Rabu, 26 Agustus 2009

Polisi dan Jaksa

 

Harapan masyarakat beradab di kampung Eputobi dan seluruh kawasan Lewoingu dan sekitarnya agar kasus pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran dapat dajukan ke Pengadilan Negeri Larantuka tampaknya belum terpenuhi dalam waktu dekat ini, mengingat masih adanya ganjalan di sana sini. Meskipun ganjalan dimaksud seharusnya tidak perlu terjadi, mengingat jelasnya ujung pangkal perkara pembunuhan tersebut, tetapi di dalam kenyataan itu yang terjadi.

Yang diharapkan oleh keluarga korban dan para pendukungnya adalah adanya koordinasi yang jelas antara pihak polisi dalam hal ini Polres Flores Timur dan pihak Kejaksaan Negeri Larantuka agar perkara kejahatan tersebut dapat berhasil memperoleh status P21. Soalnya, yang terjadi adalah perkara pembunuhan berencana. Kadar kriminalnya tergolong besar, apalagi salah seorang tersangka pelakunya kini berstatus sebagai kepala desa Lewoingu. Citra desa Lewoingu kian terpuruk, jika si tersangka tersebut terus bercokol di kursi kepala desa tersebut. Padahal di bagian lain dari negeri ini, seorang yang berstatus sebagai tersangka pelaku kejahatan besar semacam itu layak dinonaktifkan. Apalagi pelantikannya tempo hari pun bersifat bersyarat. Benarkah semua syarat sudah dia penuhi?

Sungguh tidak etis jika suatu desa dikepalai oleh seseorang yang secara jelas menjadi kepala komplotan pembunuh berdarah dingin. Jika etika politik diabaikan mau dibawa ke mana desa Lewoingu. Kesadaran etislah yang mendorong berbagai pihak, tidak hanya di kawasan Lewoingu, tetapi di kawasan lain di Flores Timur, termasuk di kota Larantuka, terus menanyakan kelanjutan proses hukum atas perkara pembunuhan tersebut. Mereka terus mendesak pihak keluarga korban untuk tidak mendiamkan kelambanan penanganan perkara tersebut. Ada yang sempat mengatakan, “Kami ini orang lain, tapi kami pun keberatan bila penanganan perkara tersebut terus terkatung-katung.” Dari kalangan kaum berjubah pun muncul dorongan agar pihak keluarga korban terus mengupayakan agar penanganan perkara pembunuhan tersebut bisa berjalan lebih serius dan lancar. Kelambanan penanganan perkara tersebut seperti yang terjadi selama ini dikhawatirkan mengaburkan bahkan ikut menggelapkan aspek-aspek kriminalnya yang sudah terang benderang.

Sampai sejauh ini, pihak keluarga korban masih berusaha dengan sabar menunggu hasil kerja nyata dari para aparat penegak hukum terkait dalam memproses perkara tersebut. Karena hasil kerja mereka belum juga optimal, maka kami menghimbau mereka untuk bekerja lebih serius. Aparat polisi yang bersangkutan di Polres Flores Timur diharapkan benar-benar mengembangkan arah penyidikan mereka ke berbagai orang-orang yang dapat diduga terlibat dalam perkara tersebut, atau yang dipandang mengetahui peristiwa pembunuhan tersebut, berdasarkan informasi dan data-data yang sudah berhasil dikumpulkan. Dengan demikian, mereka bisa mengungkap hingga tuntas kasus pembunuhan tersebut. Sebagai misal, aktor intelektual dan penyandang dana proyek kejahatan di Blou itu pun perlu diperiksa secara intensif selama 24 jam.

Yang juga diperlukan adalah suatu tim jaksa yang independen, yang berpengalaman dalam menangani perkara-perkara kriminal besar semacam itu. Jaksa yang di masa lalu sudah biasa dilobi oleh orang-orang dari kubu tersangka jelas tidak perlu dilibatkan dalam proses penanganan perkara pembunuhan tersebut. Jaksa yang punya pertalian tertentu dengan para tersangka dan kubu tersangka tidak perlu dilibatkan dalam urusan tersebut. Diperlukan suatu tim jaksa independen yang melibatkan pula jaksa-jaksa lain dari luar Kejari Larantuka. Jika perlu datangkan pula jaksa-jaksa independen dari pulau Jawa.

Dalam kesabaran kami untuk menunggu dan menunggu keseriusan para aparatur penegak hukum terkait, baik di Polres Flores Timur maupun di Kejaksaan Negeri Larantuka,  dalam menangani perkara pembunuhan tersebut, kami tetap berpegang pada prinsip bahwa kejahatan besar semacam itu tak patut dibiarkan berlarut-larut penanganannya. ***