Jumat, 23 Oktober 2009

Pembaca blog atamaran

 

Seorang teman lama pernah berceritera kepada saya bahwa dia selalu membaca tulisan-tulisan saya di blog atamaran (atamaran.blogspot.com). Sejumlah orang Lewoingu yang melek internet pun sering mengakses blog tersebut. Di Larantuka dan Kupang blog atamaran cukup dikenal. Sejumlah angota polisi di Kupang dan di Larantuka pun sering membaca tulisan-tulisan yang disajikan dalam blog atamaran. Sejumlah tulisan di blog ini pun dengan mudah menyebar ke alamat situs-situs internet lainnya.

Setelah di blog atamaran dibuka kolom diskusi sejarah Lewoingu, tidak sedikit orang yang memperoleh manfaat dari tulisan-tulisan tentang sejarah lewoingu yang disajikan dalam kolom tersebut. Ada rekan-rekan dosen yang dengan setia membaca artikel-artikel tentang sejarah itu. Dengan demikian mereka juga terus mengikuti polemik sejarah Lewoingu.

Siang ini Jumat 23/10/2009 seorang rekan dosen senior menemui saya dan berceritera bahwa dia sudah mencetak semua artikel sejarah Lewoingu yang saya tulis. Sebagian artikel tersebut sudah dia baca, sebagiannya lagi akan dia baca. Dosen senior yang satu ini pun sering mengakses www.eputobi.net melalui jaringan internet gratis di kantornya. Kepadanya saya bertanya, “Anda membacanya di mana, di eputobi.net atau di blog saya?” “Di eputobi.net dan di blog atamaran.” Begitu jawabnya. 

Seorang rekan dosen senior lain pernah bertanya, bagaimana dengan polemik sejarah itu. Kepadanya saya mengatakan, “Saya terus siap berpolemik dengan siapa saja tentang sejarah Lewoingu.” Mendengar itu, dia tersenyum sambil memberikan semangat, “Bagus, maju terus demi kebenaran.”  Dosen senior yang satu itu pernah menyimak isi beberapa tulisan dari lawan-lawan polemik saya. Rekan dosen yang satu ini dikenal sebagai pembaca yang hebat.  Setelah membaca, dia biasanya memberikan catatan-catatan kritis. Dan kalau sedang berkumpul, kami sering beradu argumentasi tentang masalah-masalah yang dipandang perlu untuk didiskusikan.

Beberapa orang lain yang mengikuti polemik sejarah Lewoingu pun bertanya, “Mengapa lawan-lawan polemikmu kok tidak meneruskan polemik?” “Entahlah, tempohari mereka menggebu-gebu, tetapi di tengah jalan suara mereka tiba-tiba menghilang, entah kemana. Mungkin mereka sedang menyelam untuk mengumpulkan bahan-bahan yang mereka perlukan untuk menanggapi tulisan-tulisan saya. Selanjutnya kita tunggu saja.” Begitu jawab saya.

Apreasi terhadap isi artikel-artikel tentang sejarah Lewoingu yang terpampang di blog atamaran biasanya datang dari para pembaca bukan orang Lewoingu. Di antara pembaca yang berasal dari kalangan orang Lewoingu, ada yang malah berkasak-kusuk untuk menghentikan diskusi sejarah Lewoingu seraya memberikan komentar yang overdosis berdasarkan rasa tidak sukanya atas apa yang didiskusikan. Komentar paling mutakhir atas isi tulisan saya dilatarbelakngi oleh semangat mempolitisasi kata-kata tertentu yang saya gunakan dalam diskusi sejarah Lewoingu. Tak lupa dia pun membunyikan nada ancaman. Orang yang bersangkutan mungkin mengira bahwa saya adalah seorang anak kecil yang gampang tunduk oleh gertakan semacam itu.

Gertak sambal semacam itu mengingatkan saya akan apa yang terjadi di kampung Eputobi selama beberapa tahun terakhir. Orang-orang dari kubu timur, yaitu kubu pro pelaku kejahatan sering mengeluarkan ancaman dan gertakan terhadap para warga kubu barat. Ancaman pembunuhan dan ancaman kekerasan lainnya, ancaman tidak boleh membeli raskin, dan ancaman lainnya sering mereka lontarkan kepada kelompok barat di kampung Eputobi. Dua anggota kelompok timur yang berjubah pun menggunakan mimbar gereja St. Yosef Eputobi untuk mengeluarkan kata-kata yang mestinya tidak patut diucapkan oleh orang-orang seperti mereka. Beberapa orang dari kubu pro kejahatan itu pun pernah meneror orang-orang tertentu dari pihak barat dengan caci maki yang sungguh-sungguh keterlaluan. Kesukaan orang-orang semacam itu pun disalurkan melalui sms dan internet.

Tidak hanya itu. Kekerasan fisik seperti mencekik dan menempeleng orang yang dianggap masuk dalam kelompok lawan pun mereka lakukan. Lantas rumah seorang tokoh kubu barat pun pernah dihajar dengan batu. Terdapat indikasi bahwa pelakunya adalah salah seorang tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Kekerasan macam itu terjadi ketika Donatus Doni Kumanireng berada tak jauh dari rumah tersebut. Belakangan ini orang-orang pro tersangka pelaku pembunuhan tersebut diperalat sebagai mata-mata oleh pihak tertentu. Yang mereka mata-matai adalah orang-orang tertentu dari kubu barat. Pihak tertentu itu punya kepentingan untuk menggagalkan upaya penegakkan hukum atas perkara kejahatan yang terjadi di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007 itu.

Pada dasarnya orang-orang dari kubur timur itu tidak suka dengan diskusi. Maka tak usaha heran, ketika ada di antara mereka yang memaksakan diri untuk terlibat aktif dalam diskusi sejarah Lewoingu mereka asal bicara. Keterlibatan mereka dalam diskusi bukan untuk mencari kebenaran rasional tapi untuk mewujudkan agenda-agenda politik kelompok mereka di kampung Eputobi. Dalam rangka itu mereka dengan tekun mengakses pula blog atamaran.

Ya, pembaca blog atamaran terdiri dari kawan maupun lawan. Suka atau tidak suka, orang-orang yang selama ini merasa alergi dengan diskusi sejarah Lewoingu pun mau membaca juga artikel-artikel yang terpampang di kolom diskusi sejarah Lewoingu di blog atamaran. Orang yang pernah mempertanyakan arti polemik sejarah Lewoingu pun ternyata tetap saja menjadi pembaca setia artikel-artikel tentang sejarah Lewoingu di blog atamaran. Setelah membaca, di kalangan mereka itu pun timbul diskusi hangat, terkadang penuh dengan kekesalan. ***