Sabtu, 09 Oktober 2010

Bagaimana si saksi kunci mengantisipasi proses hukum atas dirinya?

 

Dalam perkara pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran, Petrus Naya Koten adalah saksi mahkota alias saksi kuncinya. Kehadirannya di tempat kejadian perkara pada malam kejadian perkara di Blou adalah suatu kenyataan yang tak bisa diingkari oleh siapa pun. Hanya karena tak kuat menghadapi bertubi tekanan dari para tersangka dan rekan-rekan seperjuangan mereka, maka Petrus Naya Koten pun membuat pernyataan penarikan keterangan dari berita acara pemeriksaannya. Tetapi dia sendiri lupa bahwa penarikan keterangannya itu justru merugikan dirinya sendiri.

Petrus Naya Koten sendiri tahu persis sebagai apa dia hadir di tempat kejadian perkara. Dia adalah salah satu mata rantai penting yang memuluskan pelaksanaan pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran sesuai dengan rancangan yang telah digariskan oleh Mikhael Torangama Kelen dkk. Karena itu, dia pun sebenarnya telah menyadari bahwa cepat atau pun lambat dirinya akan ditetapkan sebagai tersangka dan diadili. Dia sadar bahwa kebebasannya beraktivitas seperti yang dialaminya selama ini hanya sementara sifatnya. Hatinya terus menerus dirundung kegelisahan serta ketakutan akan datangnya masa-masa yang lebih menyusahkan dirinya dan keluarganya.

Tanpa diketahui banyak orang, Petrus Naya Koten berusaha mengantisipasi proses hukum yang akan dijalaninya pada hari-hari mendatang. Sebagai langkah antisipatif dia pernah menyatakan keinginannya untuk pensiun dini. Lalu dia pun berusaha mengamankan surat-surat penting seperti ijazah, surat pengangkatannya sebagai pegawai negeri sipil, dll pada salah seorang anggota keluarganya.

Tetapi keinginan untuk pensiun dini belum direalisasikan. Hingga kini Petrus Naya Koten masih aktif bekerja di SMP Negeri Boru. Tetapi hatinya pun semakin dihantui kegelisahan karena keterlibatannya dalam peristiwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran. Meskipun berada dalam perlindungan dan pengawasan rekan-rekan seperjuangannya di Blou, dia tidak hepi. Apakah isteri dan anaknya merasa tenang?

Vero Hayon, isterinya, pernah mengekspresikan kegembiraannya dengan melenggang-lenggok bagai seorang penari yang sedang pentas di gang dekat rumahnya setelah dia mengetahui bahwa suaminya itu tidak jadi ditahan oleh polisi yang memanggilnya untuk kepentingan pemeriksaan.  Tetapi apa arti suatu kegembiraan yang diekspresikan demi suatu kejahatan yang ingin ditutup-tutupi itu. Setelah ikut bergabung ke kubu para penjahat Eputobi, anaknya pun ikut berjuang untuk menutup-nutupi kejahatan yang ikut dilakoni oleh ayahnya di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Dia ikut berunjuk rasa ke Mapolres Flores Timur. Tapi di situ dia mendengar dengan kupingnya sendiri seperti apa penilaian polisi tentang perbuatan ayahnya.

Tapi bersama ayah dan ibunya, dia terus nekad melakoni sandiwara yang skenarionya digarap oleh Mikhael Torangama Kelen, Lambertus Lagawuyo Kumanireng, dkk. Dengan demikian mereka semakin jauh terperosok ke dalam lubang kejahatan yang setiap saat siap menelan mereka lebih dalam. Padahal di hadapan mereka terbuka jalan yang dapat meringankan beban kejahatan yang harus dipikul oleh Petrus Naya Koten. Tetapi tampaknya tak ada lagi terang yang memungkinkan mereka dapat melihat jalan keluar dari lingkaran kejahatan yang membelenggu diri mereka selama ini.

Dengan terlibat dalam peristiwa pembunuhan yang terjadi di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007, Petrus Naya Koten telah menyusahkan dirinya dan keluarganya. Kesusahan lebih besar bakal menimpa mereka, jika Petrus Naya Koten terus menempuh jalan yang gelap. Soalnya, kehadirannya di tempat kejadian perkara merupakan suatu fakta yang tak bisa diingkari oleh siapa pun. Proses waktu akan memperjelas fakta tersebut. ***