Sabtu, 16 Februari 2008

Para penghalang upaya pembongkaran kejahatan 30 Juli 2007

Setelah jenazah Akim Maran ditemukan di Blou, Lewoingu, Flores Timur, pada hari Selasa, 31 Juli 2007, dan setelah masyarakat Lewolaga, Eputobi, Riang Duli, dan Riang Kung mengetahui berita tentang kematiannya, ada saja orang-orang tertentu di Eputobi, yang kelihatan panik dan ketakutan. Hidup mereka tampak tidak tenang pada hari-hari setelah kepergian Akim Maran dari dunia Eputobi dan sekitarnya. Reaksi dari rasa panik dan takut dalam diri mereka bermacam-macam. Ada yang jadi gampang tersinggung, ada yang mengintimidasi dan mengancam orang-orang yang dianggap membantu pihak keluarga korban untuk membongkar kejahatan yang terjadi pada malam 30 Juli 2007, ada yang jadi marah-marah sendiri tanpa alasan yang jelas.

Pada hari Rabu, 1 Agustus 2007, waktu gali kubur, Amsy Makin bilang, "Kene' (panggilan terhadap Akim Maran berdasarkan hubungan persaudaraan) ini meninggal bukan karena kecelakaan." Mendengar ucapan Amsy itu, Hery Kelen, anak dari Anis Kelen dan Marta Angin langsung marah-marah. Dia tidak setuju dengan perkataan Amsy Makin.

Kamis pagi, 2 Agustus 2007, si LK, si MK, dan si LK terlihat panik. Wajah serta gerak-gerik mereka menampakkan adanya rasa takut dalam diri mereka masing-masing. Pagi ini, dua kali si MK bertandang ke rumah LK. Di sana ada LK. Ketiga orang itu terlibat dalam pembicaraan yang serius, masing-masing dengan ekspresi wajah yang tegang. Pagi itu, mereka berdiri dan berbicara di antara rumah besar dan dapur (rumah si LK).

Jumat, 10 Agustus 2007, di Taman Kanak-Kanak (TKK) Demong Tawa, Eputobi, Evi Kumanireng memarahi Tien Maran, guru di TKK yang sama, dengan mengatakan, "Untuk apa repot-repot cari dukun, Akim mati karena kecelakaan atau karena Mike (Mikhael Torangama Kelen) dan Lambe (Lambertus Lagawuyo Kumanireng) yang pukul.' Kata-kata aslinya bunyinya begini, "Untuk apa repot-repot seba' molang, Akim mata karena kecelakaan le Mike we Lambe benge?"

Sabtu, 11 Agustus 2007, pagi hari di rumahnya, si EK bicara sambil marah-marah, "Apakah Mike dan Lambe yang pukul? Itu karena jalan-jalan minum tuak arak sehingga jatuh mati." ("Nele Mike we Lambe bengo? Peeng pana lega renung tua ara opa nele deka mata"). Pada hari ini pun Laurensius Kweng memarahi Aci Koten, hanya karena ucapan Aci Koten, bahwa pipa air minum diperbaiki oleh Akim Maran (dan kawan-kawan). Mendengar itu, Pote Kweng dan saudarinya bernama Klara Kweng langsung mengamok. Klara Kweng sempat meramas mulut Aci Koten dengan tangannya. Laurensius Kweng pun tidak mau ketinggalan untuk memarahi Aci Koten. Kepada Aci Koten, dia bilang, "Untung kamu itu perempuan, kalau kamu laki-laki saya sudah banting kamu?" (Untung mo inawae, kalau mo inamelake go banting mo kae?"

Yang lebih seru adalah kejadian berikut ini. Sekarang kita berada di hari Sabtu, 8 September 2007, di Riang Duli. Yohakim Kumanireng, Laurens Kumanireng, dan Sipri Kelen mencari dan mengancam Yan Perason, warga Riang Kung. Yohakim Kumanireng dan Sipri Kelen berputar-putar dengan sepeda motor mencari-cari Yan Perason baik di Riang Kung maupun di Riang Duli. Sambil berputar-putar, mereka berkata, "Kalau jago, siang hari, bukan malam hari." Sementara itu Laurens Kumanireng mencari-cari Yan Perason di lapangan sepak bola Riang Duli. Kata Laurens Kumanireng, "Mana orang yang namanya Yan Perason itu?"

Minggu, 9 September 2007, sore hari pukul 16:30 sampai dengan 18:30 di Riang Kung, tujuh orang dari Eputobi mencari-cari dan mengancam lagi Yan Perason warga desa Dun Tana Lewoingu, yang tinggal di Riang Kung. Tujuh orang itu adalah 1) Lambertus Lagawuyo Kumanireng, 2) Laurensius Kweng, 3) Yohakim Kumanireng, 4) Laurens Kumanireng, 5) Yosef Lubur, 6) Sipri Kelen, 7) Longginus Kelen (guru SDK Eputobi, sepupu dari Mikhael Torangama Kelen).

Sejumlah besar warga Riang Duli dan Riang Kung menyaksikan ulah tingkah orang-orang yang sedang panik lalu mengancam orang itu. Orang-orang itu kemudian digiring ke rumah Donatus Seng Lein. Mereka yang tadinya kelihatan gagah berani langsung gugup di hadapan kepungan banyak orang. Setelah dibrifing secara tegas oleh Donatus Seng Lein, mereka lalu mundur teratur ke Eputobi. Ulah tingkah mereka itu menjadi bahan tertawaan banyak orang di Lewoingu.

Nah, mengapa orang-orang itu kok berusaha sekuat tenaga untuk mengintimidasi dan mengancam Yan Perason? Ceriteranya, Yan Perason itu paranormal. Dan Yan Perason berusaha membantu membongkar kasus kejahatan yang menyebabkan kematian Akim Maran pada Senin malam, 30 Juli 2007. Ini dia lakukan atas dasar sukarela, karena merasa mengenal baik Akim Maran. Upaya Yang Perason ini tidak disetujui oleh orang-orang itu. Maka mereka pun berusaha menghalang-halangi dia dengan segala cara.

Selain mengancam Yan Perason, makhluk-makhluk semacam itu pun pernah mengancam seorang pemuda bernama Arnold Manuk, yang pada saat-saat tertentu membantu keluarga Ata Maran dalam menangani kasus kematian Akim Maran. Ingatlah baik-baik, keluarga Ata Maran dan keluarga Lewomanuk memiliki hubungan yang sangat baik.

Ancaman-ancaman tersebut pun sudah dilaporkan kepada aparat kepolisian setempat. Tetapi tindak lanjut dari aparat kepolisian tidak ada. Karena tidak ada tindak lanjut, makhluk-makhluk semacam itu tadi terus saja menebarkan intimidasi dan ancaman kepada orang-orang yang dianggap lawan politik mereka. Mereka merasa berada di atas hukum.

Yang menjadi pertanyaan masyarakat Lewoingu yang berakal sehat, "Ada apa sehingga mereka itu menghalang-halangi orang untuk mengungkapkan sebab sebenarnya dari kematian Akim Maran? Sementara kita lain justru turut membantu pihak keluarga korban untuk menemukan kebenaran dan keadilan dalam kasus tersebut."

Memang, masyarakat Eputobi, Riang Duli, Riang Kung, Lewolaga dan sekitarnya, sudah lama berharap-harap agar orang-orang yang terlibat dalam kejahatan pada Senin malam 30 Juli 2007 itu ditangkap oleh aparat kepolisiaan. Mereka sering bertanya, "Kapan? Usahakan supaya polisi lebih cepat bertindak?"

Nah, tindakan yang jelas dan tegas dari pihak kepolisian sedang kita tunggu. Dan ingat, kalau sampai sekarang polisi belum bertindak, itu tidak berarti penjahat-penjahat Eputobi , yang membunuh Akim Maran akan bebas merdeka seumur hidup mereka. Kadang-kadang kita juga coba mengikuti irama kerja polisi yang lamban dan pelan-pelan, bahkan kadang-kadang tidak jelas juga maju mundur gerak langkahnya. Sebentar mereka bilang begini, sebentar mereka bilang begitu. Tetapi yang jelas ialah begini: Cepat atau pun lambat kalian akan dibekuk hai penjahat-penjahat Eputobi.

Ingatlah baik-baik, seorang Tomy Suharto pun dapat ditangkap dan dipenjara. Seorang Polycarpus B. yang tempohari sempat keluar dari bui pun kini dibui lagi dengan hukuman yang lebih berat. Pembekukan kalian itu hanya soal waktu saja. Kapan dan di mana saja kalian berada pasti akan dibekuk ramai-ramai. Jadi sekarang ini, kalian itu sebenarnya sedang dalam antrian untuk menunggu giliran untuk dibekuk. Siapa pun orang di belakang kalian akan dibekuk juga. Dan kami selalu sabar berusaha ke arah itu. Kalau kalian mau supaya hukuman menjadi lebih ringan, kalian mestinya segera menyerahkan diri ke kantor polisi setempat. ***