Jumat, 19 November 2010

Tiga putera Lamber Liko Kumanireng

 

Sejak tahun 2007, tiga putera Lamber Liko Kumanireng, yaitu Yohakim T. Kumanireng, Yoka Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng termasuk orang-orang Eputobi yang tersohor sebagai pembunuh berdarah dingin. Di bawah pimpinan Mikhael Torangama Kelen, tiga bersaudara kandung itu menjadi pelaku utama adegan brutal di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007.  Bersama Mikhael Torangama Kelen, ketiga anak Lamber Liko Kumanireng itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Berempat mereka sempat ditahan di Polres Flores Timur selama 120 hari. Tetapi karena berkas perkara mereka belum P21, maka mereka pun dikeluarkan dari ruang tahanan. Hingga kini mereka menyandang status sebagai tersangka. Kelambanan polisi dalam menangani perkara pembunuhan tersebut membuat mereka masih bebas berkeliaran di luar bui. Ketika tulisan ini dibuat, salah seorang dari anak Lamber Liko Kumanireng, yaitu Laurens Dalu Kumanireng sedang berada di Kupang.

Ketika beraksi di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007, dia mengendarai sepeda motor Yamaha berplat nomor Kupang. Yoka Kumanireng mengendarai sepeda motor Honda GL warna hitam. Pada malam kejadian perkara, seseorang yang melintas di tempat kejadian perkara melihat Yoka Kumanireng sedang berdiri di pinggir jalan raya bersama beberapa orang pria. Keterlibatan langsung tiga bersaudara kandung itu dalam aksi kriminal di Blou diungkapkan oleh Petrus Naya Koten alias Pite Koten.

Tak lama setelah terjadi peristiwa kriminal di Blou, Laurens Dalu Kumanireng bermaksud menjual sepeda motornya. Dalam rencananya, uang hasil penjualan sepeda motor itu dipakainya untuk pergi merantau. Tapi maksud itu diurungkan. Di kemudian hari, sepeda motor itu berhasil dijual. Uang hasil penjualan sepeda motor itu dipakainya untuk mengadu peruntungan di Jakarta. Tetapi karena tak betah tinggal di Jakarta, dia kemudian kembali ke Eputobi dan tinggal di sana hingga kini.

Jika Laurens Dalu Kumanireng menggunakan sepeda motor Yamaha, Yoka Kumanireng menggunakan sepeda motor Honda GL berwarna hitam. Pada minggu malam 29 Juli 2007 selepas pukul 20.00 waktu setempat, Honda GL hitam itu tampak diparkir di deker di Blou yang kemudian dikenal dengan tempat kejadian perkara. Di deker, dua orang sedang mengobrol. Sekitar pukul 04.00 Senin 30 Juli 2007, Honda GL hitam itu berada di situ. Tetapi dua orang yang sebelumnya duduk sambil ngobrol di deker tidak kelihatan. Pada Senin malam 30 Juli 2007 pengendara sepeda motor itu kembali ke Blou untuk menjalankan misi kriminal sesuai rencana yang telah mereka susun.

Setelah berpartisipasi aktif dalam peristiwa kejahatan di Blou, Yoka Kumanireng menderita sakit. Cedera yang mengenai kepala dan lehernya membuat dia sempat tidak keluar rumah. Setelah kesehatannya membaik dia kembali beraktifitas di luar rumah, tapi dengan tampilan yang berbeda daripada hari-hari sebelumnya. Selama berhari-hari helm tak lepas dari kepalanya, dan jaket yang kerahnya ditegakkan hingga menutup batang lehernya pun tak lepas dari tubuhnya. Ketika menghadiri acara pesta pun, helm dan jaket tetap dikenakannya. Ini dia lakukan untuk menutupi cedera di kepala dan lehernya.

Dari mana datangnya cedera di kepala dan lehernya itu? Seorang dukun, yaitu Mari’ Sogen yang diminta bantuannya mengatakan bahwa cedera yang diderita anak itu akibat pukulan hantu di Waidang pada tahun 2004. Penjelasan semacam itu menjadi bahan tertawaan banyak orang. Kuat dugaan bahwa cedera tersebut diperolehnya di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007.

Pasacatragedi Blou, ketiga anak Lamber Liko Kumanireng itu sangat aktif pula dalam upaya-upaya untuk mengintimidasi dan mengancam orang-orang yang dianggap ikut berusaha membongkar kejahatan yang mereka lakukan. Intimidasi dan ancaman mereka mengharubiru sembarangan. Sehingga sempat  meresahkan masyarakat setempat. Yohakim T. Kumanireng, misalnya, sempat pula mengintimidasi seorang perempuan. Tanpa alasan yang jelas, orang ini pun sempat melaporkan beberapa orang Eputobi ke Pos Polisi di Lewolaga. Dia pun mengancam menghakimi orang-orang yang dianggapnya berbuat macam-macam. Beberapa waktu lalu nyawanya nyaris melayang akibat sepeda motor yang dikendarainya menyenggol alat berat yang sedang memperlebar jalan raya di dekat kampung Eputobi. Kejadian itu menimbulkan ketakutan besar dalam lingkup keluarganya. Ini tampak dari digelarnya suatu upacara khusus yang konon dimaksud untuk menolak bala. Sebelum kejadian tersebut, yaitu pada malam Paskah 2009, dia terjatuh di gereja Riang Duli setelah menyambut komuni.

Seperti halnya Mikhael Torangama Kelen, ketiga anak Lamber Liko Kumanireng itu pun mati-matian menyangkali perbuatan jahat yang mereka lakukan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Bersama Mikhael Torangama Kelen, mereka menekan Petrus Naya Koten untuk menarik kembali keterangan yang sudah diberikannya kepada penyidik. Tak ada tanda-tanda bahwa tiga anak Lamber Liko Kumanireng itu mau mengakui secara jujur apa yang mereka perbuat di Blou, padahal terdapat kesaksian yang jelas tentang keterlibatan mereka dalam peristiwa pembunuhan tersebut.

Kepada saya Lamber Liko Kumanireng pun sempat membantah tuduhan tentang keterlibatan tiga orang anaknya itu dalam tragedi Blou, padahal pada waktu itu belum muncul tuduhan tersebut. Bantahannya disampaikannya sambil menangis di hadapan saya dan Epeng Maran. Adegan itu pun disaksikan langsung oleh isterinya dan orang-orang lain. Dengan gencar Lamber Liko Kumanireng pun berusaha menutup-nutupi kejahatan yang dilakukan oleh tiga orang anaknya. Tetapi apa yang mereka tutup-tutupi sudah lama terbuka. Polisi saja yang lamban bekerja sehingga proses penanganan perkara kejahatan itu berjalan bertele-tele. ***