belakangan ini tampilan mereka berubah drastis. Dada mereka tidak lagi membusung ke depan, dan kepala yang pernah tegak itu jadi tunduk merunduk. Suara mereka pun jadi tak nyaring. Ada apa dengan penjahat-penjahat itu sehingga jadi seperti itu tampilan mereka?

Bukan sesuatu yang baru kalau mereka berpenampilan seperti itu. Untuk kesekian kalinya mereka berpenampilan seperti itu. Dan itu menunjukkan bahwa mereka sedang berada dalam tekanan mental. Tekanan mental kali ini mereka rasakan dari kenyataan bahwa proses hukum atas kasus pembunuhan yang mereka lakukan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran masih terus berjalan dan akan terus berlanjut hingga satu per satu dari mereka yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan di Blou digiring ke bui. Selama ini mereka menikmati kebebasan akibat ketidakseriusan Polres Flores Timur dalam menangani perkara pembunuhan tersebut. Ketidakseriusan tersebut membuat si pelaku korupsi yang sekaligus juga menjadi kepala komplotan pembunuhan berencana itu – Mikhael Torangama Kelen – terus menikmati kursi kepala desa Lewoingu. Tampaknya hanya di Flores Timur, seorang tersangka pelaku pembunuhan berencana dibiarkan terus berkiprah sebagai kepala desa. 

Kenyataan semacam itu mengundang rasa heran dari berbagai kalangan di luar Lewoingu yang menaruh perhatian terhadap penanganan perkara pembunuhan tersebut. Sejumlah elemen masyarakat antikorupsi pun mulai bertanya-tanya tentang bagaimana penanganan korupsi yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen. Mereka pun berusaha memantau perkembangan penanganan perkara pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran, karena semakin jelas adanya mata rantai yang menghubungkan kasus korupsi yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan kasus pembunuhan terhadap salah seorang tokoh  gerakan antikorupsi dari kampung Eputobi, desa Lewoingu itu. Tak bisa dipungkiri bahwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran merupakan bentuk perlawanan dengan cara kriminal dari Mikhael Torangama Kelen dan kroni-kroninya terhadap gerakan antikorupsi di desa tersebut. Maka siapa pun yang membela dan mempertahankan posisi Mikhael Torangama Kelen, dia membela dan ikut melanggengkan kejahatan-kejahatan yang diperbuat oleh kepala komplotan penjahat Eputobi itu. Jelas pula bahwa membiarkan kejahatan itu tidak ditangani merupakan suatu kejahatan.

Momentum untuk memberantas kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya sudah berulang kali muncul. Tetapi oleh Polres Flores Timur momentum-momentum yang sangat berharga bagi penegakan kebenaran dan keadilan itu dibiarkan berlalu begitu saja. Berbagai informasi penting yang berharga bagi efektivitas penegakan hukum pun sudah tersedia, baik di meja Kasat Reskrim maupun di meja Kapolres Flores Timur. Tetapi tindak lanjutnya tidak kelihatan hingga kini. Padahal makin lama makin mencuat ke permukaan kebenaran tentang perbuatan sangat keji yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007.

Di Eputobi, Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya sedang murung. Tetapi mereka akan kembali tampil ceria, jika Polres Flores Timur lagi-lagi membiarkan momentum penegakan kebenaran dan keadilan berlalu begitu saja. ***

Kamis, 20 Januari 2011

Gara-gara terlibat kasus Blou, ada yang nyaris bangkrut

 

Ada yang nyaris bangkrut. Gara-gara apa? Ya, gara-gara bertekad keras untuk menutup-nutupi kasus pembunuhan yang terjadi di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Padahal selama ini dia sempat bersuara lantang berkoar tentang penghasilannya yang konon puluhan juta rupiah per bulan. Dan mungkin karena itu, dia pun dengan congkak melecehkan orang lain yang dianggapnya berpenghasilan kecil. Dia lupa bahwa waktu terus berlalu, dan perubahan demi perubahan terus terjadi. Orang yang dulunya tidak berduit bisa jadi kini berduit, dan sebaliknya.

Sebelum dan ketika terjadi pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran kantongnya masih dipenuhi dengan lembaran-lembaran rupiah.  Sebelum meletus kebiadaban yang dilakoni oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya, dia dengan mudah mensponsori pertemuan-pertemuan yang dirancang untuk melaksanakan pembunuhan dan untuk menutup-nutupinya. Rumahnya pun sempat dijadikan tempat serangkaian pertemuan. Pertemuan-pertemuan di rumahnya itu secara rutin dihadiri oleh beberapa orang. Salah seorang di antara mereka memposisikan diri sebagai pengamat Lewoingu. Kelompok tersebut sempat tampil solid. Tetapi setelah meletus kasus Blou, kelompok itu berangsur buyar, kemudian lenyap. Kini rumahnya sunyi sepi. Dan si empunyanya pun kian terisiolasi dari lingkungan sosial yang sebelumnya menerimanya dengan tangan terbuka. Tampilannya di muka umum jauh merosot. Padahal sebelumnya dia sering tampil meyakinkan. Keterlibatannya dalam kejahatan di Blou telah mengubah penampilannya.

Ketika kantongnya masih tebal, tak segan-segan dia mensponsori perjalanan pion-pion yang bersekutu dengannya untuk menutupi kasus pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran. Ketika kantongnya masih tebal, dengan mudah dia mengucurkan sebagian isinya ke oknum-oknum nakal yang mau bekerja sama dengannya untuk menutupi kasus pembunuhan tersebut. Dan kiranya dia pun sempat menjadi ATM bagi sejumlah oknum nakal yang selama ini begitu getolnya berusaha menekan dan mengintimidasi pihak keluarga korban pembunuhan tersebut. Dengan uang dia sempat merasa yakin bahwa penanganan kasus pembunuhan tersebut dapat dia setir sesuka hatinya. Tetapi upayanya untuk menutupi kejahatan tersebut mulai berbalik menjadi bumerang yang menyiksa dirinya sendiri. Padahal banyak uang terlanjur telah dikeluarkannya untuk mensukseskan upaya penutupan kasus kejahatan tersebut. Untuk kepentingan jahat tersebut tanah miliknya pun terpaksa dilego.

Setelah proyek-proyeknya berhenti berjalan, isi kantongnya menipis drastis dan dia nyaris bangkrut. Kini dia hidup dari penghasilan yang kecil. Padahal biaya kehidupan sehari-hari terus melambung. Dengan penghasilan yang kecil, dia tak bisa lagi mengucurkan uang untuk menutupi kasus kejahatan tersebut. Ya, uang tak dapat lagi diandalkan olehnya untuk meloloskan diri dari jerat hukum. Dan tampaknya dia pun kini terpaksa menghitung hari penghakimannya, entah secara legal formal, entah secara lain. Waktu semakin memperjelas tentang peranannya dalam peristiwa pembunuhan yang terjadi di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007 itu.

Siapakah yang akan menolong dia untuk keluar dari penghakiman yang bakal menimpanya? Yang jelas dia akan menuai hasil dari kejahatan yang selama ini dia taburkan di bumi Lewoingu. ***

Senin, 10 Januari 2011

Menunggu Tanggapan Kapolda NTT

 

Bertele-telenya penanganan perkara pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran menimbulkan keprihatinan dan tanda tanya di berbagai kalangan yang menaruh perhatian pada pentingnya proses hukum atas kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Di kampung Eputobi, suara keprihatinan muncul dari waktu ke waktu seiring bertele-telenya penanganan perkara pembunuhan tersebut. Suara keprihatinan pun muncul dari kampung-kampung lain baik di daerah Lewoingu maupun di luarnya. Dorongan kepada keluarga korban untuk terus memperjuangkan kebenaran dan keadilan pun terus bermunculan. Dorongan tersebut bukan saja datang dari para warga masyarakat biasa, tetapi juga dari anggota-anggota polisi tertentu yang memiliki keprihatinan yang sama.  

Apakah Kasat Reskrim dan Kapolres Flores Timur pun memiliki keprihatinan yang sama? Entahlah…. Pada tanggal 12 Juli 2010 yang lalu, di hadapan keluarga korban, Kapolres Flores Timur, menyatakan keseriusannya dalam menangani perkara pembunuhan tersebut. Tetapi hingga kini keseriusannya belum juga dapat diterjemahkan ke dalam aksi-aksi nyata. Di dalam kenyataan, proses penanganan perkara pembunuhan tersebut berjalan di tempat. Selaku Kapolres Flores Timur, sudah sepatutnya Eko Kristianto memprioritaskan penanganan perkara pembunuhan yang dilakukan oleh komplotan penjahat Eputobi yang dipimpin oleh Mikhael Torangama Kelen. Tidak cukup kalau seorang Kapolres hanya mengekspresikan  keseriusannya secara verbal. Yang diperlukan oleh masyarakat setempat adalah langkah-langkah nyata penindakan hukum kepada siapa pun yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Dengan demikian, masyarakat Eputobi bisa keluar dari jejaring kriminal yang selama ini dipasang oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya.  Selama ini masyarakat setempat di luar komplotan penjahat Eputobi berusaha bersabar menunggu ketegasan Polres Flores Timur untuk memberantas kejahatan tersebut. Tetapi harapan masyarakat itu belum juga mendapat respons yang memadai dari Polres Flores Timur. 

Proses hukum atas para pelaku pembunuhan tersebut akan berjalan di tempat, jika Kapolres Flores Timur tidak melakukan koordinasi yang efektif ke para bawahannya untuk mengembangkan penyelidikan dan penyidikan. Bahan-bahan yang dapat dijadikan dasar bagi pengembangan penyelidikan dan penyidikan sudah berada di tangan Kasat Reskrim dan Kapolres Flores Timur. Berdasarkan bahan-bahan yang ada sejumlah orang yang jelas terindikasi terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut perlu diperiksa secara intensif. Langkah ini mudah dilakukan jika Polres Flores Timur punya tekad yang jelas untuk membongkar kasus pembunuhan tersebut hingga tuntas. Jika diperlukan keempat tersangka dan Petrus Naya Koten pun dapat diperiksa kembali secara intensif. Pemberantasan kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen itu pada dasarnya mudah dilakukan, karena ujung pangkal perkara tersebut sudah sangat jelas. Yang tidak jelas adalah cara penanganannya. Yang ditempuh selama ini adalah cara penanganan yang bertele-tele, seakan-akan kasus pembunuhan tersebut masih berada dalam posisi gelap gulita.

Lantas seperti apa sikap Kapolda NTT terhadap kasus pembunuhan tersebut? Itu yang ditunggu. Dari Kupang, saya memperoleh kabar bahwa Kapolda NTT sudah menerima surat dari KOMNAS HAM. Surat KOMNAS HAM bertanggalkan 10 Desember 2010 itu berisikan beberapa pertanyaan yang perlu ditanggapi oleh Kapolda NTT.  Sudah semestinya Kapolda NTT menanggapi surat tersebut secara jelas dan tegas, bukan hanya dalam kata-kata, tetapi juga dalam bentuk langkah-langkah nyata untuk menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Dalam rangka itu si aktor intelektualnya pun perlu ditindak. Sudah waktunya si aktor intelektual dari kejahatan tersebut ditangani agar segala macam sandiwara yang selama ini diskenariokannya dapat diakhiri. Lalu orang yang pernah mengancam memecat Petrus Naya Koten pun perlu diperiksa juga agar menjadi jelas apa motif dia mengeluarkan ancaman tersebut. Ancamannya itu dikeluarkan ketika Petrus Naya Koten menjalani pemeriksaan di Polres Flores Timur. Ketika mengeluarkan ancaman tersebut orang ini menjabat sebagai kepala dinas pendidikan Flores Timur. Mantan kepala dinas pendidikan Flores Timur itu pernah ditahan dan menjadi terdakwa kasus korupsi dana pembangunan gedung TK Botung di Adonara Barat, Flores Timur. Orang ini adalah kakak kandung dari si kepala komplotan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Seandainya bukan Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran, mungkinkah dia itu mengeluarkan ancaman melalui SMS yang dikirim ke ponsel Petrus Naya Koten? Jelas bahwa dalam kasus tersebut, dia menggunakan jabatannya untuk menutupi kejahatan yang dilakukan oleh adik kandungnya.

Surat dari KOMNAS HAM dapat menjadi momentum bagi Kapolda NTT untuk memberantas kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu. Tetapi proses penanganan kejahatan tersebut bisa menjadi makin bertele-tele, jika Kapolda NTT pun mengikuti irama penanganan yang selama ini ditempuh oleh Polres Flores Timur. Ya, kita tunggu saja seperti apa tanggapan Kapolda NTT terhadap sejumlah pertanyaan yang diajukan oleh KOMNAS HAM. ***