Jumat, 30 Januari 2009

Horeee...., si koruptor dan tersangka pembunuh itu jadi kepala desa Lewoingu

Ini bukan kisah fiktif, tetapi kisah nyata. Ya, kisah nyata tentang dikembalikannya posisi seseorang yang jelas-jelas melakukan korupsi sebagai kepala desa Lewoingu. Yang lebih seram ialah kenyataan bahwa si koruptor itu pun jadi salah seorang tersangka dalam perkara pembunuhan atas seorang warga desa Lewoingu bernama Yoakim Gresituli Ata Maran. Peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Senin malam 30 Juli 2007. Tempat kejadian perkaranya merentang mulai dari Tobi Bele'eng hingga Blou yang terletak di antara Wairunu dan Lewolaga di Flores Timur, NTT.

Si koruptor yang dimaksud adalah Mikhael Torangama Kelen. Si tersangka yang dimaksud adalah Mikhael Torangama Kelen juga. Ceritera tentang praktek-praktek korupsi yang dilakukannya selama dia menjadi kepala desa Lewoingu periode 2000-2007 dengan mudah dapat diverifikasi. Dan Bupati Flores Timur, Drs Simon Hayon mengakui adanya praktek-praktek korupsi itu. Namun cara penyelesaiannya sungguh mengecewakan. Masa seorang kepala desa yang mengkorup uang desa yang dipimpinnya hanya diminta untuk mengembalikan uang tersebut ke kas desa. Hingga kini permintaan itu telah dipenuhi atau belum, tidak jelas juga. Padahal melakukan praktek korupsi itu pidana. Maka pelakunya pun patut diproses sesuai hukum. Tapi bagi Bupati Flores Timur, perbuatan itu dapat dimaafkan. Dan pelakunya pun dianggap layak dilantik untuk menjadi kepala desa Lewoingu.

Tidak hanya praktek korupsi yang pernah dipersoalkan oleh masyarakat beradab di kampung Eputobi. Persoalan-persoalan besar lain yang disebabkan oleh Mikhael Torangama Kelen pun pernah dipersoalkan. Isi pidatonya dalam upacara pelantikan Mikhael Torangama Kelen di Eputobi, pada hari Rabu, 16 Januari 2008, menunjukkan bahwa Bupati Flores Timur itu tahu tentang persoalan-persoalan besar temaksud. Tetapi itu semua akhirnya dianggap angin lalu saja. Di dalam kenyataan, si penyebab persoalan-persoalan besar itu toh direstui juga untuk menjadi kepala desa Lewoingu.

Lantas apakah Bupati Flores Timur tidak tahu bahwa Mikhael Torangama Kelen adalah salah satu tersangka utama pelaku pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran? Jawabannya sangat jelas: dia tahu status orang itu. Justru karena ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam perkara pembunuhan itu, maka Mikhael Torangama Kelen pun dinonaktifkan sebagai kepala desa Lewoingu.

Meskipun dikeluarkan dari sel Polres Timur, status Mikhael Torangama Kelen sebagai salah satu tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran tidak berubah hingga kini. Seandainya para aparat kepolisian di Polres Flores Timur bersatu padu dalam tekad mengungkap hingga tuntas kasus pembunuhan tersebut, Mikhael Torangama Kelen dan semua anggota komplotannya telah dibekuk, tak lama setelah tanggal 31 Juli 2007. Karena, indikasi-indikasi keterlibatan mereka dalam peristiwa pembunuhan itu jelas tercium sejak awal. Dari berbagai informasi dan fakta-fakta yang ada, pada dasarnya polisi tidak sukar untuk membuktikan bahwa Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannyalah yang menewaskan orang yang tidak bersalah itu.

Namun fakta dijadikannya Mikhael Torangama Kelen sebagai salah seorang tersangka dalam perkara pembunuhan tersebut diabaikan oleh Bupati Flores Timur. Padahal yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu bukan kejahatan biasa, tapi suatu kejahatan besar yang direncanakan dengan matang, suatu kejahatan kemanusiaan yang bermotifkan politik.

Keputusan Bupati Flores Timur untuk mengaktifkan Mikhael Torangama Kelen untuk kembali menjadi kepala desa Lewoingu itu membawa desa itu kembali ke masa-masa gelap orde baru. Orde Reformasi yang dibangun dengan darah dan nyawa para mahasiswa dan para pejuang demokrasi dan HAM tampaknya tidak menjadi landasan inspiratif bagi pembuatan keputusan itu.

Pertimbangan berdasarkan kepentingan politik telah mengalahkan etika politik yang mestinya dijunjung tinggi oleh setiap pengambil keputusan publik di negeri ini. Hukum yang terpenting bagi manusia adalah hukum moral. Tapi hukum ini telah diabaikan sama sekali dalam pengambilan keputusan tersebut.

Maka jika anda setuju, gemakan saja seruan begini: Horeee….., si koruptor dan tersangka pelaku pembunuhan berencana itu dijadikan kepala desa Lewoingu di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Indonesia, sambil menertawakan dunia yang kelihatan menjadi terbalik-balik.

Dalam menghadapi dunia yang tampak demikian, semoga anda-anda yang masih memiliki hati nurani yang bening tetap mampu melihat mana yang benar dan mana salah. Jika anda-anda tak mampu lagi melihat mana yang benar dan mana yang salah, itu berarti anda-anda pun sudah terhanyut oleh arus zaman edan. ***