Senin, 17 November 2008

Apa Yang Diinginkan Oleh Penjahat-Penjahat Eputobi Itu? (Bagian Pertama dari Tiga Tulisan)

Jawaban atas pertanyaan di atas dapat kita temukan dalam kata-kata yang pernah mereka ucapkan. Meskipun tanpa bukti, sejak Selasa pagi, 31 Juli 2007, mereka menyebarkan kabar bahwa Akim Maran itu mati karena kecelakaan lalu lintas. Dalam berbagai kesempatan, mereka berusaha mempertahankan kebohongan tersebut. Pada hari Rabu, 1 Agustus 2007, waktu gali kubur, Amsy Making sempat mengatakan begini, "Kene' ini meninggal bukan karena kecelakaan." Mendengar itu, Heri Kelen, anak dari Anis Kelen dan Marta Angin, langsung marah-marah. Dia tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Amsy Making. Bagi Heri Kelen, Akim Maran itu meninggal karena kecelakaan lalu lintas.

Pada hari Minggu, 5 Agustus 2007, seusai misa di gereja stasi Eputobi, Damasus Likuwatang Kumanireng selaku pelaksana tugas kepala desa Lewoingu mengumumkan bahwa kematian Akim Maran itu murni karena kecelakaan lalu lintas, bukan karena yang lain-lain. Dia lantas meminta masyarakat Eputobi untuk tidak membicarakannya lagi. Pernyataan tanpa dasar dan menyuruh masyarakat untuk tidak membicarakan perihal kematian tersebut merupakan bagian dari arogansi pemangku kekuasaan politik di desa Lewoingu. Dalam kata-kata itu tampak tekad untuk menutup-nutupi pembunuhan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen pada Senin malam 30 Juli 2007. Dengan cara itu, dia berusaha menumpulkan daya kritis masyarakat dalam menghadapi kejahatan besar itu. Sejak awal upaya itu digencarkan, karena keterlibatan aparatur desa dalam proyek kejahatan itu.

Sejak awal, perbuatan jahat yang bermotifkan politik itu ingin ditutup rapat. Dan mereka ingin agar masyarakat Eputobi mempercayai kebohongan yang mereka ciptakan dan sebarluaskan itu. Bahkan mereka pun berusaha melarang para warga masyarakat Eputobi untuk membicarakan perihal kematian orang yang tak bersalah itu. Mikhael Torangama Kelen sendiri berusaha keras melarang masyarakat Eputobi untuk percaya akan isi tulisan tentang pembunuhan Akim Maran yang dimuat di koran-koran lokal dan di internet. Dia menyuruh masyarakat Eputobi medengarkan dan mempercayai apa yang dia katakan. Upaya pembodohan masyarakat semacam itu dia lakukan untuk menutup rapat kejahatan yang dia dan teman-temannya lakukan pada Senin malam 30 Juli 2007.

Dari mulut Evi Kumanireng, kita pun bisa mengetahui bahwa para penjahat itu pun berusaha mencegah pihak keluarga korban untuk mencaritahu sebab sesungguhnya kematian Akim Maran. Yang mereka inginkan, pihak keluarga korban tidak perlu repot-repot mencaritahu sebab-musabab kematian Akim Maran. Menurut Evi Kumanireng, Akim Maran itu mati karena kecelakaan. Pada hari Jumat, 10 Agustus 2007, Evi Kumanireng bertanya begini, "Akim itu mati karena kecelakaan, atau karena Mike (maksudnya Mikhael Torangama Kelen) dan Lambe (maksudnya Lambertus Lagawuyo Kumanireng) yang pukul?" Keesokan harinya, Sabtu 11 Agustus 2007, Evi Kumanireng marah-marah sambil bertanya, "Jadi Mike dan Lambe yang pukul?" Tetapi dua pertanyaannya itu justru menunjukkan kepada kita apa yang ingin mereka sembunyikan.

Kata pukul (benge dalam bahasa Lewoingu) dipakai juga oleh Yanto Lubur pada hari Minggu 12 Agustus 2007. Sambil berteriak, orang ini bertanya, "Akim meninggal, siapa yang pukul?" Lantas Yoakim Tolek Kumanireng pun menggunakan kata pukul itu pada hari Minggu, 19 Agustus 2007. Waktu pesta sambut baru di Wolo, dia sempat mengeluarkan kata-kata begini, "Di jalan, saya melihat orang jatuh dari sepeda motor hingga masuk ke dalam got. Saya turun lalu memukulnya.".

Patut dicatat bahwa sejak 31 Juli 2007 hingga 19 Agustus 2007 belum ada orang lain di kampung Eputobi yang menyebut nama Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng sebagai orang-orang yang memukul Akim Maran hingga tewas. Dan mengapa orang seperti Yanto Lubur dan Yoakim Kumanireng itu pun menggunakan kata yang sama. Dari manakah kata pukul (benge) itu berasal? Tentu dari kenyataan yang menimpa Akim Maran pada Senin malam, 31 Juli 2007. (Bersambung)