Minggu, 03 Juli 2011

Damai …..??? Barang apa itu?

Sudah sering saya mendengar kabar dari Eputobi tentang kasak-kusuk para penjahat Eputobi untuk berdamai dengan kelompok barat di kampung Eputobi. Kasak-kusuk semacam itu pernah dilakukan antara lain oleh Mikhael Torangama Kelen, juga oleh Donatus Doni Kumanireng. Mikhael Torangama Kelen adalah orang yang memimpin aksi pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Meskipun tidak terlibat langsung dalam aksi pembunuhan yang terjadi pada malam tersebut, Donatus Doni Kumanireng punya andil yang signifikan di belakang layar bagi terlaksananya kejahatan tersebut. Peransertanya dalam upaya-upaya untuk menutup kasus pembunuhan tersebut sangat jelas. Orang ini pun jago dalam memutarbalikkan fakta-fakta sejarah Lewoingu dan fakta-fakta yang terkait dengan kasus pembunuhan tersebut. Hal ini dia lakukan demi kepentingan kekuasaan, baik kepentingan kekuasaan adat maupun kekuasaan politik yang ada dalam genggaman tangan adik iparnya, Mikhael Torangama Kelen. Hasil kerjasama mereka adalah kerusakan-kerusakan yang terjadi di kampung Eputobi sejak 2006 hingga sekarang ini. 

Mendengar adanya kasak-kusuk semacam itu, saya bertanya dalam hati, “Damai…??? Barang apa itu?” Lalu saya juga bertanya dalam hati, “Dengan siapa atau pihak mana mereka sesungguhnya ingin berdamai? Dengan siapa atau pihak mana mereka pernah bermasalah, sehingga sekarang mereka berkasak-kusuk untuk berdamai?”

Saya tidak punya jawaban atas rentetan pertanyaan tersebut. Banyak orang di kampung Eputobi pun tak punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tertera di atas. Donatus Doni Kumanireng dan Mikhael Torangama Kelen serta anggota-anggota komplotan mereka mungkin punya jawaban akurat atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tidak soal juga seandainya mereka sendiri tidak punya jawaban yang jelas atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, karena, pada dasarnya, jawaban dari mereka tidak penting.

Yang penting adalah pertanyaan berikut dan jawabannya, “Damai dengan penjahat-penjahat itu?” Jawabannya, “Tidak ada damai dengan mereka?” Ini adalah jawaban standar dari berbagai komponen sosial di Lewoingu, di luar kelompok kecil binaan Mikhael Torangama Kelen. Seandainya persoalannya hanya menyangkut pelanggaran adat dan penyerobotan batas tanah yang mereka lakukan pada tahun 2006, urusan damai lebih mudah diproses. Meskipun di masa lalu kejadian semacam itu bisa mengundang pertumpahan darah yang mengerikan, tapi di era kontemporer kami berusaha menempuh cara lain untuk mengatasi mereka. Tetapi karena kasusnya menyangkut juga pembunuhan terhadap anggota keluarga Ata Maran, maka jalan ceriteranya menjadi sangat lain. Apalagi mereka pun pernah berencana membunuh beberapa orang lain lagi. Karena itu selama ini kami sama sekali tidak tertarik dengan usulan damai dari para penjahat itu. Damai yang mereka usung ke mana-mana itu hanyalah kedok. Di baliknya, terdapat upaya mereka untuk menutup kejahatan yang mereka lakukan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007.

Saya harap orang semacam Mikhael Torangama Kelen dan Donatus Doni Kumanireng itu konsisten. Bukankah ikut berjuangnya Donatus Doni Kumanireng dalam upaya pengrusakan adat dan penyerobotan batas tanah Ata Maran di Eputobi itu untuk membawa masyarakat Eputobi ke track yang benar? Bukankah dengan kematian Yoakim Gresituli Ata Maran Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawannya berharap dapat mewujudkan suasana kehidupan yang lebih tenang dan lebih damai di kampung Eputobi? Bukankah selama ini mereka tidak pernah mengakui bahwa mereka melakukan pelanggaran adat dan batas tanah yang bukan milik mereka? Bukankah selama ini Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya tidak pernah mengakui bahwa mereka membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran?” Pendek kata, “Bukankah selama ini mereka tidak pernah mengakui bahwa mereka adalah sumber kerusakan masyarakat Eputobi?”

Dari sudut pandang mereka, semua yang mereka lakukan sejak 2006 hingga sekarang adalah perbuatan-perbuatan baik demi kebaikan kampung halaman. Kalau benar demikian, mengapa selama ini mereka itu berkasak-kusuk untuk berdamai? Masalah apa yang sesungguhnya menghantui hati, pikiran, dan perasaan mereka selama ini, sehingga mereka membutuhkan damai? ***