Selasa, 04 Agustus 2009

Itu sepeda motor saya, dan bagaimana keadaan bapak?

 

Selasa siang, 31 Juli 2007, seusai bekerja di SMP Negeri Boru, Petrus Naya Koten kembali ke Eputobi dengan menggunakan angkutan umum. Dalam perjalanan ke Eputobi itu naik pula beberapa orang yang mau melayat jenazah korban ke rumah duka. Petrus Naya Koten yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan yang terjadi pada Senin malam 30 Juli 2007 itu tentu tahu siapa yang meninggal di Eputobi pada hari itu. Ketika tiba di depan Pos Polisi Titehena di Lewolaga Petrus Naya Koten sempat mengarahkan kedua matanya ke sepeda motornya yang sedang diparkir di halaman kantor polisi tersebut. Lalu kepada para penumpang yang lain dia berkata, “Itu sepeda motor saya ada di sana dalam keadaan utuh.” Kata-kata ini dia gunakan hanya untuk berbasa-basi, karena sejak Senin malam dia sudah tahu bahwa sepeda motornya tidak diapa-apakan oleh Mikhael Torangama Kelen dkk. Sekitar pukul 13.00 waktu setempat dia tiba di rumahnya di Eputobi, dengan raut muka tanpa semangat.

Siang itu kampung Eputobi benar-benar dilanda kesedihan, dan dicekam ketegangan. Meskipun ada tawa bangga di kubu para penjahat, tetapi mereka pun dilanda ketakutan dan kepanikan, apalagi mereka menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri kehadiran banyak orang di rumah duka. Dalam suasana semacam itu, mereka tetap bersikap bermusuhan dengan pihak barat. Ada satu orang tua dari kalangan mereka, yang sedianya mau melayat ke rumah duka. Tetapi karena dilarang oleh kepala sukunya, maka niat itu pun diurungkan. Lagi pula, siapa yang butuh layatan dari kalangan penjahat itu?

Pada Selasa malam, 31 Juli 2007, di saat keluarga korban diliputi duka yang mendalam, datang dua anggota polisi dari Polsek Boru di rumah duka di kampung Eputobi. Tanpa basa basi, seorang dari mereka berkata kepada isteri korban,”Keadaan bapak ialah mabuk berat.” Mendengar itu isteri korban hanya diam saja. Karena tidak ada tanggapan dari isteri korban, polisi yang tidak tahu situasi itu bertanya, “Bagaimana keadaan bapak dari Lato?” Tetapi pertanyaan itu pun tidak dijawab oleh isteri korban. Polisi itu lalu mengulang kata-kata, “Keadaan bapak mabuk berat.” Di secarik kertas, polisi itu menulis, “Keadaan bapak mabuk berat.”

Yang aneh dari kejadian itu ialah bahwa polisi itu langsung mengarahkan agar isteri korban mengatakan bahwa ketika meninggalkan Lato, suaminya berada dalam keadaan mabuk berat. Setelah dicek di Lato, diketahui bahwa ketika meninggalkan Lato, Yoakim Gresituli Ata Maran tidak berada dalam keadaan mabuk berat. Kata-kata mabuk berat itu kemudian menjadi kata-kata favorite di kalangan para penjahat Eputobi itu untuk menutup-nutupi perbuatan jahat yang mereka lakukan pada Senin malam 30 Juli 2007 itu. ***