Senin, 03 Agustus 2009

Dari Blou ke Puskesmas Lewolaga, lalu ke Eputobi

 

Setelah menyuruh Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng menyampaikan kabar tentang kematian Yoakim Gresituli Ata Maran ke Eputobi, Fransiskus Raga L. pun mengatur proses pengevakuasian jenazah korban tersebut dan sepeda motor yang dikendarainya dari Lato pada Senin malam 30 Juli 2007. Pada waktu itu di TKP hadir pula beberapa orang lain, selain Hodung Werang.

Ketika hendak dievakuasi baru diketahui bahwa kancing atas celana jeansnya yang dikenakan korban terbuka. Alas kaki yang dikenakan korban raib, entah ke mana. Menurut kesaksian beberapa orang, sandal korban itu sempat dipakai oleh salah seorang pelaku. Luka hanya terdapat di kepala dan wajah. Bagian tubuhnya yang lain dalam keadaan baik.

Dalam proses evakuasi itu diketahui pula bahwa sepeda motor itu tidak mengalami kerusakan. Sepeda motor itu dalam keadaan utuh. Kunci kontaknya dalam keadaan off. Ketika kunci kontaknya di-on-kan, tampak bahwa gigi pengatur kecepatannya dalam keadaan on. Seorang anak muda bernama dari Lewolaga mengendarai sepeda motor Yamaha Jupiter itu, kemudian memarkirnya di halaman Pos Polisi Titehena di Lewolaga.

Dari Blou, jenazah korban dibawa ke Puskesmas Lewolaga untuk divisum. Banyak orang yang datang menyaksikan proses visum tersebut. Dari proses visum dapat diketahui bahwa cedera parah pada kepala dan wajahnya itu akibat hantaman benda keras tumpul. Artinya, korban meninggal bukan karena kecelakaan lalulintas. Model luka pada tubuh orang yang mengalami kecelakaan lalulintas, termasuk lakalantas tunggal sangat berbeda dengan luka-luka pada kepala dan wajah korban tersebut.

Dari Puskemas Lewolaga, jenazah korban dibawa ke rumah duka di kampung Eputobi, desa Lewoingu. Ketika jenazah korban memasuki kampung Eputobi dari arah timur, muncul seorang tua bernama Ola Kumanireng. Kepalanya mengenakan topi. Tangan kirinya memegang parang, tangan kanannya memegang tombak. Dengan tombak, orang ini menikam tanah sebanyak tiga kali, kemudian melambai-lambaikan parang dengan tangan kirinya. Aksi semacam itu terbilang nyentrik dan aneh. Tetapi tidak jelas apa artinya. Yang jelas pada suatu hari di bulan Juli 2007, sebelum Yoakim Gresituli Ata Maran dibunuh di Blou, orang tua yang satu ini mengancam membuat Yoakim Gresituli Ata Maran dan Pius Keluang Koten terkapar di tanah. Setelah Yoakim Gresituli Ata Maran dibunuh, dia mengatakan, “Gresituli sudah mati, tinggal Raga dan Nuba.”

Tibanya jenazah korban di rumah duka, yaitu rumah keluarga Ata Maran di Eputobi disambut dengan isak tangis oleh anggota-anggota keluarganya dan oleh rekan-rekan seperjuangannya, serta oleh orang-orang yang mengenalnya dengan baik. Sementara suasana tawa ria nampak di kalangan para penjahat yang telah menghabisinya. Orang-orang jahat itu bahkan sempat merasa bangga, seakan-akan mereka telah memenangkan suatu peperangan.

Ke rumah duka itu datang banyak orang dari seluruh kawasan Lewoingu dan kampung-kampung sekitarnya, juga dari kota Larantuka untuk memberikan penghormatan terakhir bagi Yoakim Gresituli Ata Maran. Sejumlah antek Mikhael Torangama Kelen pun datang ke rumah duka. Tetapi kehadiran mereka di situ lebih sebagai mata-mata bagi Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Di antara mereka itu, ada yang pernah mengandalkan rezeki hidupnya dari Yoakim Gresituli Ata Maran dan dari keluarga Ata Maran. Bahkan seorang praktisi black magic, yang menjadi salah satu mitra terdekat Mikhael Torangama Kelen pun hadir di rumah duka.

Siang hari itu, Selasa, 31 Juli 2007, datang pula ke TKP beberapa anggota polisi dari Polsek Boru. Ceriteranya, mereka mau melakukan penyelidikan di TKP. Tetapi hasilnya tidak jelas hingga kini. Di kemudian hari seorang polisi yang datang ke TKP itu mengatakan kepada saya, di Polsek Boru, bahwa yang terjadi di Blou pada waktu itu adalah kecelakaan lalulintas. Padahal di situ tidak terdapat jejak-jejak terjadinya kecelakaan lalulintas.

Jelas bahwa polisi itu terkecoh oleh bekas ban sepeda motor terseret di pinggir jalan raya yang dimulai sekitar 11 meter dari posisi deker (dari arah barat ke timur). Bekas seretan ban sepeda motor itu berakhir sekitar tujuh meter sebelum deker di bok halus di Blou itu, dan arah ban sepeda itu selanjutnya adalah ke badan jalan, bukan ke pinggir kiri jalan raya. Pada titik dimulainya seretan ban itu terletak sebuah batu, yang tampaknya baru saja diambil dari dalam semak di sebelah kiri jalan raya itu.

Kiranya perlu dicatat di sini, bahwa bekas seretan ban sepeda motor itu adalah hasil kreasi dari salah seorang anggota komplotan penjahat yang dipimpin oleh Mikhael Torangama Kelen. Tiga bulan sebelum hari Senin malam 30 Juli 2007, orang itu sudah berlatih jatuh dari sepeda motor di dekat deker tempat jenazah korban ditemukan itu. Latihan itu dilakukan setelah mereka berencana membunuh tiga orang lawan politik mereka, yaitu Yoakim Gresituli Ata Maran, Yoseh Kehuler, dan Sis Tukan. Orang itu menjadi salah satu pelaku penghadangan pada Senin malam. 30 Juli 2007. Orang itu pun muncul bersama temannya di TKP pada Selasa pagi, 31 Juli 2007 sekitar pukul 06.00 waktu setempat. (Bersambung