Senin, 10 Januari 2011

Menunggu Tanggapan Kapolda NTT

 

Bertele-telenya penanganan perkara pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran menimbulkan keprihatinan dan tanda tanya di berbagai kalangan yang menaruh perhatian pada pentingnya proses hukum atas kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Di kampung Eputobi, suara keprihatinan muncul dari waktu ke waktu seiring bertele-telenya penanganan perkara pembunuhan tersebut. Suara keprihatinan pun muncul dari kampung-kampung lain baik di daerah Lewoingu maupun di luarnya. Dorongan kepada keluarga korban untuk terus memperjuangkan kebenaran dan keadilan pun terus bermunculan. Dorongan tersebut bukan saja datang dari para warga masyarakat biasa, tetapi juga dari anggota-anggota polisi tertentu yang memiliki keprihatinan yang sama.  

Apakah Kasat Reskrim dan Kapolres Flores Timur pun memiliki keprihatinan yang sama? Entahlah…. Pada tanggal 12 Juli 2010 yang lalu, di hadapan keluarga korban, Kapolres Flores Timur, menyatakan keseriusannya dalam menangani perkara pembunuhan tersebut. Tetapi hingga kini keseriusannya belum juga dapat diterjemahkan ke dalam aksi-aksi nyata. Di dalam kenyataan, proses penanganan perkara pembunuhan tersebut berjalan di tempat. Selaku Kapolres Flores Timur, sudah sepatutnya Eko Kristianto memprioritaskan penanganan perkara pembunuhan yang dilakukan oleh komplotan penjahat Eputobi yang dipimpin oleh Mikhael Torangama Kelen. Tidak cukup kalau seorang Kapolres hanya mengekspresikan  keseriusannya secara verbal. Yang diperlukan oleh masyarakat setempat adalah langkah-langkah nyata penindakan hukum kepada siapa pun yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Dengan demikian, masyarakat Eputobi bisa keluar dari jejaring kriminal yang selama ini dipasang oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya.  Selama ini masyarakat setempat di luar komplotan penjahat Eputobi berusaha bersabar menunggu ketegasan Polres Flores Timur untuk memberantas kejahatan tersebut. Tetapi harapan masyarakat itu belum juga mendapat respons yang memadai dari Polres Flores Timur. 

Proses hukum atas para pelaku pembunuhan tersebut akan berjalan di tempat, jika Kapolres Flores Timur tidak melakukan koordinasi yang efektif ke para bawahannya untuk mengembangkan penyelidikan dan penyidikan. Bahan-bahan yang dapat dijadikan dasar bagi pengembangan penyelidikan dan penyidikan sudah berada di tangan Kasat Reskrim dan Kapolres Flores Timur. Berdasarkan bahan-bahan yang ada sejumlah orang yang jelas terindikasi terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut perlu diperiksa secara intensif. Langkah ini mudah dilakukan jika Polres Flores Timur punya tekad yang jelas untuk membongkar kasus pembunuhan tersebut hingga tuntas. Jika diperlukan keempat tersangka dan Petrus Naya Koten pun dapat diperiksa kembali secara intensif. Pemberantasan kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen itu pada dasarnya mudah dilakukan, karena ujung pangkal perkara tersebut sudah sangat jelas. Yang tidak jelas adalah cara penanganannya. Yang ditempuh selama ini adalah cara penanganan yang bertele-tele, seakan-akan kasus pembunuhan tersebut masih berada dalam posisi gelap gulita.

Lantas seperti apa sikap Kapolda NTT terhadap kasus pembunuhan tersebut? Itu yang ditunggu. Dari Kupang, saya memperoleh kabar bahwa Kapolda NTT sudah menerima surat dari KOMNAS HAM. Surat KOMNAS HAM bertanggalkan 10 Desember 2010 itu berisikan beberapa pertanyaan yang perlu ditanggapi oleh Kapolda NTT.  Sudah semestinya Kapolda NTT menanggapi surat tersebut secara jelas dan tegas, bukan hanya dalam kata-kata, tetapi juga dalam bentuk langkah-langkah nyata untuk menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Dalam rangka itu si aktor intelektualnya pun perlu ditindak. Sudah waktunya si aktor intelektual dari kejahatan tersebut ditangani agar segala macam sandiwara yang selama ini diskenariokannya dapat diakhiri. Lalu orang yang pernah mengancam memecat Petrus Naya Koten pun perlu diperiksa juga agar menjadi jelas apa motif dia mengeluarkan ancaman tersebut. Ancamannya itu dikeluarkan ketika Petrus Naya Koten menjalani pemeriksaan di Polres Flores Timur. Ketika mengeluarkan ancaman tersebut orang ini menjabat sebagai kepala dinas pendidikan Flores Timur. Mantan kepala dinas pendidikan Flores Timur itu pernah ditahan dan menjadi terdakwa kasus korupsi dana pembangunan gedung TK Botung di Adonara Barat, Flores Timur. Orang ini adalah kakak kandung dari si kepala komplotan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Seandainya bukan Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran, mungkinkah dia itu mengeluarkan ancaman melalui SMS yang dikirim ke ponsel Petrus Naya Koten? Jelas bahwa dalam kasus tersebut, dia menggunakan jabatannya untuk menutupi kejahatan yang dilakukan oleh adik kandungnya.

Surat dari KOMNAS HAM dapat menjadi momentum bagi Kapolda NTT untuk memberantas kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu. Tetapi proses penanganan kejahatan tersebut bisa menjadi makin bertele-tele, jika Kapolda NTT pun mengikuti irama penanganan yang selama ini ditempuh oleh Polres Flores Timur. Ya, kita tunggu saja seperti apa tanggapan Kapolda NTT terhadap sejumlah pertanyaan yang diajukan oleh KOMNAS HAM. ***