Jumat, 01 Juli 2011

Sampai kapan mereka dapat bertahan dalam dusta?

Bertahan dalam dusta. Itu yang selama ini coba dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Tapi sampai kapan mereka dapat bertahan dalam dusta? Perbuatan sangat keji yang mereka lakukan di Blou, Flores Timur, pada Senin malam 30 Juli 2007 itu sudah terbuka lebar. Seandainya para penyidik Polres Flores Timur mampu bekerja secara profesional dengan menerapkan metode penyelidikan dan penyidikan yang lebih canggih, segala macam dusta yang selama ini mereka perlihatkan mudah dipatahkan.

Dari berita bohong, yaitu bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal karena kecelakaan lalu lintas, yang mereka sebarluaskan sejak Selasa pagi 31 Juli 2007, sebelum jenazahnya ditemukan di Blou, bisa dipertanyakan, “Dari mana mereka bisa mengetahui bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal karena kecelakaan lalu lintas, kalau mereka itu tidak berada di tempat kejadian perkara?” Pagi-pagi hari Selasa 31 Juli 2007, Yohakim Tolek Kumanireng menyampaikan kepada beberapa orang tukang ojek yang biasa mangkal tak jauh dari rumah Mikhael Torangama Kelen di Eputobi kabar begini, “Akim Maran kecelakaan, mati atau hidup tidak jelas, mukanya pucat pasi, dia sedang tergeletak di Blou.” Kabar itu dia sampaikan setelah dia turun dari ojek yang membawanya dari Berobang ke Eputobi. Ketika menyampaikan kabar itu dia bercelana pendek, berbaju kotor, kusut. Tangan kirinya menjepit kelewang di ketiaknya.

Kabar yang disampaikannya pada pagi hari itu membuat beberapa tukang ojek tertarik untuk meluncur ke Blou. Mereka ingin menyaksikan apa yang sesungguhnya terjadi dengan Yoakim Gresituli Ata Maran. Melihat itu, Lambertus Lagawuyo Kumanireng yang berada di situ berusaha mencegah dengan mengatakan, “Jangan ke sana! Nanti orang menuduh kamu yang melakukan.” Mendengar kata-kata Lambertus Lagawuyo Kumanireng, Mikhael Torangama Kelen yang juga berada di situ berkata, “Cabe’ atau jahe sehingga pedes, biar kita tahu sekarang.”

Perlu dicatat bahwa adegan tersebut di atas terjadi beberapa jam sebelum tersiar kabar tentang penemuan jenazah Yoakim Gresituli Ata Maran di dalam parit di pinggir jalan raya di Blou, yang terletak di antara Wairunu dan Lewolaga di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Maka yang jadi pertanyaan ialah dari mana Yohakim Tolek Kumanireng bisa mengetahui bahwa Akim Maran (Yoakim Gresituli Ata Maran) mengalami kecelakaan dan sedang tergeletak di Blou? Dari mana dia bisa mengetahui bahwa muka orang yang mengalami kecelakaan itu dalam keadaan pucat pasi? Mungkinkah kabar semacam itu dapat dia sampaikan kepada beberapa tukang ojek di Eputobi, kalau dia tidak berada di Blou, dan kalau dia tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri wajah orang yang dikatakannya pucat pasi itu?

Jelas bahwa adegan yang dipentaskannya pada pagi hari Selasa 31 Juli 2007 itu merupakan bagian dari suatu sandiwara yang telah dirancang untuk menghilangkan jejak. Kabar bahwa Akim Maran mengalami kecelakaan merupakan suatu kebohongan. Tetapi kebohongan itu secara jelas menunjukkan bahwa si pembawa kabar itu berada di Blou ketika Yoakim Gresituli Ata Maran dalam keadaan tidak berdaya, ketika wajahnya menjadi pucat pasi karena kehabisan darah. Mustahil toh kalau dia tidak berada di Blou, mustahil juga kalau dia tidak menyaksikan sendiri seperti apa keadaan Akim Maran yang dikatakannya sedang tergeletak di Blou, tetapi dia bisa mewartakannya secara jelas kepada beberapa tukang ojek di Eputobi.

Lalu perhatikan juga kata-kata Lambertus Lagawuyo Kumanireng. Kalau benar Akim Maran mengalami kecelakaan, mengapa dia harus mencegah orang-orang yang bermaksud ke Blou untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi di sana? Bukankah orang yang mengalami kecelakaan itu perlu ditolong? Dengan menggunakan kata-kata, “Nanti orang menuduh kamu yang melakukan” tampak jelas bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran itu akibat perlakuan atau perbuatan dari orang tertentu. Dari mana kata-kata semacam itu dia peroleh, kalau dia sendiri tidak mengetahui apa yang menimpa Akim Maran di Blou sana. Lalu kata-kata yang keluar dari mulut Mikhael Torangama Kelen itu hanyalah basa basi. Dengan itu dia ingin menunjukkan bahwa sebelumnya dia tidak tahu menahu tentang kejadian yang menimpa Yoakim Gresitu Ata Maran di Blou.

Yang jelas pada pagi hari itu Yohakim Tolek Kumanireng, Lambertus Lagawuyo Kumanireng, dan Mikhael Torangama Kelen mementaskan adegan dari suatu sandiwara yang telah mereka rancang untuk menghilangkan jejak kejahatan yang mereka lakukan bersama-sama di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007. Kabar bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal karena kecelakaan lalu lintas mereka sebarluaskan ke mana-mana, dengan perhitungan, publik setempat mempercayai apa yang mereka sebarluaskan itu. Mereka lupa bahwa sejak awal, banyak orang sudah mempertanyakan, bagaimana mungkin mereka bisa menyebarluaskan informasi semacam itu, kalau mereka sendiri tidak berada di Blou, kalau mereka sendiri tidak menyaksikan dengan mata kepala mereka masing-masing keadaan Yoakim Gresituli Ata Maran ketika dia berada dalam keadaan tidak berdaya?

Sejak lama perbuatan sangat keji yang mereka lakukan di Blou itu terungkap jelas. Tetapi mereka tetap coba bertahan dalam dan dengan dusta-dusta mereka. Kelambanan Polres Flores Timur menangani perkara pembunuhan tersebut membuat dusta mereka seakan-akan memiliki kekuatan ampuh untuk menghilangkan jejak-jejak kejahatan yang mereka lakukan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007.

Sampai kapan Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya bertahan dalam dusta? Jawabannya terserah mereka. Tetapi ingatlah bahwa kejahatan yang mereka lakukan di Blou itu tidak akan tidak diberantas.***