Jumat, 17 Oktober 2008

Oktober 2007 (Bagian Keempat)

Beberapa kali Petrus Naya Koten mengeluh kepada saya tentang sepeda motornya yang ditahan di Polsek Wulanggitang di Boru sejak hari Selasa 2 Oktober 2007. Katanya, "Kalau sepeda motornya ditahan, saya kesulitan mencari uang untuk membayar cicilan kreditnya." Dia juga berceritera bahwa sisa kreditnya sekitar Rp 3 juta rupiah. Dia khawatir, kalau cicilannya mandeg, sepeda motornya ditarik oleh dealer. Oleh karena itu dia meminta bantuan saya untuk mengurus agar sepeda motor itu dapat dipinjam pakai untuk mengojek.

Waktu ditemui di kantornya di Polres Flores Timur, Kasat Lantas sendiri mengatakan bahwa soal pinjam pakai itu dapat diproses asal pemilik sepeda motor mengajukan permohonan ke Kasat Lantas Polres Flores Timur. STNK asli sepeda motor itu akan tetap ditahan. Kepada pemilik sepeda motor akan diberikan surat yang untuk sementara berfungsi sebagai pengganti STNK. Untuk itu, Petrus Naya Koten datang menemui saya. Dia meminta bantuan saya untuk membuat surat permohonan dimaksud. Tetapi karena ada kesibukan lain, saya meminta bantuan saudara saya untuk menyusun surat permohonan yang diperlukannya.

Dengan membantu dia, dia pun diharapkan akan mau diajak ke Maumere untuk mencek kembali informasi sangat penting yang pernah dia ceriterakan kepada beberapa orang di kampung Eputobi. Jika informasi itu dapat diperoleh dari sumbernya, maka jalan ke arah pembongkaran hingga tuntas kasus pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran lebih terbuka. Sebelumnya, Petrus Naya Koten sempat menyanggupkan diri ke Maumere bersama dua atau tiga orang saudara kami untuk mencek kembali informasi termaksud. Tetapi pada hari yang telah ditentukan, dia sendiri yang membatalkannya. Pembatalannya yang bersifat mendadak itu menimbulkan tanda tanya. Mengapa dia mengurungkan niatnya ke Maumere?

Setelah surat permohonannya diajukan, Petrus Naya Koten diminta untuk menemui Kasat Lantas di Polres Flores Timur pada hari Senin 22 Oktober 2007. Maka pada pagi hari ini dia bersiap diri untuk pergi ke kota Larantuka. Sebelum naik angkutan umum, Petrus Naya Koten kelihatan serius brdiskusi dengan Mikhael Torangama Kelen di pinggir jalan dekat rumah orang yang pada waktu itu berstatus sebagai kepala desa terpilih. Rupanya semua urusan yang pernah dia sampaikan kepada saya dan saudara-saudara saya itu sudah dia laporkan kepada Mikhael Torangama Kelen. Dan karena urusan yang dihadapinya pada hari ini merupakan momen yang dapat menggiring mereka ke urusan pokok yang selama ini mereka usahakan untuk dihindari, maka Mikhael Torangama Kelen pun menyanggupkan diri untuk membantu membebaskan sepeda motor Petrus Naya Koten dari tahanan. Sebelum naik angkutan umum, Mikhael Torangama Kelen berpesan kepada Petrus Naya Koten, "Engkau lebih dulu ke atas, nanti saya menyusul." Di sepanjang jalan menuju kota Larantuka Petrus Naya Koten tidak bersuara apa-apa. Dia hanya duduk termenung. Padahal di dalam angkutan umum itu terdapat orang-orang yang dia kenal baik.

Menjelang siang, Mikhael Torangama Kelen dan beberapa temannya muncul di Polres Flores Timur. Sedangkan batang hidung Petrus Naya Koten tidak kelihatan di sana. Padahal pada hari itu dia perlu mengurus izin pinjam pakai sepeda motornya yang ditahan di Polsek Boru. Tidak jelas di mana dia menyembunyikan diri. Tetapi jelas, bahwa Mikhael Torangama Kelen yang menangani urusannya itu dengan Kasat Lantas Polres Flores Timur. Kesempatan itu dipakai oleh Mikhael Torangama Kelen dkk untuk membuat kesepakatan untuk mengadakan suatu pertemuan di Polres Flores Timur pada hari Kamis, 25 Oktober 2007. Seorang intel menceriterakan bahwa pada hari itu, Mikhael Torangama Kelen juga melobi Kapolres Flores Timur. Hasil lobi dengan Kasat Lantas dan Kapolres Flores Timur nampak jelas beberapa hari sesudahnya.

Yang menarik untuk diperhatikan ialah bahwa sejak Senin 22 Oktober 2007 itu, Petrus Naya Koten memutuskan hubungan dengan keluarga Ata Maran. Sejak hari itu dia mulai menampakkan secara jelas di mana sesungguhnya posisi dia dalam kasus kematian Yoakim Gresituli Ata Maran. Kecurigaan beberapa orang di Eputobi selama itu tentang keikutsertaan dia dalam pelaksanaan proyek Mikhael Torangama Kelen di Blou mulai menemukan jawabannya. Sejak hari itu, dia pun tak mampu lagi membangun relasi-relasi sosial yang baik dengan berbagai pihak di blok barat kampung Eputobi.

Yang jadi pertanyaan ialah, "Mengapa si Mikhael Torangama Kelen sampai harus memasang badan untuk Petrus Naya Koten?" Jawabannya mudah ditemukan. Mikhael Torangama Kelen takut kalau Petrus Naya Koten membuka apa yang selama ini mereka rahasiakan bersama. Karena itu, Mikhael Torangama Kelen yang maju menghadapi Kasat Lantas untuk membereskan urusan sepeda motor itu sambil mencari-cari peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meloloskan diri dari jerat hukum.

Anda harus ingat, dalam jaringan mereka, Petrus Naya Koten merupakan mata rantai yang paling lemah. Sehingga dia ini sering diingatkan untuk berhati-hati agar apa yang menjadi rahasia itu tidak sampai bocor oleh kelengahannya. *** (Bersambung)