Senin, 19 Mei 2008

Saksi mata versus pembela kejahatan 30 Juli 2007


Tuhan menciptakan manusia dengan mata. Maka kita pun dapat melihat dunia. Dengan mata, anda dapat melihat indah warna-warni alam ciptaan Tuhan. Dengan mata, anda dapat melihat keunikan rupa sesamamu. Dengan mata anda tahu arti terang dan gelap. Dengan mata, anda dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia ini.

Setiap kita dapat menjadi saksi mata peristiwa-peristiwa tertentu. Ada peristiwa yang menarik untuk dilihat. Tetapi ada pula peristiwa yang membuat mata kita enggan atau bahkan tak mau melihatnya. Rupanya, mata kita diciptakan untuk melihat hal-hal yang baik dan mempesona. Maka biasanya kita pun tak suka melihat peristiwa-peristiwa buruk, apalagi yang tragis. Tapi yang buruk dan tragis pun seringkali terjadi dalam hidup kita di dunia ini. Dan mungkin anda pun pernah menjadi saksi mata suatu tragedi kemanusiaan.

Ketika seseorang atau beberapa orang melakukan kejahatan, mereka tak ingin ada mata yang menyaksikan perbuatan jahat yang sedang mereka lakukan. Mata para penjahat tak ingin melihat saksi mata. Soalnya, si saksi mata dapat mnceriterakan perbuatan jahat mereka, dan mereka pun diringkus oleh aparat penegak hukum.

Diringkusnya empat anggota komplotan penjahat Eputobi di Flores Timur pun berkat kesaksian saksi mata. Dengan matanya dia melihat orang-orang yang menghadang korban (Yoakim Gresituli Ata Maran). Dengan matanya dia pun melihat orang yang pertama kali memukul korban. Dengan kupingnya dia juga mendengar kata-kata yang keluar dari mulut orang yang pertama kali melontarkan pukulan itu. Ada pula saksi yang melihat siapa berbuat apa di Blou pada Senin malam, 30 Juli 2007.

Apakah kesaksian saksi mata itu palsu? Bagi si pembela kejahatan, si saksi mata memberikan kesaksian palsu. Tetapi penilaiannya ini tidak didasari bukti. Dia mendasarkan penilaiannya pada perasaan subjektifnya. Bermodalkan perasaan subjektifnya, dia bertarung melawan si saksi mata. Tapi ujung dari pertarungan itu mudah ditebak. Dia akan bertekuk lutut oleh kesalahannya sendiri. Waktunya akan tiba, di mana si pembela kejahatan pun akan mengalami nasib seperti yang dialami oleh empat orang tersangka itu. Bukankah membela kejahatan adalah suatu kejahatan?

Suatu hari si pembela kejahatan dibuai oleh mimpi indah tentang pembebasan. Dan spontan dia mengira bahwa semua ini adalah karya Allah. Mungkin karena itu, dia pun merancang jerat hukum bagi si saksi mata. Dalam buaian mimpi itu, dia merasa seakan-akan telah memenangkan suatu perang besar. Kepalanya sempat ditegakkan. Dadanya sempat dibusungkan. Dalam hatinya sempat tumbuh riak kegembiraan.

Setelah terjaga, barulah dia sadar bahwa semua itu hanyalah mimpi, mimpi yang hanya indah sesaat lantas berubah menjadi kengerian yang menyesakkan dadanya sendiri. Di siang yang terik itu, dia akhirnya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri seperti apa nasib yang harus ditanggung oleh penjahat-penjahat itu. Wajahnya yang tadinya sempat berseri langsung memucat. Sinar matanya pun meredup. Untung bahwa gelap tak langsung menyergapnya.

Lalu pada sebuah kapal dia berdiri. Di situ, sekali lagi dia mencoba mengadu nasib. Dia coba bertarung melawan kenyataan yang bertolak belakang dengan mimpinya. Tapi sekali lagi dia harus mengakui kegagalannya untuk meraih mimpi indahnya. Lantas, siapakah yang mau perduli dengannya? Ada banyak mata yang memandangnya, tapi bukan mata-mata yang menghiburnya. Dengan matanya, dia menyaksikan nasib penjahat-penjahat itu. Sempat, mereka saling memandang, tapi pandang memandang tanpa arti. Lalu, dengan matanya dia pun melihat si saksi mata. Tetapi sorot mata si saksi mata terasa menusuk hatinya yang penuh dengki. Dendam pun membara dalam hatinya. Dia bertekad untuk bertempur melawan kebenaran. Si saksi mata telah mengungkapkan kebenaran. Dan dia bertekad untuk membelanya. Mungkinkah seorang pembela kejahatan dapat menaklukkan kebenaran?

Ingatlah, bahwa kebenaran itu datang dari langit abadi, sedangkan kejahatan itu datang dari dunia fana. Mungkinkah yang fana mampu mengalahkan yang abadi? ***