Kamis, 19 Februari 2009

Masyarakat Lewoingu di Flores Timur Menanti Kado Terindah

Ditahannya mantan Kepala Dinas Pendidikan Flores Timur, Andreas Boli Kelen, menambah semarak parade pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya di Flores Timur. Memang. Larantuka sebagai kota religius mestinya menjadi teladan dalam pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Akan menjadi sangat payah, kalau Larantuka pun ikut-ikutan merawat cara hidup korup. Sudah sewajarnya bila setiap elite politik, tokoh agama, dan tokoh masyarakat serta aparatur penegak hukum di sana punya tekad yang sama, yaitu membersihkan Flores Timur dari korupsi.

Partisipasi masyarakat Flores Timur dalam upaya pemberantasan korupsi sangat diperlukan. Partisipasi itu dapat direalisasikan dalam beberapa bentuk, seperti mengawasi penggunaan anggaran pembangunan di daerahnya, termasuk di desanya, melaporkan kepada pihak berwajib jika ditemukan adanya indikasi-indikasi yang jelas tentang penyalahgunaan anggaran pembangunan, dan mengawal proses hukum atas kasus korupsi. Setelah mantan Kepala Dinas Pendidikan Flores Timur itu ditahan, masyarakat perlu terus memonitor agar proses hukumnya berjalan sebagaimana mestinya, bukan sebagaimana keinginannya.

Penahanan mantan Kepala Dinas Pendidikan itu menimbulkan harapan tersendiri bagi masyarakat Lewoingu. Setelah lama dikecewakan dan diresahkan, kini mereka sedang menanti kado terindah dari aparat penegak hukum di Flores Timur. Yang mereka nantikan adalah 1) Tindakan hukum yang jelas dan tegas terhadap mantan Kepala Dinas Pendidikan yang kini mendekam di rumah tahanan itu, 2) Pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan kroni-kroninya di kampung Eputobi, desa Lewoingu, dan 3) Adanya tindakan hukum yang sangat jelas dan tegas terhadap Mikhael Torangama Kelen dan anggota komplotannya yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran pada Senin malam, 30 Juli 2007. Yang terakhir ini menjadi kado terindah yang kini sedang mereka nanti-nantikan.

Penahanan mantan Kepala Dinas Pendidikan itu diharapkan berdampak positif bagi penanganan kasus pembunuhan tersebut, meskipun dua kasus pidana itu tidak berhubungan secara langsung. Tetapi sudah menjadi rahasia umum, khususnya di Lewoingu bahwa si mantan Kepala Dinas Pendidikan itulah yang sibuk berkutak-katik di belakang layar sehingga membuat penanganan perkara pembunuhan tersebut terkatung-katung tak karuan. Duetnya dengan si "penguasa kampung Eputobi" membuat proses penanganan perkara kejahatan yang dilakukan adik kandungnya itu sempat terbengkalai, dan nyaris tertutup rapat selamanya. Dia pun berpartisipasi dalam upaya menggarap Petrus Naya Koten, sehingga si saksi mahkota itu pun sempat menarik kembali isi BAP-nya. Pendek kata, permainan dia di belakang layar sangat menentukan irama penanganan perkara pembunuhan tersebut pada waktu itu. Maka tak mengherankan bila ada yang sempat nyeletuk dia itu orang kuat.

Kini masyarakat Lewoingu sedang menanti penuh harap, semoga kado terindah itu akan menjadi kenyataan bagi mereka. Kado itu akan menjadi modal yang kuat bagi mereka untuk menata ulang tata hidup di kampung mereka, di desa mereka agar tumbuh dan berkembang lagi suasana hidup sehari -hari yang nyaman dan aman, yang adil dan damai. ***