Selasa, 12 Februari 2008

Pemalsuan informasi tentang penyebab kematian Akim Maran, warga desa Lewoingu di Flores Timur, NTT


Ini bukan suatu fiksi, tetapi suatu kisah nyata. Ya, kisah nyata tentang beredarnya informasi palsu tentang sebab kematian Yoakim Gresituli Ata Maran (biasa dipanggil Akim Maran), warga kampung Eputobi, desa Lewoingu, di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Sejak ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di dalam parit, di pinggir jalan raya di daerah Blou, yang terletak di antara Wairunu dan Lewolaga, di Flores Timur, berhembus informasi bahwa kematiannya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

Versi informasi tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh nusantara, bahkan ke seluruh dunia. Dan tidak sedikit orang yang langsung mengamini kebenarannya, tanpa memikirkan kemungkinan lain yang menjadi penyebab kematiannya. Tetapi di Eputobi, terdapat sejumlah orang yang sejak hari Selasa, 31 Juli 2007 tidak terpengaruh oleh informasi semacam itu. Bagi mereka, kematian Akim Maran bukan karena kecelakaan lalu lintas, tetapi karena dihadang dan dikeroyok oleh beberapa orang. Pendek kata, kematian Akim Maran diakibatkan oleh pembunuhan. Dan beberapa nama diduga sebagai pelakunya.

Moses Hodung Werang, yang pada jam 09.00 pagi hari Selasa, 31 Juli 2007 menemukan jenazah Akim Maran menuturkan bahwa posisi jenazahnya seperti orang sedang tidur, dengan sisi badan sebelah kiri menyentuh lanta parit, muka menghadap ke selatan, kepala di sebelah timur, kaki di sebelah barat, tangan kanan sedikit menjorok ke selatan, dan tangan kirinya mengarah ke paha. Ketika ditemukan, kaki jenazah Akim Maran tidak mengenakan alas kaki.

Sementara itu sepeda motor Yamaha Jupiter yang dia kendarai dari Lato terletak rapih, sedikit di sebelah utara, dalam posisi sedikit miring ke kiri, menghadap ke timur. Roda depannya menyentuh batang lamatoro. Sepeda motor itu berada pada posisi lebih tinggi dibandingkan dengan posisi jenazah Akim Maran. Dari orang-orang yang hadir di lokasi penemuan jenazah, kita memperoleh informasi bahwa sepeda motor tidak mengalami kerusakan, kuncinya dalam posisi off, dan giginya pun dalam keadaan netral.

Setelah mendapat laporan dari Moses Hodung Werang, polisi dari Pos Titehena-Lewolaga segera meluncur ke lokasi kejadian. Tetapi polisi itu tidak menjalankan tugasnya secara profesional. Dia tidak memasang police line untuk mengamankan tempat kejadian perkara (TKP). Olah TKP dilakukan ala kadarnya saja. Sepeda motor, yang merupakan barang bukti, langsung diangkat. Lalu seorang anak muda mengendarai nya dengan lancar dan aman sampai di pos polisi Lewolaga.

Jika benar terjadi kecelakaan lalu lintas, sepeda motor itu mestinya mengalami kerusakan parah, dan tidak mungkin dapat dikendarai oleh siapa pun. Berdasarkan keadaan sepeda motor seperti disebut di atas, kita dengan mudah menduga adanya tangan-tangan tertentu yang telah meletakkan sepeda motor itu di sebelah jenazah orang yang mengendarainya dari Lato menuju kampung Eputobi, pada hari Senin malam, 30 Juli 2007. Mustahil sepeda motor itu mengalami kecelakaan lalu lintas.

Kondisi jenazah Akim Maran, seperti disaksikan oleh sejumlah orang di TKP dan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter di klinik Lewolaga adalah sebagai berikut: luka hanya terdapat pada kepala dan mukanya. Bagian tubuhnya yang lain tidak mengalami cedera. Padahal kalau seseorang jatuh ketika sedang mengendarai sepeda motor, dia akan mengalami cedera tidak hanya di kepala, tetapi juga di bagian-bagian lain dari tubuhnya. Seandainya terjadi kecelakaan lalu lintas, di mana pengendara dan sepeda motor yang dikendarainya terjun ke dalam parit , maka baik sepeda motor maupun badan pengendaranya mengalami kerusakan yang sangat parah. Dan tidak mungkin, jenazah dan sepeda motor itu terletak dalam posisi sejajar dalam keadaan yang sangat rapih.

Memang, di tempat jenazah ditemukan tidak ditemukan adanya jejak-jejak terjadinya kecelakaan lalu lintas yang membawa maut. Tidak ditemukan jejak-jejak benturan sepeda motor, entah pada parit, entah pada batang kayu yang berdiri di situ. Batang kayu-kayu kecil pun tetap berdiri pada posisi masing-masing, tanpa mengalami gangguan sedikit pun. Puluhan orang yang sudah sangat berpengalaman dalam mengendarai sepeda motor pernah berhenti di TKP dan melakukan pengamatan. Kesimpulan mereka sama, yaitu bahwa mustahil di tempat itu terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian Akim Maran.

Kalau benar terjadi kecelakaan lalu lintas, mengapa sendal yang dipakai Akim Maran kok bisa raib begitu saja, dan tidak pernah ditemukan lagi hingga sekarang ini. Masa' ada kecelakaan lalu lintas yang membuat sendal orang yang menjadi korban terpental demikian jauh, sehingga mustahil untuk ditemukan kembali. Ternyata, sendal itu diambil oleh salah satu pembunuh Akim Maran. Mulai tanggal 31 Juli 2007, dia itu mengenakan sendal milik Akim Maran.

Di pinggir jalan raya, dari arah barat ke timur, terdapat jejak ban sepeda motor terseret, yang berhenti beberapa meter di sebelah barat deker. Seretan ban sepeda motor itu mengarah ke badan jalan. Mulanya orang mengira, itulah seretan ban sepeda motor yang dikendarai Akim Maran. Tetapi dari suatu sumber yang sangat dipercaya, kita memperoleh informasi bahwa di tempat itu, salah seorang yang terlibat dalam penghadangan Akim Maran pada Senin malam, 30 Juli 2007, pernah berlatih jatuh dari sepeda motornya. Artinya, tempat itu memang telah dipersiapkan sebagai salah satu mata rantai kejahatan.

Tetapi aneh bahwa berbagai keadaan yang demikian rapih di lokasi di mana jenazah Akim Maran ditemukan, di Blou itu, membuat polisi setempat sampai pada kesimpulan bahwa kematian Akim Maran murni karena kecelakaan lalu lintas. Kiranya jelas bahwa kesimpulan mereka itu tidak berdasarkan fakta-fakta lapangan, tetapi hanya berdasarkan asumsi sepihak. Sejak awal sudah tercium gelagat bahwa oknum-oknum polisi tertentu berusaha memalsukan informasi tentang penyebab sesungguhnya kematian Akim Maran. Hal ini tampak jelas ketika oknum-oknum polisi itu menggunakan nama-nama orang yang sama sekali tidak menyaksikan adanya kecelakaan lalu lintas di Blou, sebagai saksi . K. Melki Bagailan, yang pada waktu itu menjadi Kasat Lantas Polres Flores Timur, menjadikan Moses Hodung Werang, Marse Kumanireng, Bang Hayon, dan Ito de Ornay sebagai saksi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian Akim Maran. Padahal keempat orang tersebut tidak pernah menyaksikan apa yang disebut kecelakaan lalu lintas itu.

Sejak hari Selasa, 31 Juli 2007 di Eputobi, Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawan (Lambertus Lagawuyo Kumanireng, Yohakim Kumanireng, Yoka Kumanireng, Lorens Kumanireng, Yanto Kumanireng, Maxi Tukan, dan lain-lainnya) sibuk menyebarkan informasi bahwa kematian Akim Maran disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Pada hari Minggu tanggal 5 Agustus 2007, Damasus Likuwatang Kumanireng, selalu pelaksana tugas kepala desa Lewoingu, mengimbau masyarakat Eputobi untuk tidak mempersoalkan kematian Akim Maran, karena kematiaannya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Pengumuman yang sama diulangnya lagi pada hari Minggu, tanggal 30 September 2007. Kelompok ini matian-matian berusaha memaksa orang lain untuk mengikuti anggapan mereka yang palsu itu. Dan mereka ini bersorak girang, bertepuk tangan ria, ketika K. Melki Bagailan dan timnya mengumumkan di Eputobi, pada hari Jumat tanggal 26 Oktober 2007, bahwa kematian Akim Maran murni karena kecelakaan lalu lintas. Sebelum dan setelah pengumuman itu, Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawan kelihatan berakrab ria dengan oknum-oknum polisi itu.

Bersama oknum-oknum polisi tertentu, Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawan terlibat langsung dalam pemalsuan informasi tentang penyebab kematian Akim Maran. Mengapa Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawannya itu begitu sibuknya memalsukan informasi tentang penyebab kematian Akim Maran?

Jawaban paling akurat atas pertanyaan itu diperoleh dari arwah Akim Maran sendiri pada tanggal 24, 25, 26, dan 27 November 2007. Kata arwah Akim Maran di hadapan sebagian masyarakat Eputobi, Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawannya itu menjadi penyebab kematiannya. Pite Koten yang mendengar sendiri namanya disebut sebagai orang yang termasuk terlibat dalam kejahatan yang terjadi pada Senin malam, 30 Juli 2007 langsung pucat. Sejak ketahuan terlibat dalam perkara kejahatan, sikap dan perilaku sehari-harinya berubah. Dia berusaha menghindar dari perjumpaan dengan orang-orang yang selama ini sudah biasa bertegur sapa dengannya.

Yang sangat memprihatinkan dan mengecewakan ialah, bahwa penjahat-penjahat yang sudah sangat jelas sosoknya itu masih juga dibiarkan menghirup udara segar. Ada yang malah dengan leluasa melarikan diri ke luar dari kampung Eputobi. Ada lagi yang malah dilantik menjadi kepala desa Lewoingu. Di situ prinsip-prinsip negara hukum demokratis belum berlaku, karena aparat penegak hukum sejauh ini gagal menjalankan tugas profesional mereka.

Di Flores Timur, masyarakat sukar sekali memperoleh keadilan dan kebenaran. Dalam perkara kematian Akim Maran, pihak-pihak yang mencari keadilan dan kebenaran malah sempat diperlakukan secara tidak adil oleh oknum-oknum polisi setempat dan oleh aparat desa Lewoingu. ***