Sabtu, 12 Juli 2008

Orang-orang yang terjebak dalam pusaran kejahatan


Kian lama, kian jelas nampak bahwa mereka kian mengisolasi diri dari lingkungan pergaulan masyarakat yang berbudaya dan beradab lebih tinggi di kampung Eputobi di Lewoingu Flores Timur. Jika dulu, mereka sering tampil gagah dan suka show of force (pamer kekuatan), belakangan ini tampilan mereka seperti keong yang tanduknya ditusuk dengan lidi. Jika dulu mereka sering berkoar-koar sebagai orang-orang hebat, kini suara-suara mereka lenyap ditelan bumi. Dan pintu-pintu rumah mereka pun semakin tertutup rapat. Yang mereka lakukan di balik sana adalah menggerutu dan menggerutu, lalu bergumul dengan diri sendiri.

Mereka adalah orang-orang yang tersesat di siang bolong, lalu terjebak dalam pusaran kejahatan Senin malam, 30 Juli 2007. Yang kumaksud di sini bukanlah para pelaku utama pembunuhan Akim Maran, tapi orang-orang Eputobi yang gampang terperdaya oleh angin sorga yang dihembus-hembuskan oleh si iblis besar berbaju akademis, lalu terseret dalam arus kejahatan yang mengerikan itu. Sedangkan para pelaku utama pembunuhan Akim Maran adalah orang-orang yang sejak lama berbakat sebagai penjahat. Maka ketika salah seorang anggota keluarga dari penjahat Eputobi yang kini ditahan di Polres Flores Timur itu mengira bahwa mereka bukan keturunan penjahat, langsung ketahuan bahwa dia salah besar. Dia rupanya tidak tahu kelakuan senior-seniornya dari keluarganya di masa lalu.

Hembusan angin sorga dari si iblis besar ini pun berhasil mempertautkan kepentingan antara suku Kumanireng Bikopukeng dan suku Kumanireng Blikololong. Padahal di masa lalu kedua pihak itu sering beradu kepentingan. Sejak tahun 2006, mereka mulai bersama-sama mengejar suatu mimpi yang mustahil jadi kenyataan. Mereka bermimpi menjadi pemimpin tertinggi adat Lewoingu. Maka sejarah Lewoingu pun dipalsukan. Demikian pula halnya nasib sejarah pemilikan tanah, khususnya di kampung Eputobi. Rayuan gombal si iblis besar berhasil memacu ambisi mereka untuk mengejar dengan harapan dapat meraih mimpi semu itu.

Si iblis besar itu tak pernah sanggup menggunakan jalan pikiran yang logis. Tapi dia memang punya kelebihan, yaitu kemampuan untuk mengecoh. Orang-orang yang tidak cakap berpikir gampang dia perdaya. Orang-orang yang tidak kuat iman langsung jatuh dalam pelukannya. Itulah kelebihan si iblis besar.

Seorang tua yang tahu maksud tidak baik dari si iblis besar pernah menasihati yunior-yuniornya. Kamu jangan percaya dan jangan pula ikuti apa kata dia, karena dia itu beda dengan kita. Sekarang dia pura-pura baik dengan kita, tapi suatu waktu dia akan menginjak-injak kita. Tapi di antara yunior-yunior itu ada yang tidak percaya akan omongan orang tua. Sikap melawan ditunjukkan dengan kian merapat dan lengketnya dia dengan si iblis besar. Setelah meletusnya kasus pembunuhan Akim Maran barulah dia kelabakan sendiri dan stress. Masih untung bahwa di antara mereka masih terdapat orang-orang yang mau membela kebenaran. Tetapi tokoh-tokoh penting mereka di kampung Eputobi berada dalam pelukan mesra si iblis besar. Saking eratnya pelukan itu sehingga sulit sekali bagi mereka untuk meloloskan diri. Padahal ada saja di antara mereka yang sejak sekian waktu lalu sudah menyadari bahwa mereka menjadi korban dari bualan si iblis besar. Tapi apa daya, tangan, otak, pikiran, dan hati mereka sudah terbelenggu. Hati mereka sudah menjadi kenisah bagi roh jahat.

Yang kasihan adalah orang-orang sederhana, yang karena kurang pengetahuan, kurang ini, kurang itu lalu gampang dipengaruhi oleh angin sorga yang dihembuskan oleh si iblis besar. Mereka akhirnya terpaksa terseret dalam arus yang dengan mudah meluncurkan mereka ke dalam pusaran kejahatan yang sangat mengerikan itu. Mereka mengira, dengan mendukung komplotan penjahat itu nasib hidup mereka akan menjadi lebih baik. Padahal di dalam kenyataan tidak demikian. Mudah-mudahan mereka kini mulai menyadari bahwa mereka pun menjadi korban dari tipu muslihat si iblis besar. Mudah-mudahan, mereka pun mulai menyadari bahwa yang mereka bela bukan kepentingan kesejahteraan mereka sendiri, tetapi nafsu si iblis besar untuk menggenggam kekuasaan di kampung Eputobi dan Lewoingu. Mudah-mudahan mereka pun menyadari bahwa dengan mendukung penjahat-penjahat itu mereka pun melakukan kejahatan pada Senin malam, 30 Juli 2007 dan kejahatan-kejahatan lain, antara lain korupsi.

Yang juga ikut terseret ke dalam pusaran kejahatan itu adalah oknum-oknum guru tertentu. Ada yang mengajar di SDK Eputobi. Ada yang mengajar di TK Eputobi. Mereka adalah contoh tipikal dari orang-orang yang berperan tidak sesuai dengan status sosial mereka. Sebagai guru, mereka itu pendidik dengan tugas utama membudayakan kepribadian anak-anak muda melalui proses belajar formal. Sesuai dengan tugas itu, mereka mestinya menjadi panutan baik di sekolah maupun di masyarakat. Tetapi di dalam kenyataan mereka malah sibuk berkasak-kusuk untuk membela penjahat-penjahat itu. Ada guru senior yang mengeluh, bahwa kelakuan oknum-oknum guru yang besangkutan sungguh-sungguh keterlaluan. Guru-guru semacam itu sebaiknya dipindahkan saja ke tempat lain. Ini untuk menyelamatkan kepentingan pendidikan, kepentingan generasi muda Lewoingu.

Si iblis besar berhasil menjebak puluhan orang Eputobi ke dalam pusaran kejahatan Senin malam, 30 Juli 2007. Angin sorga yang dihembuskannya menyusahkan banyak orang, banyak kalangan. Tapi si iblis besar merasa diri paling benar. Bahkan dia pernah mengira bahwa dirinya dilindungi oleh Tuhan. Di kalangan komplotan penjahat Eputobi, si iblis besar dipandang sebagai pejuang, pembela kebenaran dan keadilan. Memang si iblis besar itu pandai menyamar. Dia bisa menyamar menjadi malaikat.

Untung bahwa tak satu pun warga masyarakat beradab di Eputobi dan sekitarnya yang mau terkecoh oleh angin sorga yang dihembus-hembuskan oleh si iblis besar itu. Mereka terus berdoa dan berupaya agar si iblis besar itu cepat tenggelam ke dasar paling dalam dari naraka. Karena hanya di situlah terdapat tempat yang paling pantas baginya. ***