Jumat, 09 Mei 2008

Gagalnya hipotesa lakalantas tunggal


Penemuan jenazah Yoakim Gresituli Ata Maran (Akim Maran) di dalam parit di Blou, Flores Timur berhasil memicu terjadinya perdebatan sengit tentang musabab kematiannya. Berbagai kalangan masyarakat di Eputobi dan sekitarnya bertanya, mengapa dia meninggal secara mengenaskan semacam itu? Untuk menjawab pertanyaan ini beberapa hipotesa dikemukakan. Pertama, hipotesa santet. Kedua, hipotesa lakalantas tunggal. Ketiga, hipotesa pembunuhan.

Hipotesa santet: Jika seseorang disantet, maka dia dapat meninggal dunia kapan dan di mana saja dia berada.
Hipotesa ini sempat didukung oleh sejumlah kalangan di Eputobi dan sekitarnya. Dukungan mereka atas hipotesa ini didasari adanya upaya-upaya nyata dari pihak-pihak tertentu untuk menghabisi Akim Maran dan rekan-rekan seperjuangannya dengan black magic. Sejak meletusnya masalah batas tanah pada Senin 10 April 2006, penggunaan black magic oleh orang-orang yang memusuhi suku Ata Maran dan kawan-kawan digalakkan. Upaya itu nyata dari sumpah serapah dan pengerahan para praktisi black magic. Penggunaan black magic oleh komplotan penjahat itu dipergencar setelah meletus kasus penundaan pelantikan kepala desa Lewoingu periode 2007-2013.

Meskipun pada level-level tertentu hipotesa santet memiliki kekuatan penjelas, tetapi kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Hipotesa santet tidak didukung dengan fakta-fakta empiris, terutama fakta-fakta yang dengan mudah ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dan sekitarnya. Hipotesa itu juga tidak klop dengan keadaan jenazah korban. Sehebat apa pun seorang dukun santet, dia tidak mungkin membuat darah korbannya berceceran hingga mencapai radius 70 meter dari tempat jenazah ditemukan. Selain itu, dengan black magic-nya dia pun tidak mampu menempatkan sepeda motor yang dikendarai korban dalam posisi sangat rapih, dengan kondisi tanpa kerusakan.

Hipotesa lakalantas tunggal: Jika seseorang lalai atau melakukan kesalahan dalam mengendarai sepeda motor, maka dia dapat mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggal di tempat.
Hipotesa ini dikemukakan oleh aparat kepolisian setempat, yang pada hari Selasa pagi 31 Juli 2007 datang ke TKP. Bermodalkan pengamatan sepintas di TKP dan berdasarkan keterangan yang mereka peroleh dari Marse Kumanireng (isteri korban), Moses Hodung Werang (seorang petani yang pada Selasa pagi 31 Juli 2007 pukul 09:00 wita menemukan jenazah korban), Bang Hayon (orang yang pada Senin malam 30 Juli 2007 mengantar Marse Kumanireng dari Bokang ke Eputobi), dan Ito de Ornay (orang yang pada hari Selasa pagi 31 Juli 2007 selepas jam 09:00 datang ke TKP setelah memperoleh informasi tentang penemuan jenazah di Blou), aparat kepolisian setempat kemudian menyimpulkan bahwa kematian Akim Maran murni karena kecelakaan lalu lintas (lakalantas) tunggal. Artinya, dia meninggal karena mengalami kecelakaan lalu lintas akibat kelalaian atau kesalahannya sendiri dalam mengendarai sepeda motor, bukan karena bertabrakan dengan kendaraan bermotor lain.

Selain didukung oleh sejumlah oknum aparat kepolisian setempat, hipotesa ini pun didukung oleh anggota-anggota komplotan penjahat Eputobi dan para pendukung mereka. Tetapi sejak awal, hipotesa ini tak dapat diandalkan dalam menjelaskan sebab kematian Akim Maran. Hipotesa ini tidak sesuai dengan situasi-situasi empiris di TKP dan di tubuh jenazah korban. Di tempat kejadian perkara tidak ditemukan adanya jejak-jejak terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sendal yang dipakai korban dalam perjalanan dari Lato menuju kampung Eputobi pada hari Senin malam 30 Juli 2007 tidak ditemukan di TKP. Sepeda motor yang dikendarai korban dalam keadaan baik, tidak mengalami kerusakan. Darah korban ditemukan berceceran di suatu pondok yang berjarak 70 meter dari lokasi penemuan jenazah. Keadaan luka-luka di kepala dan wajah korban menunjukkan bahwa kematiannya bukan karena kecelakaan lalu lintas. Hipotesa ini pun tidak sesuai dengan isi visum dokter tentang keadaan jenazah korban.

Meskipun mendapat dukungan kuat dari pimpinan Polres Flores Timur, waktu itu, kebenaran hipotesa lakalantas tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Kesimpulan bahwa kematian Akim Maran murni karena kecelakaan lalu lintas dibuat bukan berdasarkan serangkaian penyelidikan ilmiah, melainkan berdasarkan suatu asumsi belaka. Sehingga gampang bagi kita untuk melihat kelemahannya.

Hipotesa pembunuhan: Jika ada orang-orang di Eputobi yang selama ini sangat iri dan benci terhadap Akim Maran, maka mereka itu bisa menghadang dan membunuh dia ketika dia sedang dalam perjalanan.
Sejak hari penemuan jenazah korban di Blou, hipotesa ini pun sudah dikemukakan oleh sejumlah orang, baik di Eputobi maupun di kampung-kampung sekitarnya. Berbagai situasi yang terdapat di TKP membuat mereka yakin bahwa kematian Akim Maran disebabkan oleh pembunuhan, bukan karena kecelakaan lalu lintas. Bagi mereka, apa yang disebut kecelakaan lalu lintas itu hanyalah suatu rekayasa.

Meskipun demikian kebenaran hipotesa ini pun masih perlu dibuktikan secara ilmiah. Untuk itu dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Tugas TPF adalah mengumpulkan berbagai informasi terkait dari berbagai sumber; mengolah TKP secara luas dan mendalam; mengumpulkan barang-barang bukti. Berbagai informasi dan barang bukti yang berhasil dihimpun kemudian dianalisis secara ilmiah. Setelah dipandang cukup memadai, TPF lalu menyusun suatu laporan yang bersifat menyeluruh dan mendasar untuk disampaikan kepada Kapolres Flores Timur, kepada Kapolda NTT, kepada Kapolri, dan kepada Presiden RI. Sebelumnya, TPF pun pernah menyampaikan laporan-laporan yang bersifat parsial ke aparat kepolisian setempat.

Konfirmasi ilmiah atas kebenaran hipotesa pembunuhan diperoleh dari Laboratorium Forensik Mabes Polri di Denpasar, Bali. Di laboratorium tersebut darah yang terdapat pada sejumlah barang bukti diuji dalam dua tahap. Dalam tahap pertama, diuji apakah darah pada barang-barang bukti seperti batu, kayu, dan kaus serta kain itu adalah darah manusia. Perlu dicatat bahwa barang-barang bukti seperti kayu, kaos putih kumal, dan kain itu berada di tempat-tempat yang berbeda, yang berjarak 70 meter dari lokasi penemuan jenazah korban. Jika darah pada barang-barang bukti itu adalah darah manusia, maka dalam tahap kedua diuji apakah darah pada barang-barang bukti itu adalah darah korban. Proses uji dalam tahap kedua mudah dilakukan, berkat adanya darah korban, yang diambil dari genangan darah yang keluar dari tengkorak belakangnya yang remuk, di lokasi penemuan jenazahnya. Sejak hari Selasa 31 Juli 2007, darah itu disimpan dengan baik di rumah Keluagra Ata Maran di Eputobi-Lewoingu, Flores Timur.

Hasil uji pertama dan kedua adalah positif. Itu berarti kematian Akim Maran disebabkan oleh pembunuhan, bukan oleh kecelakaan lalu lintas. Maka penyilidikan atas perkara kematian Akim Maran harus dilakukan untuk mengungkap siapa-siapa saja yang melakukan pembunuhan itu. Perkara kejahatan itu tak boleh ditutup-tutupi oleh siapa pun.

Kebenaran hipotesa pembunuhan kemudian dikonfirmasi pula secara jelas oleh kesaksian seorang saksi mata, ketika dia diperiksa di Polres Timur oleh Tim Penyidik dari Polda NTT. Kesaksian dari saksi-saksi lain pun mendukung kebenaran hipotesa pembunuhan. Berdasarkan cara kerja ilmiah dan kesaksian dari si saksi mata dan saksi-saksi lainnya, Mikhael Torangama Kelen dan kawan-kawannya dibekuk di Eputobi, Flores Timur pada hari Jumat 18 April 2008.

Sekarang ini sedang diusahakan satu lagi tahap pembuktian ilmiah. Jika proses pembuktian ilmiah yang satu lagi itu berhasil ditempuh, maka semua anggota kompoltan penjahat Eputobi, yang terlibat dalam pembunuhan tersebut lebih mudah dibekuk. Dengan demikian,seluruh jaringan mereka pun akan lebih mudah dilumpuhkan.

Kiranya jelas bahwa dalam perkara kematian Akim Maran, hipotesa lakalantas tunggal, yang didengung-dengungkan oleh oknum-oknum polisi tertentu di Flores Timur dan oleh anggota-anggota komplotan penjahat Eputobi itu mengalami kegagalan total. Hipotesa santet pun tak dapat diandalkan. Yang teruji secara ilmiah adalah hipotesa pembunuhan. ***