Jumat, 10 Oktober 2008

Oktober 2007 (Bagian Kedua)

Minggu 7 Oktober 2007, tak ada misa di gereja Eputobi. Yang ada ibadat sabda. Saya pun menghadiri ibadat sabda itu. Seusai ibadat sabda, saya bersama dua orang saudara saya mampir ke kubur anak pertama dari almarhum Akim Maran. Kuburnya terletak di tengah kampung Eputobi. Dari situ kami mampir ke rumah bapak Doweng Kelen. Di rumah bapak Doweng Kelen, kami ngobrol cukup lama dalam suasana santai. Hadir pula dalam obrolan itu bapak Sani Manuk.

Seusai makan siang, kami ke Lato, ibu kota kecamatan Titehena. Di Lato kami menjaring informasi bahwa sekitar jam 13.00 waktu setempat Senin 30 Juli 2007, Akim Maran dan Marse Kumanireng tiba di tempat Nebo. Pada hari itu di rumah bapak Jewani Hayon diselenggarakan Nebo untuk almarhumah ibu Maria Ose Sogen. Seorang saksi mata menceriterakan, bahwa waktu tiba di acara Nebo itu, Akim Maran kelihatan kurang tenang. Dia sering keluar masuk rumah. Ini merupakan hal yang tidak biasa bagi mereka yang sudah mengenalnya secara dekat.

Tampaknya kekurangtenangan penampilan Akim Maran pada siang hari itu berkaitan dengan kenyataan, bahwa di Lato pada siang hari itu juga berkumpul dan berkeliaran orang-orang Eputobi yang selama ini memusuhi, membenci, dan mengincarnya. Mikhael Torangama Kelen dan anggota komplotannya hadir di sana. Mikhael Torangama Kelen sempat dipergoki berdiri di gang dekat acara Nebo diselenggarakan. Seraya bercekak pinggang selama beberapa saat dia melihat ke arah rumah tempat Nebo diselenggarakan. Salah satu anggota komplotannya, yaitu Yoka Kumanireng sempat makan di acara Nebo itu. Di Lato, mereka membayang-bayangi Akim Maran secara ketat, sejak siang hari hingga sore dan malam, termasuk ketika dia bersama Marse Kumanireng menempuh perjalanan dari Lato hingga Bokang.

Pada hari Selasa pagi, 9 Oktober 2007, di kampung Eputobi, orang bernama Yoka Kumanireng, sambil memegang linggis, berpesan begini: "Bilang mereka yang di sebelah sana (maksudnya mereka yang di sebelah barat), jangan lagi lewat ke sini (maksudnya: kalau bepergian ke arah timur, jangan lagi lewat di jalan yang termasuk wilayah timur). Kalau mereka lewat ke sini, saya akan memukul mereka." Salah satu kebiasaan orang ini adalah mengancam orang tanpa alasan yang jelas. Sementara itu, kalau sedang berkumpul, termasuk dalam kumpulan untuk doa bersama, bapak anak itu sering berceritera sendiri kepada orang-orang lain bahwa anaknya dituduh membunuh Akim Maran. Padahal tidak ada orang yang bertanya kepada dia tentang hal tersebut.

Pada hari Selasa ini juga saya bertemu dengan bapak Moses Hodung Werang, orang yang pada Selasa pagi, 31 Juli 2007 menemukan jenazah Akim Maran di Blou. Pagi itu dia berjalan kaki dari arah Wairunu ke Lewolaga. Di dekat sebuah deker di Blou, matanya menangkap pantulan cahaya dari dalam parit, di sebelah kiri jalan. Dia lalu mendekat untuk melihat barang apa yang terdapat di sana, sehingga dapat memantulkan cahaya. Ternyata di bawa sana terdapat sebuah sepeda motor. Tidak hanya itu. Di sebelah kanan sepeda motor itu, agak di bawah, dia melihat seseorang tergeletak dalam keadaan tidak bernyawa. Pada waktu itu dia belum mengetahui bahwa orang yang sudah tak bernyawa itu adalah Akim Maran.

Dia kemudian bergegas ke Lewolaga untuk melaporkan penemuannya itu ke Pos Polisi Titehena. Bersama polisi, dia kembali ke Blou. Waktu itu baru dia mengetahui bahwa orang yang sudah tak bernyawa itu adalah Yoakim Gresituli Ata Maran. Sekitar lima belas menit kemudian, muncul Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng dari Eputobi dengan sepeda motor, tanpa mengenakan helm. Melihat kehadiran polisi di situ, Mikhael Torangama Kelen berusaha tancap gas. Tetapi setelah Kapospol Titehena meniupkan peluitnya tanda berhenti, Mikhael Torangama Kelen pun menghentikan sepeda motornya. Kepada polisi itu dia mengaku mengenal siapa orang yang sudah tak bernyawa itu. Bunyi komentar Mikhael Torangama Kelen di Blou ialah "Ini baru rasa." Komentar ini merupakan lanjutan kata-kata dia kepada Akim Maran pada Senin malam 30 Juli 2007, "Kamu keras kepala." Dia yang mengatur semua strategi, mulai dari penghadangan hingga pengeroyokan yang menyebabkan kematian Akim Maran. Pagi itu, dia bersama Lambertus Lagawuyo Kumanireng berpura-pura baru tahu tentang kematian Akim Maran. Padahal merekalah yang menjadi penyebab kematian orang yang tak bersalah itu.

Pada hari Rabu, 10 Oktober 2007, saya berada di Polres Flores Timur. Kasat Reskrim yang kami temui siang itu memberikan respons yang kurang jelas tentang penanganan kasus pembunuhan Akim Maran. Kepada Kasat Reskrim saya menyampaikan harapan agar kasus pembunuhan itu sungguh-sungguh diusut hingga tuntas.

Kamis, 11 Oktober 2008, bersama seorang kakak, saya ke Boru untuk menemui lagi Kapolsek Wulanggitang. Pada hari itu Kapolsek Wulanggitang kelihatan kurang bersemangat. Ketika saya menegaskan bahwa kasus kematian Akim Maran perlu diusut hingga tuntas oleh aparat kepolisian, karena terdapat indikasi-indikasi yang jelas bahwa kematiannya akibat pembunuhan, pak Kapolsek itu pun mengatakan bahwa mungkin juga dia meninggal karena kecelakaan lalu lintas.

Dari pertemuan kedua dengan pak Kapolsek Wulanggitang di Boru, saya lantas berani berkesimpulan bahwa tak ada tekad yang jelas dari aparat kepolisian setempat untuk mengusut hingga tuntas kasus kematian Akim Maran. Bahkan terdapat upaya dari oknum-oknum polisi tertentu untuk menggiring publik untuk mempercayai isu bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran itu murni karena kecelakaan lalu lintas. Salah seorang yang mau dperalat untuk menyebarkan isu yang tidak berdasar itu adalah pelaksana tugas kepala desa Lewoingu, bernama Damasus Likuwatang Kumanireng Blikopukeng. Di depan gereja Eputobi, pada hari Minggu, 30 September 2007, seusai ibadat sabda, dia sendiri menjelaskan, bahwa polisi menyuruh dia untuk menyampaikan hal tersebut kepada warga Eputobi. Di Lewolaga, pada hari Rabu 26 September 2007, Kapospol Titehena sempat mengatakan bahwa informasi bahwa kematian Akim Maran karena kecelakaan lalu lintas itu berasal dari polisi. Hal yang sama pernah disampaikan pula oleh seorang intel Polres Flores Timur kepada saya.

Di tingkat Polres Flores Timur, hanya bagian intel yang sempat serius melakukan pengusutan atas perkara kematian Akim Maran. Tetapi seperti apa hasil kerja mereka, tidak jelas hingga kini. *** (Bersambung)