Sabtu, 30 Januari 2010

Siapakah yang berupaya menyuap polisi?

 

Suap menyuap itu sudah lazim terjadi di republik ini. Tidak hanya di pusat kasus semacam itu terjadi. Di daerah terjadi pula praktek yang sama. Maka sejak dulu kepanjangan dari KUHP dipelesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara. Kalau sudah begitu, pasal-pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tak berlaku lagi sesuai dengan tujuan penegakan hukum. Yang berlaku adalah hukum permintaan dan penawaran, hukum bisnis kapitalistik primitif.

Seorang pemuda di suatu daerah pernah berceritera tentang cara dia meloloskan diri dari jerat hukum setelah dia melakukan suatu pelanggaran hukum. Caranya gampang. Kasih saja sejumlah uang kepada oknum penegak hukum yang bersangkutan. Urusan jadi beres. Dengan sejumlah uang sesuai permintaan, seorang pelaku kejahatan yang sedang diproses dapat dibebaskan. Dalam kasus-kasus tertentu oknum-oknum penegak hukum yang bersangkutan mengharapkan upeti dari kedua belah pihak, ya dari pihak tersangka, ya dari pihak keluarga korban juga. Oknum-oknum penegak hukum tertentu secara terang-terangan meminta dukungan dana dari pihak keluarga korban kejahatan.

Jika ternyata hanya pihak tersangka yang memberikan setoran, apalagi dalam jumlah yang sangat memuaskan, sedangkan pihak keluarga korban tidak mau memberikan setoran, maka proses perkara kriminal yang bersangkutan dibuat bertele-tele, kalau perlu dibuat macet total. Dengan demikian habislah perkaranya. Untuk itu oknum-oknum aparat penegak hukum yang bersangkutan dapat menempuh segala cara. Kepada pihak keluarga korban, mereka akan mengatakan bahwa tidak terdapat cukup alasan untuk memperoses secara hukum kasus kriminal yang bersangkutan. Berbarengan dengan itu, mereka pun dengan setia menuruti apa-apa yang dikatakan dan menjadi keinginan pihak tersangka.  Pokoknya, apa kata pihak penyuap, itu yang dituruti. Sebaliknya, masukan-masukan dari pihak keluarga korban diabaikan.

Kerjasama rapih di antara pihak tersangka pelaku suatu kejahatan dengan oknum-oknum pengegak hukum yang nakal sudah lazim terjadi di republik ini. Kerjasama itu bisa terjadi secara langsung bisa juga melalui mediator alias makelar kasus. Bersama-sama mereka membangun suatu jaringan mafia hukum yang saling menguntungkan. Yang satu memperoleh keuntungan berupa pembebasan dari proses hukum, yang lain memperoleh keuntungan berupa perolehan uang dalam jumlah yang sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.

Para praktisi hukum seperti advokat atau pengacara tahu soal mafia hukum itu. Sejak lama seorang rekan yang berprofesi sebagai pengacara berceritera tentang praktek suap menyuap itu. Dari para praktisi hukum itulah kita mengetahui adanya istilah “markus” (makelar kasus), suatu istilah yang ramai diperbincangkan setelah meletusnya kasus cicak versus buaya. Karena prihatin akan maraknya mafia hukum di negara ini, Presiden SBY menempatkan Ganyang Mafia Hukum pada urutan pertama dari program-program unggulannya dalam periode kedua masa kepresidenannya. Untuk mendukung pelaksanaan program tersebut Presiden SBY membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Apakah program Ganyang Mafia Hukum yang dicanangkan oleh SBY ini pun berlaku secara efektif di setiap daerah di Indonesia, itu nanti kita lihat.  

Dalam proses hukum atas perkara pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Atamaran ditemukan adanya orang dari kubu tersangka yang berusaha menyuap anggota-anggota polisi yang ditugaskan untuk mengusut kasus pembunuhan tersebut. Upaya penyuapan oleh orang yang bersangkutan dilakukan melalui seorang oknum polisi. Tetapi karena ditolak dengan tegas oleh anggota-anggota polisi yang diincer, maka upaya tersebut pun gagal terlaksana. Kenyataan itu mengundang pertanyaan, “Apakah setiap anggota polisi yang bersangkutan mampu melawan godaan semacam itu?”

Nah siapakah orang yang berupaya melakukan penyuapan tersebut? Kapolres Flores Timur sudah tahu siapa orangnya dan apa pula pekerjaannya. Tetapi hingga kini orang yang berupaya melakukan penyuapan itu belum juga diperiksa secara intensif oleh penyidik di Polres Flores Timur. Kenyataan semacam ini ikut menimbulkan keprihatinan dalam diri orang-orang yang mengharapkan terwujudnya kebenaran dan keadilan sehubungan dengan terjadinya pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Atamaran oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. ***