Kamis, 14 Agustus 2008

Info pembangunan Lewotana

Tanggal 1 Agustus 2008 sudah berlalu. Hari itu 50 tahun lalu, di kampung Eputobi lahir Sekolah Dasar Katolik yang diberi nama St. Pius X. Pada tanggal 1 Agustus 2008 SDK St. Pius X berulang tahun emas. Tetapi tak ada pesta emas yang dirayakan di kampung Eputobi pada hari itu. Pada hari itu kegiatan di SDK Eputobi berjalan seperti biasa. Tak jauh dari kompleks SDK Eputobi berlangsung acara Nebo untuk almarhum Bapak Petrus Lagawuyo Lamatukan.


Pesta emas memang tak diperlukan oleh masyarakat yang sedang dilanda perpecahan dan ketegangan akibat kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang Eputobi pada Senin malam, 30 Juli 2007. Kebiadaban mereka sungguh-sungguh keterlaluan. Korban kebiadaban mereka adalah orang yang tak bersalah apa-apa. Dan itu yang membuat kehidupan sehari-hari di kampung Eputobi diliputi dengan perang dingin. Meskipun demikian pembangunan di sektor-sektor tertentu berjalan.


Coba perhatikan tampilan gereja stasi Eputobi. Setelah dipermak selama 64 hari yang dimulai pada tanggal 24 September 2007, wajahnya menjadi cantik. Tiga menara bertengger di bagian depannya. Di kaki menara tengah (menara induk) tertulis GEREJA ST. YOSEF EPUTOBI. Di bawah perlindungan St. Yosef, gereja Eputobi diharapkan menjadi umat Allah yang semakin kokoh dalam iman kepada Kristus dan kuat dalam pengabdian kepada sesama, lewotana, bangsa, dan negara, serta umat manusia seluruhnya.


Renovasi gereja Eputobi menelan dana Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Dana itu berasal dari sumbangan Bupati Kabupaten Flores Timur. Kelancaran pekerjaan renovasi tersebut dimungkinkan berkat partisipasi umat yang dimotori oleh bapak Aloysius Ado Tukan, bapak Frans Niku, dan bapak Domi Doweng Kelen. Pemerintah desa Lewoingu tidak berpartisipasi sedikit pun dalam pekerjaan tersebut. Dari kubu pemerintah malah terjadi upaya untuk memboikot pekerjaan tersebut.


Gereja stasi Eputobi pun telah memiliki alat penerang modern, berkat adanya generator yang dibeli dengan uang kolekte umat. Pengelolaan keuangan secara baik oleh Ketua Stasi Eputobi, Bapak Belang Manuk, memungkinkan pelaksanaan renovasi dapat berjalan lancar dan alat penerang modern untuk gereja Eputobi diadakan.


Dari gereja kita ke sekolah, maksudnya ke kompleks SDK St. Pius X. Gedung SD yang dibangun setelah peristiwa gempa bumi 1992 itu masih kokoh berdiri. Halaman depannya berhiaskan kembang-kembang yang menyegarkan mata. Di kompleks sekolah dasar itu kini sudah dibangun fundasi Balai Serbaguna dengan dana dari Jerman, dan fundasi lapangan voli dengan dana dari Bupati Kabupaten Flores Timur. Pada hari Kamis, 7 Agustus 2008 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung perpustkaan berukuran 8 X 7.21 meter. Dana sebesar Rp 47.000.000 (empat puluh tujuh juta rupiah) untuk pembangunan perpustkaan SDK Eputobi diperoleh dari pemerintah pusat.


Selain itu tersedia pula dana sebesar Rp 51.000.000 (lima puluh satu juta rupiah) untuk Program Percepatan Pengembangan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK). Di Eputobi dana itu dipakai untuk 1) Peningkatan mutu guru, 2) Pengadaan buku dan alat bantu belajar, 3) Peningkatan manejemen sekolah, 4) Beasiswa, dan 5) Pembangunan infrastruktur (perbaikan/pemasangan instalasi air minum.


Di tengah situasi karut marut, masyarakat beradab di kampung Eputobi, yang dimotori oleh beberapa tokoh pentingnya melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan yang berguna bagi kampung halamannya. Dari tangan-tangan mereka inilah lewotana diharapkan maju jaya. Semoga.


(Info pembangunan Lewotana ini diperoleh dari Ketua Komite Sekolah Dasar Katolik Eptobi, bapak Aloysius Ado Tukan).***