Senin, 18 Januari 2010

LLK perlu ditangkap

 

Indikasi-indikasi keterlibatan Lambertus Lagawuyo Kumanireng (LLK) dalam peristiwa pembunuhan atas Yoakim Gresituli Atamaran tampak jelas. Tetapi hingga kini polisi setempat belum juga menyentuhnya, seakan-akan dia itu kebal hukum. Padahal masyarakat Lewoingu sudah lama menginginkan ketegasan aparat kepolisian setempat untuk menindak warga Eputobi yang satu ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa berkat duetnya dengan si MTK (Mikhael Torangama Kelen), maka proyek kejahatan di Blou sukses dilaksanakan. Dan duet itu nyaris berhasil menggelapkan jejak-jejak kejahatan mereka di Blou.

Penyelidikan ke pondok yang terletak 70 meter di sebelah utara jalan raya di Blou dilakukan justru berdasarkan fakta tentang sering datangnya si LLK ke tempat itu pasca-31 Juli 2007. Dalam hari-hari sesudah 31 Juli 2007, LLK sering ke Blou dan nonkrong di pondok milik pak Stanis Lewoema itu. Setelah dia meninggalkan pondok itu ditemukan barang-barang tertentu antara lain bawang dll yang menurut kepercayaan para praktisi black magic setempat dipakai untuk menutup mulut arwah korban. Di pondok itu ditemukan pula darah korban. Seandainya LLK dan MTK serta anggota-anggota komplotan mereka tidak menjadi pelaku pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Atamaran, untuk apa pada waktu itu dia sering ke Blou dan nonkrong di pondok itu?

Pada bulan September 2007, LLK bersama beberapa rekannya, termasuk beberapa orang yang kemudian dijadikan tersangka, mengintimidasi Yan Perason di Riang Kung, desa Dungtana, karena Yan Perason dianggap berusaha membongkar kasus pembunuhan tersebut. LLK juga pernah mengancam memotong dengan parang seorang saksi. Ancaman itu membuat orang tua saksi itu selama sekian malam berjaga-jaga dengan busur dan panah di rumahnya untuk mengantisipasi kalau-kalau ancaman tersebut direalisasikan.  Jika si LLK dan si MTK dan anggota-anggota komplotan mereka bukan pembunuh Yoakim Gresituli Atamaran, untuk apa dia begitu bernafsu untuk mengintimidasi orang tersebut dan mengancam memotong saksi yang bersangkutan.

Setelah beberapa barang bukti ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara di Blou, si LLK bereaksi seperti cacing kepanasan. Penemuan barang-barang bukti itu membuat dia tidak tenang. Dan dia pun pernah berusaha berpura-pura bertandang ke rumah tempat barang-barang bukti itu disimpan untuk sementara. Mengapa dia harus merasa tidak tenang hanya karena barang-barang bukti berhasil ditemukan?

Pada hari MTK dan tiga anak Lamber Liko Kumanireng ditangkap di Eputobi, LLK sangat ketakutan. Sekian waktu kemudian dalam suatu acara makan bersama di rumah suku mereka di Eputobi pada tahun 2008, LLK sempat berkata kepada saudara-saudaranya yang hadir di situ, “Kita makan yang banyak supaya saya tidak ditangkap polisi?” Lho, ada apa sehingga takut ditangkap polisi? Lalu dia juga mondar-mondir menemui oknum-oknum aparatur penegak hukum tertentu untuk menutupi perbuatan jahat komplotannya di Blou.

Sebelum ikut berpartisipasi dalam proyek di Blou, LLK pada bulan Mei 2007 mengeluarkan ancaman begini, “Jika kepala desa terpilih tidak dilantik akan terjadi pertumpahan darah.” Ancaman itu dia lontarkan dalam perjalanan ke Boru untuk urusan sengketa uang iuran pasar desa. Dan masih ada indikasi-indikasi lain yang secara jelas menunjukkan keterlibatannya dalam kasus pembunuhan tersebut.

Jika aparat kepolisian di Polres Flores Timur mau mencari terobosan ke arah pengungkapan hingga tuntas kasus pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Atamaran, maka salah satu cara yang perlu ditempuh adalah menangkap si LLK untuk diperiksa secara intensif dengan metode pemeriksaan yang canggih. Dari situ terungkap banyak hal yang dapat membantu upaya polisi untuk menuntaskan kasus kejahatan tersebut secara elegan.

Bersama MTK, si LLK menjadi penyebab kejahatan yang merusak kampung Eputobi. Banyak orang telah disusahkannya. Tapi aneh bahwa orang yang jelas terindikasi terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut masih saja dibiarkan melenggang bebas, seakan-akan dia itu kebal hukum. Ya, kalau aparatur penegak hukum setempat tidak punya tekad yang jelas untuk memberantas kejahatan tersebut hingga tuntas, maka para penjahat itu terus berusaha berbuat seenak-enak mereka sendiri. ***