Minggu, 25 Desember 2011

Terang di atas kampung Eputobi

 

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Pernahkah anda menyaksikan suatu fenomena alam seperti tampak dalam gambar ini? Itu adalah terang yang muncul pada suatu malam hari di atas kampung Eputobi pada bulan Oktober 2007, yang direkam dengan kamera digital Olympus 3.2 mega pixel. Gambar itu diambil dari halaman rumah keluarga Ata Maran yang terletak di pinggir barat kampung Eputobi, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Terang itu berasal dari suatu benda langit yang menjadi penerang di malam hari. Anda tentu tahu benda langit apa yang dimaksud. Lensa Olympus yang digunakan untuk merekam kemunculannya di atas kampung Eputobi pada malam itu berhasil memperlihatkan pola cahaya dan warnanya yang menakjubkan. Suatu harmoni yang indah terlukis di langit malam.

Gambar itu dibuat ketika sebagian besar warga kampung Eputobi sedang tidur lelap diselimuti kelam malam yang dingin. Jangankan di malam hari, di siang hari pun suasana kampung Eputobi pada hari-hari itu terasa sangat kelam akibat kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Kejahatan yang mereka lakukan itu menghancurkan harmoni sosial budaya yang terlukis indah dalam halaman-halaman sejarah Lewoingu selama berabad-abad.

Demi membela kejahatan yang mereka lakukan itu, banyak orang ikut tergiring ke lorong yang gelap. Bersama para pelaku kejahatan itu mereka berjalan dalam gelap. Mereka memiliki mata. Tetapi mereka tak mau melihat terang yang muncul dari langit siang dan langit malam. Mereka punya hati. Tetapi hati mereka dibiarkan menjadi gelap gulita untuk menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan itu. Mereka punya akal budi. Tetapi akal budi mereka digunakan untuk merawat dusta demi dusta.

Tetapi terang tetap muncul dari langit untuk menghalau kegelapan itu. Dan biarlah mereka yang tak mau disinari terang itu tetap berjalan di jalan yang gelap gulita hingga tiba pada kegelapan abadi.

SELAMAT NATAL untuk Anda yang mau melihat Terang Ilahi yang datang ke dunia dan mau disinari olehNya. ***

Selasa, 13 Desember 2011

Orang-Orang Yang Berutang Darah dan Nyawa

 

Sejarah Lewoingu kontemporer mencatat nama Mikhael Torangama Kelen sebagai kepala komplotan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Nama ini pun dikenal sebagai kepala desa Lewoingu periode 2000-2006. Kini orang ini masih menyandang status sebagai kepala desa Lewoingu. Di kecamatan Titehena dan di kabupaten Flores Timur dia menjadi satu-satunya kepala desa yang berstatus sebagai tersangka pelaku pembunuhan. Dengan kata lain, dia rangkap status, ya jadi kepala desa, ya jadi tersangka pelaku pembunuhan juga. Keputusan pelantikannya sebagai kepala desa Lewoingu untuk periodenya yang kedua diambil oleh bupati Flores Timur, yang ketika itu dijabat oleh Simon Hayon. Keputusan itu dibuat bukan berdasarkan hukum dan etika politik, tetapi berdasarkan pertimbangan sepihak dari seorang bupati sebagai penguasa daerah.

Sudah lebih dari tiga tahun, Mikhael Torangama Kelen secara resmi menyandang status sebagai tersangka pembunuhan tersebut. Status itu disandangnya bersama tiga anggota komplotannya, yaitu Yoakim Tolek Kumanireng, Yohanes Kusi Kumanireng alias Yoka Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng. Penetapan keempat orang itu sebagai tersangka terjadi berdasarkan kesaksian yang diberikan oleh Petrus Naya Koten, salah satu anggota komplotan yang dikepalai oleh Mikhael Torangama Kelen. Petrus Naya Koten adalah salah satu pion yang digunakan oleh Mikhael Torangama Kelen untuk menjemput Yoakim Gresituli Ata Maran di Bokang. Tidak hanya lima orang itu yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan yang terjadi di Blou, Flores Timur pada Senin malam, 30 Juli 2007. Nama Lambertus Lagawuyo Kumanireng pun perlu disebut sebagai salah satu pelakunya. Masih ada nama-nama lain yang ikut berandil dalam proyek kejahatan yang dikepalai oleh Mikhael Torangama Kelen itu. Namun tak perlu nama-nama mereka saya sebutkan satu per satu di sini.

Meskipun tidak terlibat langsung dalam aksi pembunuhan yang terjadi di Blou, nama Andreas Boli Kelen perlu disebut sebagai salah seorang yang berusaha keras untuk menghambat proses hukum atas perkara pembunuhan tersebut. Ketika Petrus Naya Koten diperlukan keterangannya oleh polisi, Andreas Boli Kelen meluncurkan ancaman pemecatan kepadanya melalui SMS. Ancaman itu sempat membuat Petrus Naya Koten goyah, karena takut kehilangan pekerjaan. Dengan meluncurkan ancaman pemecatan, Andreas Boli Kelen berharap Petrus Naya Koten akan tutup mulut. Tetapi mulut Petrus Naya Koten telah terlanjur terbuka untuk menuturkan apa yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007.

Sebelum Mikhael Torangama Kelen dan tiga anggota komplotannya ditetapkan sebagai tersangka, rekan seperjuangan Andreas Boli Kelen, yaitu Donatus Doni Kumanireng sibuk menyebarkan kebohongan. Ketika itu, dia pun gencar menyebarluaskan informasi bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran itu karena kecelakaan lalu lintas. Dia pun sibuk mondar-mandir Kupang-Larantuka-Eputobi. Salah satu upayanya ialah mengkriminalisasi pihak keluarga korban. Tetapi upayanya itu berujung pada penetapan Mikhael Torangama Kelen dan tiga orang anak kandung Lamber Liko Kumanireng sebagai tersangka. Penangkapan dan penahanan Mikhael Torangama Kelen dan tiga anggota komplotannya itu sebagai tersangka merupakan suatu pukulan tersendiri bagi Donatus Doni Kumanireng. Tetapi ketika itu dia terus memaksakan diri untuk melakukan perlawanan. Dengan nyali yang dikuat-kuatkan, dia terus berusaha melawan pihak keluarga korban yang bertekad melawan kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Perlawanannya terhadap pihak keluarga korban terbilang sangat gencar. Tetapi dia lupa bahwa berbagai fakta yang terkait dengan peristiwa pembunuhan yang terjadi di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007 itu tak bisa dia putarbalikan sesuka hatinya. Nyali perlawanannya terhadap pihak keluarga korban menciut drastis setelah seorang adik kandungnya sendiri secara mendadak dihantam kematian pada Malam Natal 2009.

Di kampung Eputobi Robi alias Obi Kumanireng Blikololong pernah mendesak ayahnya (Lambertus Lagawuyo Kumanireng Blikololong) untuk berkata jujur.

“Kamu harus jujur. Ini bukan urusan uang atau harta. Ini urusan darah dan nyawa.”

Begitu kata-kata yang diucapkan oleh Obi kepada ayahnya. Urusan darah dan nyawa siapakah yang dimaksud Obi? Yang dia maksud adalah urusan darah dan nyawa Yoakim Gresituli Ata Maran yang menjadi korban pembunuhan yang ikut dilakukan oleh ayahnya itu. Tetapi si ayah tidak menggubris apa yang disarankan oleh anaknya. Hingga kini ayahnya tetap mempertahankan ketidakjujuran. Apakah dengan ketidakjujurannya dia akan lolos dari hukuman atas kejahatan yang dilakukannya bersama Mikhael Torangama Kelen serta anggota-anggota komplotan mereka itu? Jelas dia dan mereka tidak akan lolos dari hukuman.

Mereka adalah orang-orang yang berutang darah dan nyawa, darah dan nyawa orang yang tidak bersalah. Utang tersebut tidak akan didiamkan. Utang tersebut akan ditagih hingga lunas. Dengan mempertahankan kebohongan, beban utang darah dan nyawa yang mereka pikul kian berat menekan mereka dari hari ke hari. Tinggal orang-orang sangat bebal saja yang percaya pada ketidakjujuran mereka.

Kalau hingga kini mereka masih menghirup udara bebas, itu semata-mata karena ketidakseriusan para penyidik Polres Flores Timur untuk mengungkap hingga tuntas kasus pembunuhan tersebut. Berulangkali jaksa penuntut umum meminta penyidik melengkapi BAP empat tersangka, tetapi hingga kini permintaan itu belum juga dipenuhi.

Tetapi jelas bahwa utang darah dan nyawa itu harus dibayar hingga lunas oleh para pelaku pembunuhan tersebut. ***