Kamis, 08 Maret 2012

Berapa Pelaku Pembunuhan Itu?

Mikhael Torangama Kelen, Yohakim Tolek Kumanireng, Yohanes Kusi Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Karena penyidik Polres Flores Timur enggan mengembangkan penyelidikan dan penyidikan, maka orang-orang lain yang juga pelaku pembunuhan yang terjadi di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007 itu belum menyandang status yang sama dengan keempat nama tersebut. Siapa saja orang-orang lain termaksud?

Mulut Petrus Naya Koten sempat menyebut lima nama. Selain menyebut keempat nama tertera di atas, dia juga menyebut nama Lambertus Lagawuyo Kumanireng. Bahwa Lambertus Lagawuyo Kumanireng terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut, itu sudah jelas. Bersama Mikhael Torangama Kelen, orang ini menjadi perancang kejahatan itu. Dia adalah orang pada awal April 2007 mencari orang-orang yang bersedia dibayar untuk menghabisi Yoakim Gresituli Ata Maran, Yosef Kehuler, dan Sis Tukan. Rumahnya di Eputobi dijadikan salah satu tempat pertemuan untuk merancang dan menutupi kejahatan tersebut. Aktivitasnya selama beberapa hari di pondok yang terletak 70 meter di sebelah utara tempat jenazah korban ditemukan, setelah tanggal 31 Juli 2007, menunjukkan di mana tempat Yoakim Gresituli Ata Maran dianiaya dan disiksa hingga tewas. Jejak kejahatan mereka berupa darah berceceran di pondok itu. Karena menemukan ceceran darah di pondoknya, maka pemilik pondok pun memasang lilin di situ. Dan untuk waktu yang cukup lama pondok itu tidak didatangi oleh pemiliknya.

Lambertus Lagawuyo Kumanireng adalah orang yang pada Selasa pagi 31 Juli 2007 diketahui memakai sandal merek Omega berwarna hitam. Yang dia kenakan pagi itu adalah sandal milik korban. Setelah sandal itu menjadi bahan pembicaraan hangat, dia membuang sandal itu untuk menghilangkan jejak. Tetapi jejak-jejaknya di tempat kejadian perkara tampak jelas. Tak bisa diragukan bahwa dia adalah salah satu pelaku pembunuhan tersebut. Dalam keadaan “sakit” anaknya pernah berkali-kali meminta dia untuk jujur tentang apa yang telah diperbuatnya terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran. Tetapi desakan anaknya itu diabaikannya hingga kini.  Hingga kini dia pun masih memupuk dusta dalam hatinya. Tetapi belakangan ini nyalinya menciut drastis setelah nyawanya nyaris melayang akibat mendadak diserang oleh suatu penyakit ketika dia sedang berada di gereja Eputobi beberapa bulan lalu.

Selain Lambertus Lagawuyo Kumanireng masih ada orang-orang lain yang juga terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. Selain tiga anak kandung Lamber Liko Kumanireng, grup Kumanireng Blikopukeng pun menyumbang satu lagi tenaga untuk menyukseskan proyek kriminal yang dikepalai oleh Mikhael Torangama Kelen itu. Terdapat indikasi yang jelas bahwa orang yang satu itu didatangkan ke Eputobi untuk ikut berpartisipasi dalam proyek kriminal itu. Pada bulan November 2007, orang itu diantar kembali ke tempat dari mana dia didatangkan melalui kapal laut. Belakangan ini orang itu cenderung bersembunyi untuk menghindari diri dari tanggung jawab hukum.

Dari mulut salah seorang tersangka, yaitu Laurens Dalu Kumanireng, sempat terungkap bahwa ada sembilan orang akan dihukum berat jika Petrus Naya Koten tidak menarik kembali keterangan yang telah diberikannya kepada penyidik. Itu dia katakan kepada Petrus Naya Koten. Kepada seorang polisi, Laurens Dalu Kumanireng pun pernah bertanya, “Kalau kasus kami ini diproses, hukumannya berapa tahun?” Dari mana dia bisa menyebut bahwa sembilan orang akan dihukum berat kalau Petrus Naya Koten tidak menarik kembali keterangannya, jika dia dan mereka yang delapan orang lainnya bukan pelaku pembunuhan di Blou? Jika Petrus Naya Koten tidak termasuk salah satu dari sembilan orang itu, maka lima orang lagi yang harus ditetapkan sebagai tersangka. Dan untuk itu, polisi setempat perlu menggarap ulang Laurens Dalu Kumanireng secara intensif dengan metode penyidikan yang canggih. Jelas sekali bahwa kata-kata Laurens Dalu Kumanireng itu merupakan suatu bentuk pengakuan atas perbuatan sangat keji yang mereka lakukan di Blou. Orang ini tentu tahu siapa nama orang-orang yang bersamanya melakukan aksi sangat jahat tersebut.

Lalu dari mulut seseorang yang oleh Mikhael Torang Kelen dan kawan-kawannya pernah dimintai bantuannya untuk mengganjal proses hukum atas perbuatan jahat yang mereka lakukan muncul keterangan bahwa 1) Mikhael Torangama Kelen adalah orang yang tahu persis nama orang-orang yang melakukan aksi pembunuhan di Blou, 2) Mikhael Torangama Kelen adalah orang yang membayar para pelaku pembunuhan tersebut dengan sejumlah uang, 3) Dua orang pelaku kejahatan tersebut bukan orang Eputobi, 4) Atas jasanya mengganjal proses hukum atas kasus tersebut, dia pun dibayar dengan sejumlah uang.

Apalagi yang mau engkau tutup-tutupi Mikhael Torangama Kelen? Segala macam dusta yang selama ini engkau pupuk tak berarti. Kejahatan yang engkau lakukan itu akan membinasakan dirimu dan orang-orangmu. ***

Selasa, 06 Maret 2012

Siapa yang mengancam saksi peristiwa pembunuhan itu?

Dari suatu sumber terkuak suatu informasi penting. Tentang apa? Tentang ancaman terhadap saksi peristiwa pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran pada Senin malam, 30 Juli 2007 di Blou yang terletak di antara Wairunu dan Lewolaga di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Segera setelah berhasil membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran, Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng serta anggota-anggota komplotan kriminal mereka mengancam Petrus Naya Koten. Kepada Petrus Naya Koten para pelaku pembunuhan tersebut mengancam: “Jika kamu menceriterakan apa yang kamu saksikan itu, kamu dan anggota-anggota keluarga kamu akan dihabisi.” Ancaman itu membuat Petrus Naya Koten memendam kejahatan yang disaksikannya di Blou selama hampir sembilan bulan. Ketika dimintai keterangan di Polres Flores Timur pada hari Kamis, 17 April 2008, baru dia mau membuka mulut tentang apa yang disaksikannya di Blou pada Senin malam, 30 Juli 2007.

Pada tanggal 30 Mei 2008, Petrus Naya Koten dengan senang hati menuturkan kesaksiannya itu kepada salah seorang anggota keluarga korban. Setelah mampu mengungkapkan isi hatinya tentang perbuatan sangat keji yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu dia pun merasa plong. Ketika itu dia pun sempat mengemukakan harapannya agar kasus kejahatan tersebut cepat diproses agar beban batinnya dapat menjadi enteng. Sebelumnya batinnya menanggung beban berat. Isi hatinya itu dapat dia ungkapkan setelah dia mendapat perlindungan polisi. Dalam perlindungan polisi, dia merasa aman.

Memang mulanya dia merasa enggan untuk mengungkapkan apa yang disaksikannya di Blou pada malam kejadian perkara. Setelah tahu bahwa keamanannya dijamin, maka dia pun lantas dengan lancar bertutur tentang apa yang diketahuinya di Blou pada malam kejadian perkara. Ya, dia hadir di tempat kejadian perkara. Dia melihat apa yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan tiga anak Lamber Liko Kumanireng lakukan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran. Kehadirannya di tempat kejadian perkara itu dikonfirmasi oleh seseorang yang berstatus sebagai saksi petunjuk. Sebelum berada di tempat kejadian perkara utama di Blou, dia berada di pertigaan Wairunu-Bokang. Di situ dia sempat meminta bantuan seorang pemotor untuk mengantarnya ke Bokang. Tetapi permintaannya itu ditolak. Petrus Naya Koten sendiri pernah mengakui bahwa dia yang menjemput Yoakim Gresituli Ata Maran di Bokang pada malam kejadian perkara itu. Tetapi dia belum mengungkapkan secara jelas siapa saja yang mengawal dia hingga sampai ke Bokang. Yang jelas ada dua sepeda motor yang mengawalnya hingga ke Bokang pada malam itu.

Tetapi mengapa Petrus Naya Koten kemudian mau menarik kembali keterangannya dari Berita Acara Pemeriksaan? Jawaban atas pertanyaan ini mudah ditemukan. Setelah memberi keterangan tentang apa yang disaksikannya di Blou, dia mendapat banyak tekanan. Tekanan itu antara lain datang dari Andreas Boli Kelen. Tekanan dari si Andreas Boli Kelen itu muncul dalam bentuk ancaman pemecatan. Tekanan terhadapnya juga datang dari tersangka. Itu terjadi pada suatu kesempatan ketika Petrus Naya Koten berada bersama empat orang yang berstatus sebagai tersangka. Pada kesempatan itu, salah seorang tersangka yaitu Laurens Dalu Kumanireng mendesak Petrus Naya Koten untuk menarik kembali keterangannya. Kepada Petrus Naya Koten, si tersangka itu berkata, “Tarik kembali keteranganmu, kalau tidak kita akan mendapat hukuman berat.”

Bertubi tekanan datang kepada Petrus Naya Koten, ketika dia tinggal di Weri, Flores Timur. Di situ dia didesak untuk menandatangani surat penarikan kembali keterangannya. Dengan penuh semangat San Kweng membawa surat yang sudah ditandatangani oleh Petrus Naya Koten itu ke Polres Flores Timur. Tampak di situ bahwa San Kweng pun terlibat langsung dalam upaya tersebut. Perlu juga diketahui bahwa San Kweng adalah orang yang pada hari Senin siang, 30 juli 2007, tak lama setelah Yoakim Gresituli Ata Maran meninggalkan Eputobi menuju Lato, muncul di rumah keluarga Ata Maran di Eputobi. Siang itu dia mencari Yoakim Gresituli Ata Maran. Setelah mengetahui bahwa orang yang dicarinya tidak berada di rumah itu, dia pamit pergi dari situ. Keesokan harinya setelah tubuh Yoakim Gresituli Ata Maran dibaringkan sebagai jenazah di rumah itu, San Kweng muncul lagi di situ. Di hadapan jenazah orang yang kemarin dicarinya itu, dia berisak tangis. Dalam isak tangisnya dia mengeluarkan kata-kata, “Maafkan saya Kene’. Saya terlambat.” Tidak jelas apa persisnya arti kata-katanya itu. Yang jelas, selama ini dia berada digaris depan dalam menggalang aksi membela kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Dalam aksi semacam itu dia berjubahkan PADMA INDONESIA.

Setelah berhasil digarap untuk menarik kembali keterangannya, Petrus Naya Koten berada di bawah pengawasan dan perlindungan ketat kubu penjahat Eputobi. Di kubu itu dia diterima dengan penuh sukacita sebagai kompensasi atas jasanya memungkinkan para tersangka masih bebas berkeliaran di masyarakat setempat. Apakah dia merasa senang dan tenang dengan situasi semacam itu? Jelas tidak. Itu tampak dari sikap dan perilakunya yang serba kikuk. Beban batin yang tadinya sudah coba diringankannya kini semakin menekannya. Dia sendiri memperlihatkan dirinya sebagai bagian tak terpisahkan dari komplotan penjahat yang dikepalai oleh Mikhael Torangama Kelen. Semoga di suatu hari nanti dia kembali menemukan kekuatan dan kemampuan untuk mengungkapkan kebenaran yang membebaskan dia dari belenggu kejahatan itu. ***

Minggu, 04 Maret 2012

Mengapa Para Tersangka Pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran Belum Juga Diajukan ke Pengadilan?

Hingga kini Mikhael Torangama Kelen, Yohakim Tolek Kumanireng, Yohanes Kusi Kumanireng alias Yoka Kumanireng, Laurens Dalu Kumanireng, tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran masih bebas berkeliaran. Berkas perkara kejahatan yang mereka lakukan di Blou belum juga mencapai status P21. Padahal kejahatan yang mereka perbuat di Blou di Flores Timur itu hampir lima tahun usianya. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas nama keempat tersangka hanya berhasil mondar-mandir antara Polres Flores Timur dan Kejaksaan Negeri Flores Timur di Larantuka. Setelah BAP tersebut dikembalikan untuk keenam kalinya oleh Jaksa Penuntut Umum, para penyidik Polres Timur tidak berusaha mengembangkan penyelidikan dan penyidikan. Padahal pengembangan penyelidikan dan penyidikan merupakan syarat mutlak demi penyempurnaan BAP atas nama empat tersangka. Melalui pengembangan penyelidikan dan penyidikan, polisi setempat bisa menjaring tersangka-tersangka lain. Namun langkah tersebut tidak dijalankan. Maka tak mengherankan bila penanganan perkara kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu berjalan di tempat.

Para pemerhati masalah kejahatan tersebut pernah bertanya, “Apa saja yang selama ini dilakukan oleh polisi, sehingga perkara yang sudah jelas ujung pangkalnya itu belum juga P21?” Dalam suatu laporan dari Polres Flores Timur kepada Polda NTT disampaikan bahwa “kendala yang dihadapi oleh penyidik adalah pencabutan keterangan oleh saksi mahkota Sdr. PNK di hadapan Jaksa Penuntut Umum, sehingga berkas dikembalikan kepada kepolisian.” Hingga kini berkas itu belum juga diserahkan kembali ke kejaksaan, “karena kelengkapan materil belum dapat sepenuhnya dibuktikan penyidik.”

Pada hari Rabu, 22 Februari 2012, Kasat Reskrim Polres Flores Timur  menyampaikan kendala yang sama kepada salah seorang anggota keluarga korban tragedi Blou. Lalu dia juga mengatakan bahwa dia masih perlu mempelajari berkas tersebut. Tidak jelas sampai kapan berkas perkara tersebut dipelajari. Yang jelas pergantian-pergantian Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Flores Timur pasca tragedi Blou tidak berdampak efektif bagi pengungkapan hingga tuntas kasus pembunuhan tersebut. Hingga kini belum jelas apakah Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Timur yang sekarang punya tekad kemauan yang kuat atau tidak untuk menyeret para pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran ke pengadilan. Seandainya mereka punya tekad kemauan yang kuat, apa yang selama ini disebut sebagai kendala itu dengan mudah dapat diatasi. Seandainya mereka memiliki tekad kemauan yang kuat untuk membongkar hingga tuntas berbagai aspek kriminal tragedi Blou, segala dusta yang dilakoni oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya mudah dipatahkan.

Merupakan tugas utama polisi untuk membongkar hingga tuntas perkara kejahatan itu hingga menyeret para pelakunya ke pengadilan. Apa yang selama ini disebut kendala itu pada dasarnya bukan kendala yang tak bisa diatasi. Kalau para penyidik tidak punya tekad kemauan yang kuat untuk memberantas kejahatan tersebut, maka apa yang disebut kendala itu tetap menjadi problem yang tak dapat dipecahkan. Padahal kasus pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran sama sekali bukan teka teki yang tak ada jawabannya.

Aneh tapi nyata, bahwa para polisi setempat menghambat diri mereka sendiri untuk dapat mengungkap hingga tuntas berbagai aspek kriminal dari tragedi Blou. Apakah perlu masyarakat mengajari mereka cara-cara yang lebih efektif untuk memberantas kejahatan itu? ***