Jumat, 29 Juli 2011

Empat Tahun Yang Disia-siakan

Hari ini tanggal 29 Juli 2011. Besok tanggal 30 Juli 2011. Lusa tanggal 31 Juli 2011.

Besok malam, 30 Juli 2011, tragedi Blou berusia empat tahun. Pada malam itu, empat tahun lalu, Mikhael Torangama Kelen memimpin aksi pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran, warga kampung Eputobi, desa Lewoingu, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Aksi pembunuhan tersebut didahului dengan penghadangan, pengeroyokan, serta penganiayaan sangat berat terhadap korban. Yoakim Gresituli Ata Maran yang sendirian, dalam perjalanan dengan sepeda motor dari Lato menuju kampung Eputobi, tak berdaya melawan komplotan penjahat yang dikepalai oleh Mikhael Torangama Kelen. Dia akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir ditempat kejadian perkara. Keesokan harinya, Selasa, 31 Juli 2007, tersiar kabar tentang kematiannya. Pada hari itu, tersiar pula berita bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal karena kecelakaan lalulintas.

Tetapi di tempat kejadian perkara sama sekali tidak ditemukan jejak-jejak terjadinya kecelakaan lalulintas. Di tempat kejadian perkara di Blou, yang terletak di antara Wairunu dan Lewolaga, ditemukan petunjuk-petunjuk yang amat benderang, bahwa kematiannya adalah akibat pembunuhan. Karena itu, keluarga korban memohon polisi untuk menyelidiki kasus kematian Yoakim Gresituli Ata Maran itu. Permohonan secara lisan pertama disampaikan ke Kapospol Titehena, Fransiskus Raga L. di Lewolaga pada tanggal 5 Agustus 2007. Tetapi permohonan itu tak mendapat respons positif dari Kapospol Titehena.

Permohonan tersebut juga disampaikan secara lisan dan tertulis kepada Kapolres Flores Timur di Larantuka dan kepada Kapolsek Wulanggitang di Boru. Tetapi sampai dengan akhir tahun 2007, permohonan dari pihak keluarga korban itu tidak mendapat tanggapan positif. Sebelum akhir tahun, yaitu pada bulan Oktober 2007 di Polres Flores Timur muncul suatu tim yang menyebarkanluaskan kabar bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran murni karena kecelakaan lalulintas. Aktif dalam tim, yang dipimpin oleh K. Melki Bagailan itu, Fransiskus Raga L.  Seorang polwan pun ikut serta dalam tim tersebut.

Apa yang disebarluaskan oleh tim tersebut jelas merupakan kebohongan. Tim yang menyebarkan kebohongan itu dipimpin oleh K. Melki Bagailan yang pada waktu itu menjabat sebagai Kasat Lantas Polres Flores Timur. Dikiranya hanya K. Melki Bagailan dkk yang menyebarkanluaskan kebohongan. Ternyata Abdul Syukur, yang pada waktu itu menjabat sebagai Kapolres Flores Timur pun melakukan kebohongan publik. Kebohongannya disebarluaskan melalui surat yang dikirim kepada semua kepala desa di Kecamatan Titehena. Surat itu dibuat berdasarkan permintaan mereka yang terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut. Permintaan itu disampaikan secara terbuka di Eputobi melalui K. Melki Bagailan dan timnya.

Pada bulan Januari 2008, setelah mengetahui bahwa keluarga korban melaporkan kasus pembunuhan tersebut ke Polda NTT dan ke Mabes Polri, serta ke Presiden RI, Abdul Syukur membentuk suatu tim yang ditugaskan untuk menyelidiki perkara pembunuhan tersebut. Tetapi keesokan harinya tim itu langsung pecah ke dalam dua kelompok. Di satu pihak terdapat anggota-anggota polisi yang mau melakukan tugas tersebut. Di lain pihak terdapat anggota-anggota polisi yang tak mau melaksanakan tugas tersebut. Beberapa polisi yang mau melaksanakan tugas tersebut sempat turun ke lapangan untuk melakukan penyelidikan. Tetapi hasil kerja mereka pun tidak jelas.

Kasus pembunuhan tersebut baru mulai terungkap secara jelas setelah Polda NTT menerjunkan dua penyidiknya untuk melakukan penyelidikan. Berdasarkan bukti-bukti awal yang cukup, Mikhael Torangama Kelen, Yohakim Tolek Kumanireng, Yohanes Kusi Kumanireng alias Yoka Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng ditetapkan sebagai tersangka pelaku pembunuhan terahdap Yoakim Gresituli Ata Maran. Mikhael Torangama Kelen adalah orang yang kini menduduki kursi kepala desa Lewoingu. Tiga tersangka lainnya adalah anak kandung dari Lamber Liko Kumanireng. Pada tanggal 18 April 2008, keempat tersangka tersebut ditangkap. Dan selama empat bulan mereka ditahan di Polres Flores Timur.

Pada tanggal 1 April 2008, AKBP Syamsul Huda diangkat menjadi Kapolres Flores Timur. Abdul Syukur dimutasi ke Kefa. Ketika dia menjadi Kapolres di Kefa, terjadi pembunuhan terhadap Paulus Usnaat. AKBP Syamsul Huda bertekad membawa kasus pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran ke Pengadilan Negeri Larantuka. Namun upayanya itu gagal, karena lemahnya dukungan dari para bawahannya. Memang, sejak awal terdapat upaya-upaya nyata dari oknum-oknum polisi tertentu untuk mengalihkan kasus pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran menjadi kasus kecelakaan lalulintas.

Setelah dua tahun lebih menduduki kursi Kapolres Flores Timur, AKBP Syamsul Huda diganti oleh AKBP Eko Kristianto. Kepada keluarga korban, AKBP Eko Kristianto pernah menyatakan keseriusannya untuk menangani perkara pembunuhan tersebut. Tetapi hingga kini, penanganan perkara pembunuhan tersebut berjalan di tempat. Mungkin apa yang pernah dialami oleh AKBP Syamsul Huda dialami pula oleh AKBP Eko Kristianto. Tampaknya keseriusan verbalnya tak dapat diterjemahkan secara nyata ke para bawahannya.

Yang mengejutkan banyak pihak di Lewoingu adalah keputusan AKBP Eko Kristianto mengangkat Fransiskus Raga L. menjadi Kepala Pos Titehena yang bermarkas di Lewolaga. Padahal Fransiskus Raga L. adalah orang yang aktif dalam tim yang melakukan kebohongan publik seperti telah disinggung di atas. Keputusannya itu menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat yang selama ini mengharapkan keseriusan Kapolres Flores Timur dan para bawahannya untuk mengungkap berbagai aspek yang terkait dengan kasus pembunuhan tersebut.

Karena penanganan perkara pembunuhan tersebut berjalan di tempat, selama tiga pekan dalam bulan Juli 2011, pihak keluarga korban berusaha menemui Kasat Reskrim dan Kapolres Flores Timur untuk menanyakan perkembangan penanganan perkara pembunuhan tersebut. Tetapi upaya pihak keluarga korban tersebut tidak berhasil, karena Kasat Reskrim dan Kapolres Flores Timur tidak berada di tempat. Mudah-mudahan dalam hari mendatang ini, kedua pejabat di Kapolres Flores Timur itu lebih sering berada di tempat sehingga lebih mudah ditemui oleh keluarga korban. Selama ini mereka sendiri pun mengharapkan kerja sama dari pihak keluarga korban untuk mengungkap kasus pembunuhan tersebut hingga tuntas. Tetapi kalau mereka sendiri susah ditemui, bagaimana mungkin kerjasama yang diharapkan itu dapat berjalan secara efektif.

Tak terasa, empat tahun sudah usia kasus pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran. Seandainya Kasat Reskrim, Kapolres, dan para penyidik Polres Flores Timur serius menangani kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu, maka perkara tersebut mudah diungkap hingga tuntas, dan para pelakunya pun sudah dijebloskan ke bui.

Terdapat celah-celah yang pada dasarnya terbuka untuk digunakan untuk mematahkan dusta demi dusta yang selama ini dijadikan sebagai senjata untuk mengelabui para penyidik. Tetapi para penyidik yang bersangkutan tak mau menggunakannya. Tak jelas apa alasannya. Yang jelas, empat tahun telah disia-siakan oleh mereka yang oleh Negara Republik Indonesia ditugaskan (dipercayakan) untuk memberantas kejahatan. Tampaknya, reposisi lebih lanjut di tubuh Polres Flores Timur perlu dilakukan agar kasus pembunuhan yang ujung pangkalnya telah terang benderang itu dapat diungkap hingga tuntas. ***