Kamis, 28 Oktober 2010

Penyandang dana proyek kriminal di Blou, Flores Timur

 

Pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran dirancang sebagai suatu proyek yang pelaksanaannya membutuhkan sejumlah dana. Proyek kriminal tersebut dilaksanakan pada Senin malam, 30 Juli 2007 di Blou yang terletak di antara Wairunu dan Lewolaga di Flores Timur, NTT. Pasca pelaksanaannya sejumlah dana dikucurkan ke oknum-oknum penegak hukum tertentu agar para pelakunya tidak terkena proses hukum dalam arti sesungguhnya. Karena beberapa dari pelakunya terkena proses hukum, maka sejumlah dana digelontorkan lagi, selain ke kantong pengacara juga ke kantong-kantong oknum-oknum penegak hukum tertentu untuk menghambat proses hukum. Sejumlah dana pun mereka kerahkan untuk membiayai beberapa aksi unjuk rasa yang mereka gelar di Larantuka, paling kurang untuk biaya transportasi dan konsumsi bagi para peserta.

Dari mana sumber dana-dana yang dipakai untuk melakukan dan  menutupi perbuatan jahat mereka? Dana dihimpun dari beberapa sumber. Tetapi dana paling besar diperoleh dari si penyandang dana. Si penyandang dana tinggal dan bekerja di Larantuka, Flores Timur. Dalam hal pendanaan, beberapa pengamat di kampung Eputobi menyebutnya sebagai orang kuat. Disebut orang kuat, karena dia memiliki banyak uang. Seandainya tidak memiliki banyak uang mustahil dia dapat membangun sebuah rumah mewah untuk ukuran daerah setempat. Selain itu, dia juga dapat membeli empat sepeda motor. Dua di antaranya berharga mahal. Belum terhitung biaya yang dikeluarkannya untuk mengongkos kuliah anaknya di luar NTT.

Semua kekayaan material itu diperoleh dalam waktu singkat, sehingga mengundang rasa heran masyarakat setempat. Sempat ramai orang-orang bertanya, “Dari mana dia memperoleh uang sebanyak itu dalam waktu singkat?” Dan jawaban atas pertanyaan ini tidak sulit untuk ditemukan. Sebagian besar uang yang dia miliki itu berasal dari penghalalan cara haram untuk meraup keuntungan finansial sebesar-besarnya. Dokumen-dokumen tertentu yang pernah disimpan di suatu instansi di sana secara jelas mengindikasikan penghalalan cara haram oleh yang orang bersangkutan. Mudah-mudahan dokumen-dokumen dimaksud masih disimpan dengan baik. Siapa tahu di suatu hari nanti, dokumen-dokumen dimaksud berguna bagi upaya penegakan kebenaran dan keadilan.

Selama beberapa tahun terakhir, orang yang sudah terkenal sebagai penyandang dana proyek kriminal di Blou itu merasa berada di atas angin. Oleh para pelaku kejahatan tersebut dia dipandang sebagai orang hebat. Sekolahnya yang tinggi pernah dijadikan bahan untuk menghina orang-orang tertentu dari kubu yang beroposisi dengan pihak yang sedang memerintah di kampung Eputobi. Ini dilakukan oleh dua orang yang berjuang secara membabibuta untuk membelanya. 

Sebagai orang yang menghalalkan cara haram, dia beranggapan bahwa proses hukum yang berkenaan dengan perkara kejahatan yang terjadi di Blou pun dapat diatur sesuai dengan seleranya. Baginya, urusan hukumnya dapat dikonversikan menjadi urusan transaksional berdasarkan hukum permintaan dan penawaran. Urusan semacam ini diproses di belakang layar, atau dalam lorong remang-remang dan dalam ruangan-ruangan redup cahaya di kota Larantuka, sehingga tidak terpantau langsung oleh publik. Tetapi apa yang terjadi dalam keremangan itu akhirnya tidak sepenuhnya dapat dirahasiakan. Tanpa disengaja, ada bocoran yang mencuat ke permukaan. Pembocornya adalah orang yang diharapkan dapat menyimpan dengan rapih rahasia mereka bersama. Bocorannya memperjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di balik getolnya upaya oknum-oknum penegak hukum tertentu untuk menutupi kasus kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya di Blou.

Pembocornya sempat menyadari kesalahannya. Hal ini dia ungkapkan sendiri ketika dia berada dalam suatu perjalanan. Perkataannya pada waktu itu menunjukkan adanya rasa sesal dalam dirinya. Tetapi hingga kini belum jelas apakah rasa sesalnya itu berasal dari hati nuraninya atau bukan. Yang jelas, tak ada upaya-upaya konkret dari dia untuk membantu kelancaran proses hukum atas perkara pembunuhan tersebut.

Sementara si penyandang dana masih tampak konsisten dalam menjalankan misinya. Meskipun akhir-akhir ini pikiran dan hatinya terganggu oleh kekhawatiran akan terjadinya perubahan arah angin politik, dia masih berusaha menunjukkan kenekadannya untuk menutupi atau paling kurang untuk menghambat proses hukum atas para tersangka pelaku pembunuhan yang terjadi di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Perubahan arah angin politik di daerahnya dengan mudah bakal menghempasnya keluar dari jalur yang selama ini ingin dipertahankannya. Dan siapakah yang bisa menjamin bahwa tak akan ada badai persoalan besar yang bakal menerkam dan memangsanya. Bukankah dia bakal menuai apa yang selama ini ditanaminya? ***