Kamis, 25 November 2010

Mungkinkah kebenaran dapat dikangkangi?

 

Setelah berhasil membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran, Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya berupaya keras untuk mengangkangi kebenaran. Dengan segala macam cara mereka berusaha menggagahi kebenaran. Ikut aktif dalam kegiatan tersebut adalah Donatus Doni Kumanireng, San Kweng, dan Marsel Sani Kelen. Dari Lewolaga, nama Anis Hera patut disebut. Bersama-sama mereka berusaha mengingkari fakta-fakta tentang perbuatan sangat keji yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen, Lambertus Lagawuyo Kumanireng dkk di Blou.

Ikut berusaha mengangkangi kebenaran adalah sejumlah oknum aparat penegak hukum. Sejak terjadinya peristiwa pembunuhan di Blou, sudah muncul oknum-oknum polisi yang secara tersamar berusaha mengalihkan kasus pembunuhan tersebut menjadi kasus kecelakaan lalu lintas. Di kemudian hari, muncul oknum-oknum polisi yang secara terang-terangan membela kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Secara terang-terangan mereka berusaha melakukan kebohongan publik dan menyesatkan masyarakat setempat. Hal ini mereka lakukan secara lisan dan tertulis. Seperti halnya Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya, oknum-oknum itu pun mengira bahwa kebenaran dapat dikangkangi sesuka hati mereka, sesuai kepentingan sesaat mereka. Mereka adalah oknum-oknum yang dengan sadar dan sengaja ikut merusak citra Indonesia. 

Untung bahwa mayoritas masyarakat Lewoingu tidak mau dibodohi dan disesatkan oleh orang-orang semacam Mikhael Torangama Kelen, Lambertus Lagawuyo Kumanireng, Donatus Doni Kumanireng, San Kweng, Marsel Sani Kelen, dan lain-lainnya itu. Upaya Donatus Doni Kumanireng untuk mengangkangi kebenaran sejarah Lewoingu, sejak awal ditentang dari dalam lingkaran keluarga besarnya sendiri, apalagi upaya kerasnya dalam membela kejahatan tersebut. Tentangan lebih keras lagi datang dari luar lingkaran keluarga besarnya. Hal yang sama dialami oleh Marsel Sani Kelen. Ketika orang ini ikut berkicau secara sembarangan tentang sejarah Lewoingu, orang-orang dari lingkaran keluarga besarnya sendiri langsung mengeluarkan suara yang isinya menentang isi kicauannya. Volume suara yang menentangnya semakin diperkuat ketika orang ini pun ikut-ikutan membela kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Pembelaannya itu didasarkan pada alasan primordial, bukan pada fakta-fakta yang dapat diverifikasi. Maka tak mengherankan bila tulisan-tulisannya pun mengandung berbagai jenis sesat pikir. Hal ini akan saya sajikan dalam serangkaian tulisan di masa datang sebagai contoh penalaran yang sesat.

Karena terlalu asyik dalam upaya meluncurkan jurus-jurus kebohongan dengan tujuan menyesatkan publik, maka orang-orang semacam itu tidak lagi menyadari bahwa kebenaran tentang siapa saja yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran semakin terbuka dari waktu ke waktu. Hal ini justru memperlemah posisi para pelaku kejahatan tersebut maupun posisi para pembela mereka di mata publik setempat. Makin lama makin jelas bahwa orang semacam Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya serta para pembela mereka semakin tak mampu mengangkangi kebenaran tentang peristiwa Blou.

Kebenaran dengan cara-caranya sendiri terus memperlihatkan diri. Dan yang tumbuh belakangan ini dalam diri sejumlah orang baik di Lewoingu maupun di luar Lewoingu adalah upaya-upaya lebih nyata untuk memperjelas sosok kebenaran yang selama ini coba dikangkangi oleh para pelaku pembunuhan tersebut dan para pembela mereka. ***