Rabu, 30 Januari 2008

Kejahatan Itu Tak Bisa Ditutup-tutupi

Hari ini tepat 6 bulan lalu, pada jam 09.00, adik kami Yoakim Gresituli Ata Maran (biasa dipanggil Akim Maran) ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di dalam parit, di pinggir suatu gorong-gorong di Blou, Kecamatan Titehena', Flores Timur. Orang yang pertama kali menemukannya adalah Hodung Werang, seorang petani asal pulau Solor, tinggal di Lewolaga. Posisi jenazah seperti waktu pertama kali ditemukan adalah seperti orang sedang tidur dengan sisi kiri badannya menyentuh lantai parit, kepala di sebelah timur, kaki di sebelah barat, muka menghadap ke selatan, tangan kanan sedikit menjorok ke depan, dan tangan kirinya mengarah ke paha, kakinya tidak mengenakan sendal. Sepeda motor Yamaha Jupiter yang dikendarainya dari Lato, pada Senin malam, 30 Juli 2007, terletak di sampingnya (di belakang punggung jenazah), dalam posisi yang rapih, sedikit miring ke utara, menghadap ke timur.

Hodung Werang melaporkan penemuannya itu ke Pos Polisi Lewolaga. Bersama Polisi, Hodung Werang kembali ke Blou. Tak lama setelah mereka tiba di tempat penemuan jenazah, datang Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng, bercelana pendek, dengan sepeda motor, tanpa helm. Melihat adanya polisi di situ, Mikhael Torangama Kelen berlagat tancap gas. Tetapi, karena distop oleh polisi, dia pun menghentikan sepeda motornya. Karena mengaku mengenal siapa orang yang jenazahnya terletak di parit di Blou itu, polisi lalu menyuruh mereka pergi untuk menyampaikan berita duka itu ke Eputobi. Di Horotiwang, dalam perjalanan pulang ke Eputobi itu, Lambertus Lagawuyo Kumanireng (Blikololong) yang berada di boncengan mengangkat kedua tangannya yang terkepal ke atas dan menggerak-gerakannya ke atas ke bawah beberapa kali, seperti orang yang sedang mengekspresikan kegembiraan yang meluap.

Mendengar berita duka itu, beberapa tukang ojek di Eputobi siap meluncur ke Blou. Tetapi Lambertus Lagawuyo Kumanireng berusaha mencegah mereka dengan mengatakan, "Jangan, nanti dikira kamu yang melakukannya." Akhirnya datang juga beberapa rekan seperjuangan Akim Maran ke Blou. Mereka menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri kondisi jenazah, kondisi motor, dan situasi di mana jenazahnya diletakkan dan sekitarnya.

Aneh, bahwa polisi yang berada di lokasi kejadian perkara menyuruh orang-orang yang hadir di situ untuk mengangkat sepeda motor dan jenazah Akim Maran, tanpa membuat police line untuk mengamankan tempat kejadian perkara. Sepeda motor, yang seharusnya diamankan karena menjadi barang bukti, dikendarai dengan aman dan lancar oleh seorang anak muda hingga mencapai Pos Polisi di Lewolaga. Sepeda motor itu tidak mengalami kerusakan.

Jenazah Akim Maran dibawa ke klinik Lewolaga untuk divisum. Hasil visum menunjukkan bahwa kepalanya hancur terkena benda tumpul. Artinya, terdapat indikasi awal bahwa kematiannya adalah akibat kekerasan fisik. Tetapi Polisi di Pos Lewolaga dan di Polsek Boru tidak berminat untuk mengolah tempat kejadian perkara secara mendalam. Mereka hanya melakukan olah TKP alakadarnya saja, lalu dianggap sudah beres. Laporan dari keluarga korban ke polisi di Pos Lewolaga agar kasus kematian Akim Maran itu diselidiki secara serius tidak diapa-apakan. Polisi yang mendapat laporan itu hanya sempat mondar-mondir ke atas ke bawah tak jelas arah tujuannya. Laporan pihak keluarga Akim Maran ke Polsek di Boru pun tidak mendapat tanggapan positif. Kemudian laporan ke Polres Flores Timur di Larantuka pun sempat didiamkan selama dua bulan lebih.

Sementara itu informasi yang disebarluaskan ke segala penjuru mata angin ialah, bahwa Akim Maran itu meninggal karena naik motor dalam keadaan mabuk berat. Padahal sumber terpercaya di Lato mengatakan bahwa Akim Maran tidak mabuk, waktu bertolak dari Lato. Anehnya, informasi palsu itu disebarluaskan dengan penuh semangat oleh kelompoknya Mikhael Torangama Kelen, yang selama ini terkenal iri dan membenci Akim Maran, dan kawan-kawan. Di kemudian hari oknum-oknum polisi tertentu pun menyanyikan lagu yang sama itu. Padahal mulai jelas kelihatan bahwa lagu itu tidak memiliki dasar apa pun. Dengan kata lain, yang mereka nyanyikan itu lagu yang palsu.

Tetapi karena lagu itu terlanjur sudah dinyanyikan dalam paduan suara gabungan, oknum Polisi bernama K. Melki Bagailan, yang pada bulan Oktober 2007, masih menjabat sebagai Kasat Lantas, Flores Timur, akhirnya mengeluarkan surat yang, antara lain menegaskan, bahwa kematian Akim Maran murni karena kecelakaan lalu lintas. Pada hari Selasa, 2 oktober 2007 dan Kamis, 4 Oktober 2007, Kapolsek Wulanggitang, di Boru pun menyebut hal yang sama, meskipun kepadanya telah disodorkan informasi-informasi penting yang mengindikasikan bahwa kematian Akim Maran adalah karena pengeroyokan yang dilakukan oleh beberapa orang Eputobi.

Pada hari Kamis, tanggal 25 oktober 2007, di Polres Flores Timur, di Larantuka, oknum Polisi bernama K. Melki Bagailan menjelaskan kepada pihak keluarga korban dan beberapa orang yang mengatasnamakan BPD Lewoingu, bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran murni karena kecelakaan lalu lintas. Di situ, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan Visum Dokter, yang bersifat rahasia, dibocorkan sebagian kepada orang-orang yang tidak berhak mengetahuinya. Pertemuan ini dilakukan setelah Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawan berkasak-kusuk ke Polres Flores Timur, pada hari Senin, 22 Oktober 2007. Pada hari itu, Pite Koten, bermaksud mengurus sepeda motornya yang ditahan di Boru atas perintah Kasat Lantas. Ceriteranya, Mikhael Torangama Kelen dan teman-temannya mau membantu Pite Koten. Kelihatannya baik benar, ya.

Pada hari Jumat, tanggal, 26 Oktober 2007, setelah bubar pasar, di Eputobi, K. Melki Bagailan dan timnya dengan penuh semangat mengumumkan bahwa kematian Akim Maran itu murni karena kecelakaan lalu lintas. BAP dan Visum Dokter dibaca seluruhnya di hadapan masyarakat Eputobi dan sebagian masyarakat Riang Duli. Pengumuman itu disambut dengan tepuk tangan meriah oleh Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawan.

Tampak jelas, bahwa ada upaya-upaya sistematis dari pihak Mikhael Torangama Kelen dan beberapa oknum Polisi di Flores Timur untuk menutup-nutupi penyebab sesungguhnya dari kematian Akim Maran. Orang-orang dari kubu Mikhael Torangama Kelen, seperti Yohakim Kumanireng, Yoka Kumanireng, Lambertus Lagawuyo Kumanireng, dan beberapa lainnya pernah mengintimidasi dan mengancam orang-orang tertentu yang berusaha membantu pihak keluarga korban untuk membongkar kasus kejahatan yang menyebabkan kematian Akim Maran.

Hingga sekarang, Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawan masih berpegang pada kata-kata palsu ciptaan mereka sendiri, yang diamini oleh beberapa oknum Polisi, yang berhasil mereka dekati, yaitu bahwa Akim Maran itu meninggal murni karena kecelakaan lalu lintas. Mereka menutup kuping dan hati mereka terhadap penjelasan Arwah Akim Maran sendiri pada 24, 25, 26, 27 November 2007 tentang penyebab kematiannya. Mereka dengan penuh percaya diri merasa yakin, bahwa kasus kematian Akim Maran sudah berhasil ditutup dengan rapih.

TETAPI mereka sungguh-sungguh lupa, bahwa kejahatan yang terencana, yang menyebabkan kematian YOAKIM GRESTULI ATA MARAN pada akhir Juli 2007, enam bulan yang lalu itu tak mungkin bisa ditutup-tutupi oleh siapa pun. Waktu akan membuktikan, siapa sesungguhnya mereka, yang selama ini berusaha menutup-nutupi kejahatan tersebut.

Mereka lupa bahwa sekarang ini, tampilan mereka sebenarnya seperti orang-orang yang telanjang di hadapan segenap lapisan masyarakat Lewoingu dan di hadapan seluruh umat manusia di dunia ini.

Tak pernah, dalam sejarah manusia, ada kejahatan yang demikian besar berhasil ditutupi-tutupi selamanya, karena, kehidupan berbicara berdasarkan hukum kebenaran, bukan berdasarkan kebohongan demi kebohongan. ***