Jumat, 14 Mei 2010

Setelah pasangan Mondial diakomodir

 

Setelah pasangan Mondial (Simon Hayon dan Fransiskus Diaz Alffi) diakomodir oleh KPUD Flores Timur sebagai salah satu calon bupati dan wakil bupati periode 2010-2015, kota Larantuka diguncang aksi unjukrasa. Selama tiga hari, Senin (10/5/2010) hingga Rabu (12/5/2010), ribuan pendukung lima paket calon bupati dan wakil bupati Flores Timur turun ke jalan. Aksi gabungan itu menentang intervensi KPU Pusat atas proses Pilkada Flores Timur. Mereka menentang pengakomodasian pasangan Mondial yang sebelumnya sudah dinyatakan gagal lolos verifikasi oleh KPUD Flores Timur.

Selain berunjukrasa para demonstran pun melakukan sweeping terhadap anggota KPU Pusat dan KPU NTT yang bermaksud menjelaskan alasan pengakomodasian pasangan Mondial. Aksi tersebut menggagalkan misi yang ingin diemban oleh KPU Pusat dan KPU NTT tersebut. Selain melakukan sweeping, sejumlah pengunjukrasa pun sempat mencari Simon Hayon di kantornya. Tetapi mereka gagal menemuinya, karena dia tidak berada di sana. Mereka ingin meminta penjelasan tentang surat ke Depdagri yang menyatakan bahwa kamtibmas di Larantuka mengalami kekacauan. Bagi para pengunjukrasa, isi surat itu tidak sesuai dengan kenyataan.  

Tampaknya gelombang resistensi yang keras terhadap intervensi KPU Pusat sekaligus terhadap pengakomodasian pasangan Mondial tidak diantisipai oleh KPU Pusat, KPU NTT, dan koalisi Gewayan Tana Lamaholot. Tampaknya KPU Pusat dan KPU NTT hanya berpegang pada tafsir mereka bahwa KPUD Flores Timur melakukan salah tafsir atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 68 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Dalam menilai keputusan KPUD Flores Timur yang menggagalkan pasangan Mondial lolos verifikasi, KPU Pusat tampaknya mengabaikan pasal 13 ayat 2 huruf l dalam peraturan yang ditetapkannya pada tanggal 3 Desember 2009 itu. Penilaiannya terhadap keputusan KPUD tersebut didasarkan pada UU No. 12 Tahun 2008. Dalam UU No. 12 Tahun 2008 tidak dicantumkan syarat seperti yang disebutkan dalam pasal 13 ayat 2 huruf l dalam Peraturan No. 68 Tahun 2009. Padahal Peraturan No. 68 Tahun 2009 yang menjadi pedoman yang digunakan oleh KPUD Flores Timur dalam memproses tahapan-tahapan Pilkada di Flores Timur. Dalam proses tersebut KPUD Flores Timur menemukan bahwa pasangan Mondial tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tertera dalam pasal 13 ayat 2 huruf l Peraturan No. 68 Tahun 2009.

Hingga kini KPU Pusat hanya menyatakan bahwa KPUD Flores Timur keliru dalam menafsirkan peraturan KPU Pusat. Tetapi KPU Pusat sendiri belum menjelaskan secara akurat keliru tafsir seperti apa yang dilakukan oleh KPUD Flores Timur. Yang membuat sebagian masyarakat Flores Timur merasa aneh ialah mengapa keputusan KPUD Flores Timur yang menggagalkan pasangan Mondial lolos verifikasi dianggap salah oleh KPU Pusat, padahal keputusan KPUD Flores Timur itu sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh KPU Pusat sendiri. 

Ketika berusaha memberlakukan peraturan tersebut secara konsisten, KPUD Flores Timur menunjukkan independensinya. Tetapi independensinya dipertanyakan ketika KPUD Flores Timur akhirnya ikut mengabaikan peraturan tersebut untuk mengakomodasi pasangan yang sebelumnya dinilainya tidak berhasil lolos verifikasi. Sebagian masyarakat Flores Timur membaca ketidakkonsistenan KPUD Flores Timur itu sebagai akibat intervensi KPU Pusat setelah KPU Pusat berhasil dilobi oleh koalisi Gewayan Tana Lamaholot.

Berdasarkan kalkulasi politik yang didasarkan pada basis-basis kekuatan politik real di Flores Timur, saya ingin mengatakan bahwa gerakan ribuan orang yang melawan intervensi KPU Pusat dalam proses Pilkada di Flores Timur atau gerakan ribuan orang yang menentang pengakomodasian pasangan Mondial itu tak boleh dipandang remeh.

Dalam menghadapi situasi politik yang terlanjur komplikatif semacam itu, kearifan politik perlu ditonjolkan ketimbang kompromi politik parsial. Sudah terbukti bahwa model penyelesaian berdasarkan kompromi politik parsial itu mengundang gelombang kontra yang keras dari ribuan warga masyarakat setempat. Soalnya, para warga masyarakat yang bersangkutan pun bisa membaca dan mengerti peraturan tersebut di atas. ***