Minggu, 03 Juli 2011

San Kweng, antara air mata dan aktivitas membela kejahatan

Di antara para pembela kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya, nama San Kweng patut disebut. Dia adalah putera dari Kelemeng Kweng. Sebelum meletus peristiwa Blou, dia dikenal sebagai seorang katekis, guru agama Katolik. Setelah meletus peristiwa pembunuhan terhadap Yoakim Gresituli Ata Maran, dia dikenal sebagai salah seorang pembela gigih kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya.

Pada hari Senin 30 Juli 2007, setelah Yoakim Gresituli Ata Maran dan Marse Kumanireng pergi ke Lato, San Kweng muncul di rumah keluarga Ata Maran di kampung Eputobi, desa Lewoingu di Flores Timur. Maksud kedatangannya ke rumah itu ialah menemui Yoakim Gresituli Ata Maran.

Kepada ibu Emy Maran, dia bertanya,

“Tanta ibu, kene’ (bapak kecil) ada?”

“Kene’ ke Lato, ada nebo (acara selamatan untuk orang yang meninggal) di sana.” Jawab ibu Emy Maran.

Lalu ibu Emy Maran bertanya kepadanya,

“Ada pesan, nanti tanta ibu sampaikan?”

“Tidak ada.” Jawab San Kweng.

Lalu San Kweng mengatakan,

“Besok jam begini saya akan datang ke sini.”

Keesokan harinya, setelah mendengar kabar bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal, San Kweng muncul di rumah duka di Eputobi. Di hadapan jenazah Yoakim Gresituli Ata Maran, dia menangis tersedu-sedu. Banyak air mata dia tumpahkan di rumah duka. Seraya menangis dia meminta ampun kepada kene’nya yang sudah tidak bernyawa lagi itu. Dalam tangis, dia berkata, “Minta ampun kene’, karena saya terlambat.” San Kweng pun hadir dalam acara pemakaman Yoakim Gresituli Ata Maran. Seusai acara pemakaman, dia kembali ke Weri, Larantuka.

Setelah terungkap bahwa kematian Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou itu akibat pembunuhan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya, dia tampil di garis depan untuk membela kejahatan yang mereka lakukan itu. Dia adalah orang yang membawa surat Petrus Naya Koten alias Pite Koten yang isinya menarik kembali keterangannya dari berita acara pemeriksaan. Waktu itu Pite Koten tinggal di Weri.

Di markas Polres Flores Timur, San Kweng pernah berusaha menunjukkan netralitasnya. Kepada seorang penyidik, dia pernah berceritera bahwa ketika Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal dia pun menangis. Ketika para tersangka membutuhkan pembelaan, dia pun membela mereka. Tampaknya, dia lupa bahwa pembelaan secara membabibuta seperti yang dia lakukan itu sama dengan membela kejahatan yang mereka lakukan.

Aksi-aksi pembelaannya terhadap kejahatan tersebut terbilang gencar. Untuk membela kejahatan tersebut, dia menggelar aksi unjukrasa di Larantuka. Tujuan utama aksi unjuk rasa itu ialah meminta SP3 bagi Mikhael Torangama Kelen dan tiga anak Lamber Liko Kumanireng yang ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Dalam momen semacam itu dia mengenakan “jubah” PADMA Indonesia. Tetapi sebenarnya tidak jelas apakah aksi semacam itu sinkron dengan visi misi PADMA Indonesia sesungguhnya.

Setelah unjukrasa-unjukrasa yang pernah digelarnya di Larantuka gagal membuahkan hasil, aktivitasnya dalam kaitan dengan kasus pembunuhan tersebut menjadi tidak jelas lagi. Semoga dia sadar bahwa apapun upaya dia untuk membela kejahatan tersebut tidak akan berhasil. “Jubah” PADMA Indonesia yang selama ini dia kenakan itu tak berarti apa-apa. ***