Sabtu, 18 Oktober 2008

Oktober 2007 (Bagian Kelima)

Setelah dilobi oleh Mikhael Torangama Kelen dkk, Kapolres Flores Timur mengeluarkan surat undangan kepada Lurah Balela, Larantuka dan kepada kepala desa Lewoingu. Isi surat undangan bertanggalkan 23 Oktober 2007 adalah: "Mohon kehadiran anggota keluarga korban, pada hari Kamis 25 Oktober 2007, di aula Ikatara Polres Flores Timur untuk mendapatkan penjelasan tentang penanganan kasus laka lantas yang terjadi pada hari Selasa tanggal 31 Juli 2007 di jalan negara jurusan Larantuka-Maumere tepatnya di Blou desa Lewolaga, kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur." Anggota keluarga korban yang diundang adalah: 1) Rafael Raga Ata Maran, 2) Plasidus Nuba Ata Maran, 3) Yustina Ata Maran, 4) Elisabet Lein, 5) Anisetus Singo Tukan, 6) Yosep Torang Kehluer, 7) Pius Keluang Koten, 8) Maria Immakulata Lito Kumanireng.

Oleh PLT kepala desa Lewoingu, surat undangan itu diubah perihalnya menjadi panggilan polisi. Padahal konotasi "panggilan polisi" berbeda dengan konotasi "undangan kapolres." Surat yang sudah diubah perihalnya itu ditujukan kepada 1) Yosep Torang Kehuler, 2) Pius Keluang Koten, 3) Anisetus Singo Tukan, 4) Maria Immakulata Lito Kumanireng. Surat ini mereka terima pada hari Rabu sore 24 Oktober 2007.

Kamis 25 Oktober 2007 sebelum pukul 10.00 waktu setempat orang-orang yang diundang itu sudah berada di depan aula Ikatara Polres Flores Timur. Pada pukul 10.01 pertemuan dimulai di ruang Ikatara bagian dalam. Pertemuan dipimpin oleh Kasat Lantas Polres Flores Timur, K. Melki Bagailan. Kasat Lantas didampingi oleh seorang Polwan bernama Romakia dan polisi Agus Kuswanto (di sebelah kanan) dan Kapospol Titehena, Fransiskus R. L. (di sebelah kiri). Pokok pembicaraannya adalah "penjelasan tentang penanganan kasus laka lantas yang terjadi pada hari Selasa 31 Juli 2007 di jalan negara jurusan Larantuka-Maumere tepatnya di Blou desa Lewolaga, kecamatan Titehena, kabupaten Flores Timur."

Di saat pertemuan akan dimulai Kasat Lantas mengizinkan sejumlah orang yang tidak diundang memasuki ruang pertemuan. Protes pihak keluarga korban atas kehadiran tamu-tamu tak diundang itu tidak digubris oleh Kasat Lantas. Rupanya sebelum pertemuan, Kasat Lantas sudah bermain mata dengan tamu-tamu tak diundang itu. Tamu-tamu tak diundang itu terdiri dari 1) Damasus Likuwatang Kumanireng (PLT kepala desa Lewoingu), 2) Lambertus Lagawuyo Kumanireng, 3) Kristianus Noe Kumanireng alias Ma Kumanireng, 4) Emanuel Werong Weruing, 5) Laurensius Kwen, 6) Paulus Suban Kwen alias Pote Kwen, 7) Clara Lito Kwen, 8) Mikhael Torangama Kelen.

Dalam pertemuan itu, Kasat Lantas melakukan hal yang pada dasarnya tidak patut dilakukan oleh seorang anggota polisi. Kasat Lantas Polres Flores Timur bernama K. Melki Bagailan itu membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)di hadapan peserta pertemuan itu. Selain itu, dia juga membacakan Visum Dokter terhadap jenazah Akim Maran. Padahal BAP dan Visum Dokter itu bersifat rahasia. Dalam proses penyelidikan atau penyidikan, hanya polisi dan keluarga korban yang boleh mengetahuinya.

Selain itu Kasat Lantas menyatakan bahwa kematian saudara Yoakim Gresituli Ata Maran adalah murni kecelakaan lalu lintas. Pernyataannya ini merupakan ulangan atas pernyataannya yang disampaikan dalam suratnya kepada keluarga korban (surat tanggal 12 Oktober 2007). Padahal tidak terjadi kecelakaan lalu lintas di Blou pada Selasa pagi, 31 Juli 2007 atau pada Senin malam, 30 Juli 2007. Jadi jelas bahwa K. Melki Bagailan melakukan kebohongan untuk memenuhi permintaan Mikhael Torangama Kelen dkk. Tentu ada sesuatu yang membuat seorang Kasat Lantas mau mengeluarkan pernyataan tanpa dasar semacam itu.

Lalu seperti apa perilaku tamu-tamu tak diundang itu? Kehadiran mereka lebih untuk merecoki jalan pertemuan. Dalam sesi tanya jawab dan usul saran, mereka pun bersuara. Tetapi mereka mengarahkan pembicaraan ke masalah lain, yaitu masalah pelantikan kepada desa terpilih atas nama Mikhael Torangama Kelen, yang tertunda-tunda. Mereka mendesak dan meminta Kapolres menyurati Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Flores Timur agar pelantikan kepala desa Lewoingu terpilih segera dilaksanakan.


Mikhael Torangama Kelen sendiri menyatakan begini, "Saya minta keluarga (maksudnya keluarga korban), kalau ada bukti silahkan proses, tetapi ingat, semua ini tergantung pada modal. Siapa yang punya uang, yang benar bisa jadi salah dan yang salah bisa bisa jadi benar." Si Mikhael Torangama Kelen juga menyarankan, "Saya minta pihak kepolisian untuk memfasilitasi kami melakukan sumpah adat di kampung."

Kata-katanya itu jelas pada dirinya sendiri, karena itu tak perlu ilmu tafsir yang canggih untuk mengerti artinya. *** (Bersambung)