Jumat, 31 Oktober 2008

Dari 26 Oktober 2007 ke 2 November 2007 (Bagian Terakhir dari Tujuh Tulisan)


Apa reaksi masyarakat Eputobi dan sekitarnya setelah mendengar pernyataan Kasat Lantas Polres Flores Timur bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran itu murni karena kecelakaan lalu lintas? Dan apa tindak lanjut dari pertemuan tersebut?

Di kubu Mikhael Torangama Kelen timbul kegembiraan. Mereka mengira bahwa urusan kematian Yoakim Gresituli Ata Maran sudah beres. Ekspresi kegembiraan mereka tampak antara lain dalam bentuk saling jabat tangan di antara mereka. Sambil berjabat tangan, ada yang mengatakan, "Sudah beres."

Mereka merasa posisi mereka lebih kuat ketimbang posisi pihak keluarga korban. Tetapi mereka lupa bahwa rasa kuat itu timbul bukan dari kebenaran , melainkan dari kebohongan demi kebohongan yang terungkap dalam dua kali pertemuan tersebut. Jika di aula Polres Flores Timur mereka berusaha membohongi keluarga korban, di pasar Eputobi, mereka berusaha membohongi masyarakat beradab di kampung Eputobi dan sekitarnya. Tetapi mereka lupa, bahwa sebagian besar masyarakat Lewoingu justru tidak percaya akan isi penjelasan Kasat Lantas Polres Flores Timur itu.

Memang di lingkungan masyarakat beradab di Lewoingu sempat timbul rasa khawatir dan tanda tanya. Dikhawatirkan kasus kematian orang yang tidak bersalah itu ditutup begitu saja. Ada yang sempat bertanya-tanya, "Apakah pengusutan atas kasus kematian Akim Maran dihentikan?" Tetapi rasa khawatir mereka kemudian surut setelah mendapat penjelasan bahwa pihak keluarga korban tidak akan membiarkan kasus pembunuhan disertai penganiayaan itu dihentikan begitu saja. Pihak keluarga akan terus berjuang untuk menampakkan kepada publik kebenaran dan keadilan.

Sebelumnya, kami sudah memperoleh informasi dari salah seorang anggota polisi yang bertugas di salah satu unit di Polres Flores Timur bahwa pihaknya tetap bekerja untuk mengusut kasus kriminal tersebut. Di antara polisi senior, ada yang menilai bahwa apa yang dikatakan dan dilakukan oleh oknum-oknum polisi tertentu itu keliru. Mengapa? Karena, apa yang disebut isi BAP dan Visum Dokter itu mestinya diberikan kepada keluarga korban, bukan diumumkan kepada publik. Ada anggota polisi yang sampai mengatakan begini, "Di seluruh dunia tidak ada polisi yang melakukan hal semacam itu." Anggota polisi yang tahu aturan justru mendorong pihak keluarga korban untuk terus berjuang demi kebenaran dan keadilan.

Sementara itu, perkembangan faktual di lapangan semakin bergerak ke arah yang bertentangan dengan pernyataan bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran murni karena kecelakaan lalu lintas. Karena itu dengan tenang, pihak keluarga korban berusaha menghadapi segala macam upaya untuk menghentikan pengusutan kasus kejahatan kemanusiaan itu. Apa pun tantangan dan risikonya, pihak keluarga korban siap menghadapinya.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh Kasat Lantas Polres Flores Timur serta segala macam omong kosong yang diperlihatkan oleh Mikhael Torangama Kelen dkk justru mendorong pihak keluarga korban untuk memperlihatkan kepada publik apa yang sesungguhnya terjadi pada Senin malam, 30 Juli 2007. Dalam rangka itu pihak keluarga korban pun berusaha mendisain ulang strategi perjuangan seraya mengantisipasi apa tindak lanjut Kapolres Flores Timur pascapertemuan hari Jumat, 26 Oktober 2007 di pasar Eputobi itu.

Pada tanggal 2 Nopember 2007, Kapolres Flores Timur, AKBP Abdul Syukur (NRP 65090581) menerbitkan surat dengan No Pol: B/1492/XI/2007/Res Flotim, Klasifikasi: BIASA, Perihal: Penjelasan masalah Kasus Laka Lantas. Surat itu ditujukan kepada para kepala desa sekecamatan Titehena di Flores Timur. Pada point 2 dalam suratnya, Abdul Syukur mengatakan,

"Sehubungan dengan Rujukan tersebut di atas bersama ini di sampaikan kepada para Kepala Desa bahwa pada hari kamis tanggal 25 Oktober 2007 bertempat di aula Polres Flores Timur telah diadakan pertemuan dengan keluarga korban dan pemerintah desa Lewoingu dalam rangka memberi penjelasan kepada keluarga korban tentang kronologis kejadian kasus Laka Lantas tanggal 30 Juli 2007 yang disampaikan oleh Kasat Lantas Polres Flores Timur, kemudian pada hari jumat tanggal 26 Oktober 2007 bertempat di Pasar Desa Lewoingu dilaksanakan acara yang sama dan di ikuti oleh keluarga korban, Pemerintah Desa Lewoingu dan Masyarakat Desa Lewoingu."

Pada point 3, Abdul Syukur menyatakan,

"Penjelasan kasat lantas tersebut di atas adalah menyampaikan hasil pemeriksaan saksi-saksi, olah TKP, dan Visum Dokter di simpulkan bahwa kejadian kecelakaan Lalu Lintas tanggal 30 Juli 2007 adalah murni kecelakaan Lalu Lintas."

Pada point 4, Abdul Syukur menyatakan,

"Agar para kepala Desa pada kesempatan pertama setelah di terima surat ini menyampaikan kepada masyarakatnya agar di pahami dan di mengerti."

Pada point 5, Abdul Syukur menyatakan,

"Demikian untuk maklum dan atas bantuan serta kerja sama di sampaikan terima kasih."

Dengan isi surat semacam itu Abdul Syukur ikut dalam barisan oknum-oknum polisi yang berusaha sekuat tenaga untuk melakukan kebohongan publik. Bahkan dia pun mengajak kepala desa sekecamatan Titehena di Flores Timur untuk melakukan hal yang sama. Ajakan formal untuk membohongi masyarakat sekecamatan Titehena itu mestinya tidak boleh dilakukan oleh Kapolres Flores Timur.

Dan coba perhatikan, dalam suratnya, Abdul Syukur menyebut tanggal 30 Juli 2007 sebagai tanggal terjadinya kecelakaan lalu lintas, yang menyebabkan kematian Yoakim Gresituli Ata Maran. Sedangkan menurut K. Melki Bagailan, kecelakaan lalu lintas yang menewaskan Yoakim Gresituli Ata Maran itu terjadi pada hari Selasa, 31 Juli 2007. Dari penyebutan tanggal yang berbeda itu saja, kita bisa melihat adanya upaya formal untuk merekayasa sebab kematian Yoakim Gresituli Ata Maran. Apa yang disebut kecelakaan lalu lintas itu tidak pernah terjadi di Blou, baik pada hari Senin 30 Juli 2007 maupun pada hari Selasa 31 Juli 2007. Karena itu aneh bin ajaib kalau dikatakan bahwa ada empat orang yang menjadi saksi terjadinya kecelakaan lalu lintas versi Kasat Lantas dan Kapolres Flores Timur itu. Kecelakaan lalu lintasnya saja tidak terjadi, bagaimana mungkin ada saksi-saksinya.

Pernyataan Kasat Lantas dan isi surat Kapolres Flores Timur itu membuat Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya besar kepala. Mereka kemudian tampil lebih percaya diri. Padahal sebelumnya, Mikhael Torangama Kelen dkk sangat ketakutan. Mereka takut ditangkap oleh polisi. Seandainya aparat kepolisian setempat menggebrak lebih cepat, Mikhael Torangama Kelen dkk tak bisa mengelak.

Yang jadi pertanyaan ialah, "Mengapa Kasat Lantas dan Kapolres Flores Timur begitu nekadnya untuk melakukan kebohongan publik?" Jawabannya sudah jelas, bukan? ***