Rabu, 16 September 2009

Berliku, tapi maju terus, pantang mundur

 

Berliku-liku, berkelok-kelok, berputar belit. Terkadang nyaris tak jelas arahnya. Itulah proses penanganan perkara pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran selama ini. Dan itu yang membuat para tersangka pelakunya kian berusaha untuk tampil PD alias percaya diri, seakan-akan bukan mereka yang menjadi pelakunya. Untuk menghindari diri dari tanggung jawab hukum, para penjahat Eputobi itu bermain sirkus dengan oknum-oknum tertentu seraya berjudi dengan waktu. Mereka berharap proses penanganannya terus diulur-ulur hingga menjadi gelap gulita urusannya, lalu mengalami kemacetan.

Tetapi mereka lupa bahwa permainan semacam itu tidak akan dibiarkan untuk terus dimainkan. Jalannya penanganan perkara pembunuhan tersebut pada akhirnya akan berada di bawah kendali para anggota kepolisian negara Republik Indonesia yang bekerja secara profesional dan secara tulus ikhlas berusaha memberantas kejahatan tersebut. Sehingga tak ada celah bagi para penjahat itu untuk bermain mata. Yang berlaku adalah prinsip, bahwa kejahatan semacam itu harus diberantas. Tak pantas kejahatan semacam itu dibiarkan untuk tidak ditangani hingga tuntas. Membiarkan kasus kejahatan itu tidak ditangani sama dengan melakukan kejahatan.

Berlarut-larutnya pemrosesan perkara pembunuhan tersebut sempat membuat beberapa pihak merasa pesimis akan keberhasilan penanganannya secara hukum. Bagi mereka yang tidak mau bersabar dan gampang menjadi pesimis, biarlah mereka itu merasa pesimis. Yang jelas ketidaksabaran dan pesimisme mereka tidak akan menggoyahkan tekad keluarga korban dan para pendukung setianya untuk terus bergerak maju bersama aparat kepolisian yang berusaha menegakkan kebenaran dan keadilan.

Siapa pun yang ingin memperjuangkan kebenaran dan keadilan, diharapkan dapat berpartisipasi dalam gerakan pemberantasan kejahatan tersebut. Para penakut, pengecut, dan mereka yang bermental kerupuk, serta orang-orang plin-plan hendaknya minggir dari arena perjuangan tersebut. Kehadiran orang-orang semacam itu tidak diperlukan. Dengan mentalitas kerupuk, dengan sikap plin-plan, anda membiarkan kampung Eputobi terus dikuasai oleh komplotan penjahat itu.  Sedangkan mereka yang selama ini telah memposisikan diri sebagai para simpatisan, pendukung, dan pembela setia para penjahat itu dan kejahatan yang mereka lakukan jelas berhadapan dengan seluruh kekuatan masyarakat beradab, bukan saja di kawasan Lewoingu, tetapi juga di luar kawasan Lewoingu.

Kiranya perlu dicatat bahwa dari luar kawasan Lewoingu pun terus muncul desakan agar keluarga korban terus bergerak maju hingga terungkap tuntas berbagai aspek kriminal dari kematian Yoakim Gresituli Ata Maran. Mereka pun terus mengingatkan keluarga korban untuk tidak mendiamkan kasus kejahatan tersebut. Mereka pun merasa heran dengan pembiaran para pelaku pembunuhan tersebut bebas berkeliaran di masyarakat. Mereka juga merasa aneh dengan kenyataan bahwa seseorang yang menjadi otak dan pelaku pembunuhan atas seorang warga kampung Eputobi itu direstui menjadi kepala desa Lewoingu.  Bagi mereka, hal semacam itu tidak patut terjadi.

Dengan direstuinya seorang tersangka pelaku pembunuhan tersebut menjadi kepala desa Lewoingu, bendera kejahatan dibiarkan berkibar di kampung Eputobi. Di situ panji-panji kejahatan seperti korupsi dan pembunuhan dipandang wajar untuk ditegakkan. Di situ, Indonesia sebagai negara hukum tidak menampakkan diri hingga kini. Di situ kasak-kusuk dari para pelaku kejahatan tersebut untuk menghindari diri dari tanggung jawab hukum dipandang wajar. Di situ moralitas tidak dianggap berarti. Yang berkuasa di situ adalah kepala komplotan penjahat. Maka tak mengherankan bila di situ para anggota komplotannya pun terus berusaha merajalela.

Tetapi di sisi yang lain, tekad kita untuk bergerak maju guna memberantas kejahatan tersebut terus membara, meskipun jalan yang ditempuh berliku-liku, meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi, meskipun banyak ancaman coba menghadang. Tak ada kata mundur pada diri para anggota keluarga korban dan pada diri para anggota kepolisian negara RI dalam upaya untuk membongkar hingga tuntas kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya pada Senin malam 30 Juli 2007 itu. ***