Minggu, 02 Agustus 2009

31 Juli dua tahun yang lalu

 

Selasa pagi, 31 Juli 2007 diawali dengan kesibukan-kesibukan yang tidak biasa di kubu pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Sejak sebelum fajar merekah ada yang sibuk mencari kayu, di daerah Berobang, ada yang mondar-mandir Eputobi Blou. Dia yang  pura-pura mencari dan mengumpulkan kayu di Berobang itu kemudian kembali ke Eputobi dengan sebuah sepeda motor ojek. Begitu turun dari ojek, dia pun langsung berceritera tentang Yoakim Gresituli Ata Maran yang sedang tergeletak dengan wajah pucat pasi di Blou. Dia bilang, mati atau hidup orang itu dia tidak tahu.

Rekan-rekannya yang ke Blou punya tugas khusus, yaitu memposisikan sepeda motor Yamaha Jupiter sesuai dengan petunjuk dari pulau seberang. Sebelum diposisikan di dekat jenazah korban, sepeda motor itu sempat di parkir di pinggir jalan, sedikit di sebelah timur deker. Sepeda motor itu diletakkan di sebelah utara jenazah korban pada posisi yang lebih tinggi daripada posisi jenazah. Posisinya sedikit miring ke utara, menghadap lurus ke timur, dengan roda depan menempel pada batang lamatoro. Sepeda motor itu dalam keadaan utuh, tidak mengalami kerusakan. Kunci kontaknya dalam keadaan off. Ketika kunci kontaknya di-on-kan, tampak jelas bahwa gigi pengatur kecepatannya dalam keadaan netral.

Pagi hari itu sekitar pukul 06.00 ada seorang tukang ojek dari kampung Eputobi yang sedang menuju Bokang sempat berhenti dipinggir kiri jalan di dekat tempat jenazah korban tergeletak. Untuk apa? Dia kebelet pipis, maka dia berhenti untuk membuang air yang tidak diperlukan oleh tubuhnya. Di situ dia bertemu dengan dua orang, satu dari Eputobi, satu dari Lewolaga. Ketika ditanya, “Pagi-pagi kok sudah di sini, dari mana?” Kedua orang itu menjawab, kami baru dari pantai melihat jerat kera. Padahal di situ tidak dipasang satu pun jerat kera. Kedua orang itu baru dari Lewotobi, berhenti sejenak di Konga, lalu berhenti lagi di Blou, sebelum meneruskan perjalanan mereka ke Lewolaga dan ke Eputobi.

Pagi hari itu sebelum pukul 07.00 waktu setempat, Mikhael Torangama Kelen yang bercelana pendek  kepergok melintas sendirian dengan sepeda motornya di ruas jalan di Hokeng dari arah Boru. Pagi itu sebelum pukul 07.00 waktu setempat Petrus Naya Koten sudah tiba di kantornya di SMP Negeri Boru. Ketika kepala SMP tersebut tiba, Petrus Naya Koten sudah berada di situ. Pada hari-hari sebelumnya  Petrus Naya Koten tiba di kantornya setelah kepala sekolah tersebut tiba. Hingga kini belum jelas di mana keberadaan Petrus Naya Koten sepanjang hari Senin malam, 30 Juli 2007 hingga pagi hari Selasa, 31 Juli 2007. Pada malam itu dia tidak menampakkan batang hidungnya di rumahnya di kampung Eputobi. Pada pagi hari Selasa, 31 Juli 2007 pun orang itu tidak kelihatan berada di rumahnya.

Pagi hari itu, seorang anak muda disuruh mencari sepeda motor milik Petrus Naya Koten. Selain mencari ke tempat tinggal Yoakim Gresituli Ata Maran, anak muda itu pun pergi ke sekitar rumah Mikhael Torangama Kelen untuk menanyakan sepeda motor tersebut. Di situ dia memperoleh jawaban dari Yano Beoang, “Motor itu berada di bawah sana di batu-batu besar di sana.” Memang, tak jauh dari tempat jenazah korban ditemukan terdapat pantai berbatu-batu besar berwarna hitam. Pantai itu bernama Waigema. 

Sebelum pukul 08.00 waktu setempat, Mikhael Torangama Kelen bersama Lambertus Lagawuyo Kumanireng berhenti di Welo Tobi One’eng. Di situ mereka sempat berbicara dengan seseorang yang sedang ke kebun. Mereka berdua mengenakan jaket. Tampilan mereka pagi itu tidak rapih. Dari wajah mereka nampak jelas bahwa mereka tidak tidur tadi malam.

Sekitar pukul 08.00 pagi Selasa 31 Juli 2007, Mikhael Torangama Kelen bersama Efi Kumanireng meninggalkan Eputobi. Mereka meluncur ke arah barat. Di belakang mereka terdapat Damasus Likuwatang Kumanireng yang dibonceng oleh seorang tukang ojek. Lalu dibelakangnya lagi ada angkutan umum bernama Melani Indah. Di dalamnya terdapat Geroda Tukan.

Pagi itu, di Konga, sebelum tersiar berita tentang penemuan jenazah Yoakim Gresituli Ata Maran di dalam parit di Blou itu, ada orang Eputobi yang sudah memberitakan kepada seseorang bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal karena kecelakaan lalulintas. Orang itu juga bilang bahwa akan ada empat orang lagi yang menyusul, yaitu Pius Koten, Dere Hayon, Yosef Kehuler, dan Sis Tukan. Hal yang sama diungkapkan pula oleh seorang orang Eputobi dari kalangan penjahat itu di sebuah kampung yang terletak di sebelah timur kampung Eputobi pada pagi hari itu juga. Sebelum pukul 09.00 waktu setempat pagi itu, di ibukota provinsi NTT pun ada orang yang sudah bicara tentang kematian Yoakim Gresituli Ata Maran.

Pagi hari itu sebelum tersiar berita tentang kematian Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou, suasana di kampung Eputobi tampak lengang yang mencekam ditingkahi suara lolongan anjing. Suasana semacam itu tidak terjadi sebelumnya di kampung itu.

Ada pula kejadian lain yang tidak pernah terjadi sebelumnya, yaitu kehadiran Sedu Kelen dan Doweng Kelen di kubur mantan guru Dalu Kelen dan adiknya bernama Bei Kelen. Pagi-pagi dua saudara kembar itu sudah nonkrong di situ, sehingga mengundang pertanyaan dari orang-orang yang melihat keberadaan mereka di situ. Ketika ditanya untuk apa pagi-pagi sudah berada di situ, salah satu dari mereka menjawab, “Wia bau’ung kame pusa mang lali Blou” (Tadi malam kami injak padi di Blou).  (Bersambung)