Kamis, 09 Oktober 2008

Oktober 2007 (Bagian Pertama)

Oktober 2008 sudah berlangsung seminggu lebih. Di kampung Eputobi, bulan Oktober 2008 diawali dengan upacara Komuni Pertama (Sambut Baru) untuk 20 orang anak SDK St. Pius X. Pesta Sambut Baru dirayakan secara sederhana. Hingga memasuki minggu kedua Oktober 2008, tak ada kehebohan yang menonjol di kampung Eputobi. Memang tetap ada keprihatinan dan keresahan di kalangan masyarakat beradab, keprihatinan dan keresahan akan lambannya gerak maju proses penanganan perkara pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran. Tetapi hidup toh tetap harus dijalani.

Lambannya penanganan perkara kejahatan kemanusiaan Senin malam 30 September 2007, mengingatkan saya akan apa-apa yang terjadi pada bulan Oktober 2007. Pada hari Selasa 2 Oktober 2007, saya bersama seorang kakak kandung saya ke Boru untuk menanyakan perkembangan penanganan perkara pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran kepada Kapolsek Wulanggitang. Di kantor Polsek Boru, Petrus Naya Koten dan anaknya sudah menunggu kedatangan kami. Sebelumnya dia memang meminta bantuan saya untuk mengurus administrasi sepeda motornya yang ditahan di Polsek Boru sejak tanggal 2 Oktober 2007.

Waktu saya bersama kakak saya bertemu Kapolsek Boru, Petrus Naya Koten pun hadir. Dari pertemuan dengan Kapolsek Boru pada hari itu, saya dapat mengetahui bahwa kasus pembunuhan Akim Maran tidak mendapat perhatian yang layak dari aparat kepolisian setempat. Informasi yang dimiliki oleh Kapolsek Boru pada hari itu hanya sebatas laporan dari intelnya. Pada hari Sabtu, 4 Agustus 2007, intel itu mengatakan kepada saya, Akim Maran itu meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Padahal intel itu sendiri belum melakukan penyelidikan secara luas dan mendalam tentang sebab sesungguhnya kematian Akim Maran.

Di luar pertemuan dengan Kapolsek Boru, saya sempat berdiskusi dengan seorang anggota polisi, yang pada hari Selasa 31 Juli 2007, setelah jenazah Akim Maran ditemukan, datang ke Blou. Polisi muda itu mengatakan kepada saya bahwa menurut pengamatannya, yang terjadi di Blou adalah kecelakaan lalu lintas. Tetapi ketika kepada dia saya bertanya, "Kalau terjadi kecelakaan lalu lintas, mengapa sepeda motor yang dikendarai korban dari Lato tidak mengalami kerusakan," polisi itu tidak bisa menjawab.

Bersama polisi itu, kami lalu memeriksa kondisi sepeda motor Yamaha Jupiter (milik Petrus Naya Koten) yang pada Senin malam 30 Juli 2007 dikendarai oleh Akim Maran dari Lato menuju kampung Eputobi. Keadaan sepeda motor itu, sejauh tampak di mata saya, dan sejauh yang dituturkan oleh pemiliknya sendiri kepada saya, cocok dengan apa yang pernah disampaikan oleh arwah Akim Maran sendiri. Sepeda motor itu tidak mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan pengendaranya tewas di tempat kejadian perkara. Diskusi dengan polisi itu lalu berhenti di tempat kami memeriksa keadaan sepeda motor itu.

Keesokan harinya, Rabu, 3 Oktober 2007, pukul 17 waktu setempat, di Hokeng, seorang biarawati SSps menyampaikan kepada salah seorang kakak korban, bahwa salah seorang pelakunya berkulit hitam, bertubuh pendek. Ciri itu mengacu pada salah seorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia adalah orang yang pada Senin malam, 30 Juli 2007 memalang sepeda motor GL hitam yang dikendarainya di tengah jalan di tikungan sebelum Tobi Bele'eng untuk menghentikan gerak maju sepeda motor yang dikendarai oleh Akim Maran. Akim Maran yang berusaha lolos dari hadangan para penjahat itu menabrak sepeda motor si hitam pendek itu. Bersama sepeda motor GL hitamnya, si hitam pendek itu jatuh ke aspal.

Sejak Selasa 31 Juli 2007, si hitam pendek tidak keluar rumah, karena menderita sakit kepala yang hebat. Lebih dari satu minggu dia tidak keluar rumah. Di kemudian hari, seorang intel yang memantau gerak-geriknya menceriterakan bahwa bagian belakang kepala dan leher si hitam pendek itu terluka. Untuk menyembuhkan sakitnya jasa Mari' Sogen diminta. Menurut Mari' Sogen, si hitam pendek itu cedera karena dipukul oleh nitung (hantu?) di Waidang pada tahun 2004. Mendengar omongan Mari' Sogen itu, orang-orang pada tertawa geli. Masa' nitung bisa memukul orang hingga cedera, apalagi pukulannya itu terjadi pada tahun 2004 dan lukanya baru terjadi pada bulan Agustus 2007.

Intel yang sama juga menceriterakan bahwa setelah mulai pulih dan bisa keluar rumah, si hitam pendek selalu mengenakan helm dan jeket, yang kerahnya dbiarkan menutupi seluruh bagian lehernya, termasuk ketika dia ke pesta dan ke pasar. Selama mengikuti pesta helm tetap menutupi kepalanya dan kerah jeket pun tetap menutupi seluruh batang lehernya. Untuk apa? Untuk menutupi luka di kepala dan di lehernya itu. Itu juga berarti untuk menutupi perbuatan jahat yang dilakukannya pada Senin malam 30 Juli 2007. Luka di kepala dan lehernya itu merupakan cap yang menandakan keterlibatannya sebagai salah satu pelaku utama pembunuhan Akim Maran pada Senin malam, 30 Juli 2007.

Pada minggu pertama bulan Oktober 2007 itu keadaan di kampung Eputobi sunyi sepi dari arogansi-arogansi orang-orang yang sejak Selasa 31 Juli 2007 terindikasi sebagai pembunuh Akim Maran. Sebelumnya, arogansi mereka bukan main-main. *** (Bersambung)