Jumat, 30 April 2010

Beberapa lelaki di suatu pusara

 

Ke suatu pusara di suatu kampung, beberapa lelaki pernah datang. Di antara mereka terdapat seorang lelaki gendut. Mereka datang dari suatu kota. Mereka adalah orang-orang asing bagi mayoritas penduduk kampung itu.

Di pusara itu mereka sempat berdiri dan berpura-pura berdoa, lalu duduk sambil merokok. Dengan tangannya si gendut meletakkan sebatang rokok pada bagian kepala pusara, katanya untuk almarhum yang jenazahnya dimakamkan di situ. Tak lama kemudian, mereka  meninggalkan pusara itu tanpa banyak kata, entah kenapa. Tetapi banyak kata kemudian meluncur dari mulut mereka ketika mereka berjumpa dengan sejumlah penduduk di suatu tempat di kampung itu. Perjumpaan itu membuat mereka segera melupakan apa yang baru saja mereka lakukan di pusara itu tadi. Mereka pun hanyut dalam tutur kata yang membuat mereka nyaris lupa waktu.

Berbeda dengan momen-momen sebelumnya, termasuk momen-momen bisu di pusara itu tadi, kali ini mereka menemukan adanya momen-momen lebih bersuara. Dalam kesempatan itu mereka yang datang dari kota dan mereka yang tinggal di kampung itu saling berbagi ceritera. Tetapi ada pula ceritera-ceritera yang dibagikan di situ meluncur dari lidah-lidah yang tak bertulang. Setelah puas berbagi ceritera, mereka yang dari kota kembali ke kota dengan senyum. Sementara partner tutur mereka di kampung itu menancapkan harapan akan datangnya hari-hari cerah bagi mereka. Soalnya telah cukup lama hari-hari mereka diliputi awan hitam.

Ini bukan ceritera tentang perjuangan mencari kebenaran, melainkan tentang orang-orang yang lazim menghalalkan segala cara untuk memenuhi kepentingan mereka. Dalam hal itu mereka mencapai titik temu, sehingga perjuangan mereka masing-masing pun bisa saling klop. Kalau sudah begitu, tak lagi menjadi soal siapa yang berkorban untuk siapa. Yang penting mereka sama-sama berusaha.

Tetapi mengapa upaya mereka itu harus dirangkai hingga ke suatu pusara di suatu kampung? Karena, urusan orang yang tubuh fisiknya ditanam di dalam pusara itulah yang telah mereka jadikan komoditi bisnis. Maka ke pusara itu pula barang-barang berhala perlu dibawa, bukan sebagai sesajen untuk menenangkan hatinya, melainkan sebagai plester yang dimaksudkan untuk menutup rapat mulutnya.

Tetapi siapakah yang pernah berhasil menggunakan metode yang berasal dari dunia kelam itu? Seorang iblis yang paling hitam legam pun tak mampu melakukannya. Tak ada satu pun iblis yang dapat menghapuskan kebenaran itu.

Kebenaran yang selama ini mereka tutup-tutupi itu sebenarnya telah berbicara kepada mereka masing secara jelas siang dan malam. Tetapi hingga kini mereka terus berusaha melawannya. Setelah berbagai cara yang ditempuh gagal memenuhi keinginan mereka, kini mereka pun hanya bisa bermenung lesu sembari membayangkan hari-hari kelam yang bakal menjambangi mereka satu demi satu. ***

Jumat, 16 April 2010

JPU mengembalikan lagi berkas perkara Blou ke Polres Flores Timur

 

Untuk keenam kalinya berkas perkara Blou, yaitu perkara pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Atamaran diajukan ke Kejaksaan Negeri Larantuka. Tetapi untuk keenam kalinya pula berkas tersebut dikembalikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) ke penyidik Polres Flores Timur. Pengembalian berkas perkara Blou kali ini terasa lucu. Dikatakan lucu, karena pengajuan kembali berkas tersebut ke Kejaksaan Negeri Larantuka sebelum Paskah 2010 itu dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara di Kupang pada bulan Februari 2010.

Jika pengembalian berkas perkara tersebut didasari alasan-alasan yang objektif, itu berarti kelemahan atau kekurangannya terdapat pada pihak penyidik Polres Flores Timur. Tetapi jika pengembalian berkas tersebut didasari alasan yang tidak jelas, itu menunjukkan kelemahan JPU di Kejari Negeri Larantuka. Sebuah sumber di Kejaksaan Negeri Larantuka menginformasikan bahwa berkas tersebut dikembalikan, karena penyidik belum memenuhi permintaan JPU. Tetapi tidak dijelaskan permintaan JPU yang mana yang belum dipenuhi oleh penyidik Polres Flores Timur. Jika dilihat dari alat-alat bukti yang ada, berkas untuk empat tersangka, yaitu Mikhael Torangama Kelen, Yoakim Tole Kumanireng, Yohanes Kusi Kumanireng alias Yoka Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng pada dasarnya dapat dinaikan statusnya menjadi P21. 

Dengan dikembalikannya berkas perkara tersebut untuk keenam kalinya, maka proses penanganannya pun menjadi semakin bertele-tele. Padahal ujung pangkal perkara pembunuhan tersebut sudah terang benderang sejak awal. Pihak keluarga korban belum mengetahui secara jelas seperti apa sikap Kasat Reskrim dan Kapolres Flores Timur atas pengembalian berkas perkara tersebut. Yang diharapkan, kedua petinggi Polres Flores Timur itu mau menggunakan pengembalian untuk keenam kalinya berkas perkara tersebut sebagai peluang emas untuk menunjukkan prestasi mereka dalam membongkar kasus kejahatan tersebut hingga tuntas.

Selama ini penyidik Polres Flores Timur hanya memfokuskan perhatian pada empat tersangka. Padahal yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Atamaran bukan hanya empat tersangka itu. Yang terjadi di Blou pada Senin malam, 30 Juli 2007, adalah suatu pembunuhan berencana berjemaah. Selain empat orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, masih terdapat nama-nama lain yang jelas terindikasi terlibat. Tetapi sebagian dari mereka yang terlibat dalam kejahatan tersebut belum menjalani proses pemeriksaan secara intensif. Tidak wajar bila mereka itu dibiarkan untuk tidak dimintai keterangan.

Pengembalian untuk keenam kalinya berkas perkara pembunuhan tersebut mengingatkan kami akan berbagai upaya yang pernah ditempuh oleh oknum-oknum polisi tertentu untuk menggelapkan kasus pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Atamaran. Oleh oknum-oknum polisi tertentu kasus pembunuhan itu direkayasa menjadi kasus kecelakaan lalulintas. Kemudian muncul pula sosok oknum polisi yang berusaha memediasi upaya penyuapan oleh seorang anggota keluarga dari salah seorang tersangka. Dari kata-kata yang diucapkan oleh oknum polisi yang bersangkutan, pihak keluarga korban menjadi mengerti mengapa laporan-laporan lisan dan tertulis yang pernah disampaikannya ke Polres Flores Timur, ke Polsek Boru, dan Pos Polisi Lewolaga didiamkan selama berbulan-bulan. 

Kasus pembunuhan tersebut baru mulai diselidiki pada bulan Maret 2008 setelah pihak keluarga korban melaporkannya ke Polda NTT. Tetapi upaya tim penyidik Polda NTT untuk menyelidiki kasus kejahatan tersebut pun mendapat resistensi yang cukup keras dari oknum-oknum polisi tertentu di Polres Flores Timur. Seorang oknum polisi pernah mengatakan bahwa pihak tersangka lebih kooperatif dengannya ketimbang pihak keluarga korban. Kerja sama di antara mereka terbilang rapih. Termasuk rapih juga upaya-upaya mereka untuk menekan secara langsung dan tidak langsung orang-orang dari pihak keluarga korban.

Bolak-baliknya berkas perkara tersebut antara Polres dan Kejaksaan Negeri Larantuka hingga keenam kalinya itu pun mengingatkan kami akan pertemuan-pertemuan antara orang-orang dari keluarga para tersangka dengan si JPU.

Semakin bertele-telenya proses hukum atas perkara pembunuhan tersebut dapat membawa hikmah berupa pemberantasan praktek-praktek mafia hukum di Flores Timur. Jadi kita tunggu saja langkah-langkah selanjutnya. ***

Selasa, 13 April 2010

Untuk keenam kalinya berkas perkara Blou diajukan ke Kejari Larantuka

 

Untuk keenam kalinya berkas perkara Blou, yaitu perkara pembunuhan Yoakim Gresituli Atamaran diajukan oleh penyidik Polres Flores Timur ke Kejaksaan Negeri Larantuka. Itu terjadi sebelum Paskah. Beberapa hari lalu diperoleh kabar bahwa berkas perkara kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya dari kampung Eputobi itu sedang dipelajari oleh jaksa penuntut umum.

Pengajuan kembali berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Negeri Larantuka dilakukan setelah penyidik Polres Flores Timur memenuhi permintaan jaksa dalam gelar perkara di Kupang pada bulan Februari 2010. Selain di Kupang, perkara itu pun telah digelar juga di Polres Flores Timur. Tetapi hingga baris ini diketik, belum ada kabar tentang nasib berkas perkara tersebut selanjutnya. Mudah-mudahan berkas tersebut tidak lagi dipendam di Kejaksaan Negeri Larantuka.

Setelah mendengar bahwa berkas perkara tersebut sudah diajukan kembali ke Kejaksaan Negeri Larantuka, Masyarakat Pencinta Kebenaran dan Keadilan di Eputobi menunggu tanggapan jaksa penuntut umum. Jika Jaksa Penuntut Umum menilai bahwa penyidikan atas perkara tersebut sudah lengkap, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi para tersangka dan barang-barang bukti akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Larantuka. Jika penilaian jaksa penuntut umum adalah sebaliknya, maka berkas perkara tersebut akan dikembalikan ke penyidik Polres Flores Timur.

Meskipun belum semua orang yang terindikasi terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut dilidik dan disidik oleh penyidik Polres Flores Timur, Masyarakat Pencinta Kebenaran dan Keadilan di Eputobi berharap agar berkas perkara tersebut bisa P21. Selama ini masyarakat Eputobi dan Lewoingu sudah berulangkali dikecewakan oleh bertele-telenya proses hukum atas perkara pembunuhan tersebut. Bertele-telenya penanganan perkara pembunuhan tersebut ikut memperpanjang masa bercokolnya seorang tersangka pembunuh di kursi kepala desa Lewoingu.

Citra desa Lewoingu sungguh tercoreng dan tercemar oleh kenyataan semacam itu. Hanya orang-orang jahat yang beranggapan bahwa kenyataan semacam itu bukan suatu persoalan. ***