Minggu, 05 Februari 2012

Sampai kapan mereka bertahan dalam dusta?

 

Sampai kapan mereka berusaha menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan di Blou, Flores Timur, pada Senin malam, 30 Juli 2007 itu? Sampai kapan mereka bertahan dalam dusta?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sering muncul di kalangan masyarakat Lewoingu yang selama ini berharap agar para pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran berlaku jujur dan bertanggung jawab secara hukum atas kejahatan yang mereka lakukan itu. Tetapi kejujuran tampaknya telah sirna dari hati mereka. Dan tanggung jawab pun tak ada pada mereka. Yang coba mereka rawat selama ini adalah kemampuan untuk berdusta. Dan mereka mengira seluruh lapisan masyarakat Lewoingu percaya pada isi dusta mereka selama ini.

Hanya segelintir orang sangat bodoh saja yang masih percaya bahwa Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya bukan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Sedangkan mayoritas anggota masyarakat Lewoingu yakin bahwa Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu berdusta ketika mereka mengatakan bahwa mereka bukan pelaku pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran. Keyakinan mereka itu didasarkan pada berbagai informasi serta fakta yang diperoleh dari proses investigasi.

Setelah serangkaian kematian menghantam empat orang dari suku Kumanireng (1 dari Kumanireng Blikololong, 3 dari Kumanireng Blikopukeng) dan beberapa orang dari suku-suku lain yang bersekutu dengan Mikhael Torangama Kelen, kubu pelaku dan pembela kejahatan yang dilakukan Mikhael Torangama Kelen itu pun terguncang. Seorang aktivis dari kubu itu, yang di masa lalu sering berada di garis depan dalam aksi membela kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen kini dilanda ketakutan. Ketakutan pun melanda sejumlah orang lain dalam kubu itu.

Selain dilanda perpecahan, kubu itu pun dihantui kematian. Sejumlah orang yang takut kecipratan malapetaka akibat keperpihakan mereka pada upaya-upaya untuk menyembunyikan kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya belakangan ini berani balik arah. Masih terbuka kesempatan bagi mereka yang lain, yang selama ini ikut-ikutan membela kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen untuk menunjukkan keberanian semacam itu.

Sejarah Lewoingu penuh dengan bukti bahwa kejahatan tak dapat ditutupi; kebenaran tak dapat dilenyapkan; kebenaran menampakkan diri dengan caranya sendiri. Sejarah Lewoingu juga penuh dengan ceritera tentang kebinasaan yang menimpa pelaku kejahatan yang tidak mau mengakui kejahatannya secara jujur.

Sampai kapan Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya bertahan dalam dusta? ***