Senin, 27 Oktober 2008

Oktober 2007 (Bagian Keenam)


Mikhael Torangama Kelen dkk serta Kasat Lantas rupanya merasa tidak cukup dengan pertemuan yang diadakan pada Kamis, 25 Oktober 2007 di ruang Ikatara Polres Flores Timur. Mereka pun sepakat untuk menggelar pertemuan di kampung Eputobi pada hari Jumat 26 Oktober 2007. Dengan menggelar pertemuan di kampung Eputobi, Mikhael Torangama Kelen dkk berharap perkara kematian Yoakim Gresituli Ata Maran dapat ditutup. Dengan demikian dia pun berharap dapat melenggang bebas ke panggung pelantikannya sebagai kepala desa Lewoingu 2007-2013.

Sesuai rencana, Jumat pagi 26 Oktober 2007, Kasat Lantas Flores Timur, K. Melki Bagailan serta timnya, muncul di kampung Eputobi. Sebelum pertemuan, mereka singgah di rumah Mikhael Torangama Kelen. Seusai pasar, pertemuan digelar di pasar desa Lewoingu. Dalam pertemuan pada hari itu, Kasat Lantas menjelaskan apa yang sudah dijelaskan di ruang pertemuan Ikatara pada hari Kamis, 25 Oktober 2007, di hadapan perwakilan keluarga korban dan sejumlah tamu yang tak diundang itu. Bedanya, dalam pertemuan di kampung Eputobi itu, Kasat Lantas membacakan seluruh isi BAP dan Visum Dokter. Dalam pertemuan pada hari Kamis, 25 Oktober 2007 di Polres Flores Timur, hanya sebagian isi BAP dan Visum Dokter yang dibocorkan kepada para peserta pertemuan.

Yang dimaksud BAP dalam pertemuan itu adalah Berita Acara Pemeriksaan atas Marse Kumanireng, Moses Hodung Werang, Belebang Hayon (Bang Hayon), dan Ito de Ornay. Oleh Kasat Lantas, keempat nama tersebut dijadikan saksi kecelakaan lalu lintas yang, menurut versinya, terjadi pada Selasa pagi, 31 Juli 2007. Padahal tidak ada satu pun kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada hari Selasa pagi, 31 Juli 2007 di Blou. Juga tidak ada satu pun kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada Senin malam, 30 Juli 2007. Marse Kumanireng tidak pernah menyaksikan terjadinya kecelakaan lalu lintas pada Senin malam 30 Juli 2007 atau pada Selasa pagi 31 Juli 2007. Demikian pula halnya dengan Moses Hodung Werang, Bang Hayon, dan Ito de Ornay. Jadi kecelakaan lalu lintas itu hanya ada dalam imajinasi Kasat Lantas dan Mikhael Torangama Kelen dkk, tetapi tidak ada dalam kenyataan. Kebohongan terjadi ketika apa yang tidak terjadi dikatakan terjadi. Kebohongan juga terjadi ketika nama orang-orang yang tidak melihat terjadinya sesuatu dijadikan saksi untuk terjadinya sesuatu itu.

Dalam pertemuan itu Kasat Lantas pun membaca seluruh isi Visum Dokter yang dibuat pada hari Selasa pagi, 31 Juli 2007 di Puskemas Lewolaga. Visum Dokter menunjukkan bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran mengalami luka sangat parah hanya di kepala dan wajahnya. Tulang tengkorak remuk. Tengkorak belakang terlepas dari posisinya. Ada robekan menyilang dari pipi kanan melewati mata kanan sampai alis mata kanan bagian atas. Mata kiri sangat memar, bengkak, dan berwarna biru. Pipi kiri juga memar dan bengkak sampai dekat ujung hidung. Bibirnya juga sangat memar. Dan darah keluar dari mulut dan hidungnya. Cedera berat di kepala dan wajah korban itu terjadi akibat hantaman benda keras tumpul. Tidak ada satu pun kata dalam Visum Dokter yang menyebutkan bahwa cedera pada kepala dan wajah korban itu akibat kecelakaan lalu lintas.

(Sebagai tambahan, patut pula dicatat di sini bahwa pada hari Minggu, 21 Oktober 2007, Ma Kumanireng mendesak Kepala Puskemas Lewolaga untuk memberikan kepadanya Visum Dokter atas jenazah almarhum Yoakim Gresituli Ata Maran. Tetapi permintaan itu ditolak. Siapa yang berada di balik upaya mencari tahu Visum Dokter itu?)

Isi Visum Dokter mengindikasikan bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran bukan karena kecelakaan lalu lintas. Tetapi Kasat Lantas Polres Flores Timur secara tegas menyatakan bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran itu murni karena kecelakaan lalu lintas. Pernyataan Kasat Lantas ini disambut dengan tepuk tangan meriah dan sorak gembira oleh Mikhael Torangama Kelen dkk. Mereka merasa gembira karena pembunuhan yang mereka rancang dan mereka lakukan itu akan tertutup secara formal. Itu perkiraan mereka.

Dalam sesi tanya jawab, Simon Dalu Kumanireng, Yohanes Ola Kumanireng, Geroda Tukan, Mikhael Torangama Kelen, Eman Werong Weruin, dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng angkat bicara mewakili kelompok mereka. Selain mereka, seorang mantan guru bernama Boli Manuk pun ikut bersuara.

Simon Dalu Kumanireng bilang begini, "Ada orang-orang tertentu yang menuduh anak kami Yoakim Kumanireng dan adiknya membunuh Yoakim Maran. Kami keluarga Kumanireng akan menuntut orang-orang tersebut ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik." Padahal sampai dengan tanggal 26 Oktober 2007 itu belum ada tuduhan seperti yang mereka maksudkan itu. Mikhael Torangama Kelen dan Yoakim Kumanireng pernah melapor beberapa orang dari pihak keluarga korban ke Pos Polisi Titehena di Lewolaga dengan tuduhan pencemaran nama baik. Tetapi di Pos Polisi tersebut, pada hari Rabu, 26 September 2007, Mikhael Torangama Kelen dan Yoakim Kumanireng gagal membuktikan kebenaran isi laporan mereka itu. Mereka hanya merasa dituduh.

Yohanes Ola Kumanireng bilang begini, "Kami merasa tidak aman. Kami merasa diteror. Saya minta kepada polisi untuk menghadirkan Plasidus Nuba Maran, karena suratnya kepada polisi benar-benar meresahkan kami. Plasidus Maran, Yustina Maran, dan Rafael Maran adalah orang-orang bukan warga desa ini. Mereka itu pendatang. Mereka hanya membuat warga desa menjadi tidak aman." Di kemudian hari, tuduhan itu dibantah sendiri oleh salah seorang dari kelompok mereka. Orang yang membantah itu sampai mengatakan, "Bagaimana mau damai kalau kita nilai mereka seperti itu." Kata-kata itu dia ucapkan, karena di dalam kenyataan, ketiga orang anak Bernardus Sani Ata Maran itu bukan pendatang dan tidak pernah menjadi pengacau kampung Eputobi. Pendek kata, tidak ada satu pun anak Bernardus Sani Ata Maran dan Yosefina Muko Kumanireng, yang menjadi pengacau di kampung Eputobi dan di mana pun mereka berada.

Geroda Tukan mengatakan begini, "Kami merasa tidak aman. Kami merasa diteror. Anak kami dituduh membunuh Yoakim Maran. Kami minta pihak yang menuduh anak kami agar memberikan bukti-bukti atas tuduhan tersebut. Setiap kali kami bepergian ke desa-desa lain, orang-orang di sana pasti berbicara tentang kasus ini. Saya minta kepada bapak polisi agar memberikan penjelasan kepada warga desa sekitar supaya mereka bisa tahu bahwa kematian Yoakim Maran karena kecelakaan lalu lintas." Yang jadi pertanyaan ialah mengapa anda dan pihak anda harus merasa tidak aman, ketika mendengar orang berbicara tentang kasus kematian orang yang tidak bersalah itu? Adakah peraturan yang melarang orang untuk membicarakan kasus pembunuhan semacam itu?

Mikhael Torangama Kelen menyinggung isi spanduk yang dipasang di San Do Minggo, Larantuka yang mengimbau orang agar jangan mengendarai kendaraan bermotor dalam keadaan mabuk. Dan kepada keluarga korban, dia juga berpesan begini, "Jika keluarga korban belum puas dengan penjelasan ini, silahkan melapor kepada polisi di Kupang atau di Jakarta. Saya menyarankan kepada orang-orang yang belum puas supaya melakukan sumpah adat." Beranikah si Mikhael Torangama Kelen ini disumpah secara adat? Atau, beranikah si Mikhael Torangama Kelen ini disumpah menurut agama? Jawabannya jelas, dia tidak berani?

Eman Werong Weruin mengatakan, "Ada oknum-oknum tertentu yang berusaha untuk menggagalkan pelantikan kepala desa terpilih. Oknum-oknum tersebut memberikan informasi secara lisan dan tertulis kepada Kabag Tatapem bahwa kematian Yoakim Maran ada kaitannya dengan proses pemilihan kepala desa Lewoingu. Oleh karena itu, saya mohon kepada oknum-oknum tersebut supaya menghentikan usaha-usahanya dalam menggagalkan pelantikan kepala desa terpilih." Perlu dicatat, bahwa orang ini adalah guru SDK Eputobi. Tanpa melalui proses pemilihan, dia diangkat menjadi ketua BPD Lewoingu. Kasak-kusuknya untuk membela Mikhael Torangama Kelen terbilang luar biasa. Peraturan mana yang membenarkan, pengangkatan seorang guru, seorang pegawai negeri sipil untuk menjadi ketua BPD?

Lambertus Lagawuyo Kumanireng mengatakan bahwa kita ini kakak-beradik, dan bersaudara ipar satu sama lain. Karena itu kita ini tidak boleh saling membenci dan saling bermusuhan. Setiap manusia pasti mempunyai kesalahan. Oleh karena itu kita harus melupakan masa lalu dan saling memaafkan. Lalu dia juga berpesan begini, "Jangan lagi melempar bola panas." Bicara tidak saling membenci dan tidak saling bermusuhan itu mudah sekali. Tetapi dia sendiri sangat iri dan membenci Yoakim Gresituli Ata Maran.

Dalam sejarah Lewoingu, sukunya si Lambertus Lagawuyo Kumanireng itu bersaudara dengan sukunya Yoakim Gresituli Ata Maran. Tetapi di mana si Lambertus Lagawuyo Kumanireng bersembunyi ketika Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal? Lantas begini, dalam urusan yang berkaitan dengan kasus pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran, anda kok begitu sibuknya mengintimidasi dan mengancam orang-orang yang dianggap membantu pihak keluarga korban untuk membongkar kasus kejahatan tersebut. Mengapa anda mengancam memotong seorang saksi dengan parang? Mengapa anda pun menjadi sangat tidak tenang setelah barang-barang bukti kejahatan Senin malam 30 Juli 2007 ditemukan dan dibawa ke kampung Eputobi? Mengapa anda sendiri yang melempar bola panas ke sana kemari, ke seluruh pelosok kampung Eputobi, lalu anda berpesan kepada orang lain untuk tidak lagi melempar bola panas? Bukankah anda juga, yang pernah mengeluarkan ancaman, "Kalau kepala desa terpilih tidak dilantik akan terjadi pertumpahan darah."

Sementara itu suara yang tampak netral datang dari pak Boli Manuk. Mantan guru ini mengatakan bahwa kasus kematian Yoakim Maran benar-benar meresahkan warga desa Lewoingu. Oleh karena itu, saya minta kepada polisi agar segera menangani kasus tersebut."

Selama pertemuan itu berlangsung pihak keluarga korban tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ini sesuai dengan kesepakatan yang dibuat sebelum pertemuan itu diselenggarakan. Tidak mengeluarkan kata-kata dalam pertemuan semacam itu bukan berarti bahwa pihak keluarga korban menyetujui apa yang dikatakan oleh Kasat Lantas. Apa yang dikatakan oleh Kasat Lantas baik dalam pertemuan di Polres Flores Timur di Larantuka maupun dalam pertemuan di kampung Eputobi justru mendorong pihak keluarga korban untuk memperlihatkan kepada publik bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran murni karena pembunuhan. *** (Bersambung)