Sabtu, 19 September 2009

Dari Mana Datangnya Dana “Proyek Blou?”

 

Masih terpampang jelas kata-kata Mikhael Torangama Kelen di www.eputobi.net. Begini kata-katanya,

“Nong Tuang, terus terang, dari hati yang dalam, lera wulang di matang noiro`, go berani bersumpah demi hidupku, demi lewotanah, demi keluarga dan anak istriku, kame bengo Aking hala! Demi Nama TUHAN! (membuat tanda salib).Untung go´eng apa… bengo Aking? Memang dia termasuk lawan politik, tetapi itu normal dalam kehidupan demokrasi. Lalu waktu peeng go di kepala desa terpilih kae. Kenapa go mesti ka´ang rona mata? Kejahatan apa yang ia lakukan terhadap saya sehingga ia pantas dibunuh? Nong Tuang (sambil menitikkan airmata)….., Saaaaaaaakiiiiit sekali hati ini, karena diperlakukan tidak adil. Saya alami sendiri betapa kejamnya nasib hidup ini. Kita mudah sekali dijebloskan dan dituduh seenaknya oleh orang-orang yang berkuasa ataupun beruang menjadi pelaku kejahatan yang tidak kita ketahui. Untung iman kami masih kuat dan kami masih percaya akan Lera Wulang Tanah Ekan yang terbuka matanya melihat penderitaan kami, penderitaan keluarga, penderitaan istri dan anak-anak kami. Meskipun kami alami juga perlakuan tidak adil dari pihak Gereja, yang kesannya menutup telinga terhadap suara kami. Kalau memang Yoakim itu benar-benar dibunuh, kami dukung sepenuhnya usaha pihak berwajib untuk menemukan siapa penjahat yang sebenarnya!”

Kata-kata itu diungkapkan di hadapan seorang pastor bernama Arnold Manuk, pada tanggal 17 Juli 2009 di Eputobi. Meskipun mengaku berbicara secara terus terang dan dari hati yang dalam, yang dia ucapkan pada hari itu adalah suatu kebohongan besar. Apa yang diucapkannya itu merupakan bagian dari suatu prosesi kebohongan yang sejak lama dirancang untuk menghindari diri dari tanggung jawab hukum. Lera Wulang mana yang tidak mengetahui perbuatan sangat keji yang dilakukannya bersama anggota-anggota komplotannya di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007? Tuhan mana yang tidak mampu melihat kebiadaban yang mereka lakukan di Blou pada malam itu?

Jika benar tidak ada untung yang ingin dia peroleh, untuk apa dia begitu sibuknya mengkoordinasikan aksi pembunuhan tersebut? Sebuah sumber dari lingkaran dalamnya sendiri pernah bertutur bahwa pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran itu direncanakan dalam rapat-rapat yang digelarnya dari rumah ke rumah. Persiapan akhir untuk pelaksanaan aksi pembunuhan itu dilaksanakan pada hari Minggu siang, 29 Juli 2007, di kampung lama. Jejak-jejak adanya persiapan itu masih nampak jelas pada hari Jumat, 3 Agustus 2007. Salah satu pentolan mereka pun mengakui adanya persiapan itu. Salah seorang peserta pun mengakui adanya acara itu di kampung lama. Dan orang yang menyumbangkan uangnya untuk acara di kampung lama itu pun dengan mudah dilacak.

Sebelumnya mereka pun pernah berkumpul di sebuah rumah di perumnas Maumere. Hadir dalam pertemuan itu seorang pria berjenggot. Seorang saksi mata menuturkan bahwa pria berjenggot itu adalah seorang dukun. Tetapi ada pula sumber lain yang mengatakan bahwa pria berjenggot itu bukan seorang dukun. Entahlah…… Yang jelas kepada pria berjenggot itu mereka berceritera tentang masalah yang mereka hadapi di kampung Eputobi. Yang mereka maksud dengan masalah adalah penolakan sebagian warga Eputobi atas hasil pilkades yang diselenggarakan pada hari Selasa, 27 Maret 2007. Kepadanya, mereka meminta bantuan agar masalah yang mereka maksudkan itu dapat diatasi.

Setelah mengetahui adanya penolakan sebagian warga atas hasil pilkades tersebut, mereka pun mulai merancang skenario-skenario tertentu untuk melawan kubu oposisi. Skenario pembunuhan atas beberapa tokoh lawan politik mulai dirancang, setelah pelantikan kepala desa terpilih ditunda. Penundaan itu dilakukan oleh bupati Flores Timur berdasarkan alasan-alasan yang kuat.  Dalam masa penundaan itu, Lambertus Lagawuyo Kumanireng pernah mengeluarkan ancaman, dengan mengatakan, “Jika kepala desa terpilih tidak dilantik, maka akan terjadi pertumpahan darah.” Ancaman itu dikeluarkan pada bulan Mei 2007.

Mulanya tiga orang tokoh oposisi diincar untuk dihabisi. Ketiga tokoh oposisi yang diincar adalah Yoakim Gresituli Ata Maran, Yosef Kehuler, dan Sis Tukan. Kemudian mereka juga mengincar bapak Pius Keluang Koten dan bapak Dere Hayon. Target pertama dan utama mereka adalah Yoakim Gresituli Ata Maran. Setelah Yoakim Gresituli Ata Maran berhasil dihabisi, pada Senin malam, 30 Juli 2007, tiga orang dari kubu penjahat itu mengeluarkan pernyataan yang sama di tempat yang berbeda, “Satu sudah, empat orang lagi akan menyusul.” Empat orang yang mereka maksudkan adalah bapak Pius Keluang Koten, bapak Dere Hayon, Yosef Kehuler dan Sis Tukan. Pernyataan tersebut dibuat di Konga, di lokasi permukiman dekat Wolo, dan di sebuah rumah makan di Larantuka. Setelah Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal dari kota Kupang pun muncul ancaman melalui sms kepada salah seorang anggota keluarga korban, “Kamu menunggu giliran.” Anda tentu bisa menebak siapa pengirim sms yang isinya berupa ancaman itu.

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui dua hal. Pertama, pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran itu berencana. Rencana pembunuhan tersebut mencakup rekan-rekan seperjuangannya. Kedua, pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran itu bermotifkan politik. Kiranya jelas bahwa dengan menghabisi Yoakim Gresituli Ata Maran, Mikhael Torangama Kelen ingin meraih keuntungan politik pribadi dan kelompoknya.

Lantas siapa yang memperlakukan Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawannya secara tidak adil? Orang-orang berkuasa mana yang seenaknya menuduh dia dan kawan-kawannya sebagai pelaku pembunuhan tersebut dan menjebloskan mereka ke dalam sel Polres Flores Timur? Orang-orang beruang mana yang melakukan hal semacam itu terhadapnya? Apakah anda mengira bahwa penetapan anda dan kawan-kawan anda sebagai tersangka dan penjeblosan kalian ke dalam sel di Polres Flores Timur itu tidak ada dasar hukumnya? Hal itu terjadi berdasarkan alasan-alasan hukum yang jelas dan memadai.

Dan siapakah yang menawarkan uang kepada calon pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran, Yosef Kehuler, dan Sis Tukan? Orang dari kubu penjahat itu sendiri yang berceritera tentang siapa yang menyediakan dana bagi orang-orang yang mau membunuh ketiga orang tersebut? Ingat baik-baik bahwa dalam ceritera itu, kepala desa disebut sebagai penyedia dana bagi orang-orang yang mau dibayar untuk melakukan pembunuhan atas tiga orang tersebut di atas. Bukankah karena uang, maka orang-orang di sekitar Mikhael Torangama Kelen pun dengan penuh gairah  berpartisipasi aktif dalam proyek pembunuhan tersebut?

Kami berharap anda tidak perlu terus menerus berusaha berkelit dengan segala macam cara. Makin lama makin jelas terungkap siapa dari pihak mana yang pernah berusaha menyuap anggota-anggota polisi yang secara serius berusaha mengusut perkara pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran itu hingga tuntas. Upaya itu dilakukan melalui seorang oknum polisi. Tetapi anggota-anggota polisi yang bersangkutan secara tegas dan berani menentang upaya penyuapan tersebut. Suatu hari di Polres Flores Timur, dua orang dari kubu penjahat itu pernah berceritera bahwa mereka sudah biasa bertamu ke rumah oknum polisi tertentu. Hal itu mereka lakukan setelah meletus peristiwa pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran, terutama setelah kasus kejahatan tersebut heboh di media massa lokal.

Pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran menjadi suatu proyek yang menggiurkan bagi para penjahat itu. Untuk mensukseskan pelaksanaan proyek itu dana dari beberapa sumber dikucurkan. Sebagian dana berasal dari urunan para simpatisan dan pendukung kelompok penjahat itu, sebagiannya lagi berasal dari uang panas, sebagiannya lagi dari pinjaman, dan sebagiannya lagi berasal dari uang siluman.

Dana tersebut dipakai untuk biaya operasional perencanaan, untuk biaya operasional pelaksanaan, dan untuk biaya operasional dan lain-lain pascapelaksanaan proyek kejahatan tersebut. Dana itu dikucurkan pula ke pihak-pihak yang diharapkan dapat membantu mereka untuk menutup-nutupi perkara pembunuhan tersebut. Sebagian dari dana itu nyaris dipakai untuk menyuap anggota-anggota polisi yang bekerja secara profesional dan tanpa pamrih berusaha membongkar kasus kejahatan tersebut hingga tuntas. Pihak penjahat itu mengira bahwa setiap polisi dapat disuap. Mereka lupa bahwa di republik ini masih terdapat anggota-anggota polisi yang antisuap, yang bersih dan berwibawa.

Anggota-anggota polisi yang bersih dan berwibawa semacam itu yang akan berhasil membongkar hingga tuntas perkara pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran. ***