Minggu, 09 Agustus 2009

Siapa yang memaksa Petrus Naya Koten untuk menguburkan kebenaran?

 

Petrus Naya Koten alias Pite Koten alias Pendek Pite. Nama ini menjadi terkenal ke seantero dunia karena keterlibatannya dalam peristiwa pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou pada Senin malam, 30 Juli 2007. Berdasarkan keterangan dari seorang saksi kunci, keberadaan Petrus Naya Koten di tempat kejadian perkara (TKP), pada malam itu tak bisa diragukan lagi. Kehadirannya di TKP menunjukkan keterlibatannya dalam aksi pembunuhan yang dipimpin oleh Mikhael Torangama Kelen itu.

Berdasarkan indikasi awal yang cukup tentang keterlibatannya dalam peristiwa pembunuhan di Blou, Petrus Naya Koten dimintai keterangan di Mapolres Flores Timur pada hari Kamis, 17 April 2008. Sebelum ke Mapolres Flores Timur, dia sudah diberi pengarahan oleh Mikhael Torangama Kelen dalam suatu pertemuan. Pertemuan itu digelar setelah Mikhael Torangama Kelen dkk, termasuk Petrus Naya Koten mendapat panggilan untuk berurusan dengan penyidik pada hari Kamis, 17 April 2007. Dalam pengarahannya, Mikhael Torangama Kelen menyuruh anggota-anggota komplotannya termasuk Petrus Naya Koten untuk menjawab tidak tahu kepada polisi, jika polisi menanyakan kepada mereka tentang kasus pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran.

Di hadapan penyidik, Mikhael Torangama Kelen dan beberapa rekannya yang lain mengatakan tidak tahu tentang kasus pembunuhan Yoakim Gresituli Ata Maran. Mulanya, Petrus Naya Koten pun berusaha menerapkan jurus dusta semacam itu. Tetapi pada pukul 14.00 waktu setempat, dia akhirnya berceritera di hadapan penyidik dari Polda NTT, bahwa yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran adalah Mikhael Torangama Kelen, Yoakim Tolek Kumanireng, Yohanes Kusi Kumanireng alias Yoka Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng. Setelah mengungkapkan nama-nama pelaku pembunuhan tersebut, Petrus Naya Koten meminta perlindungan polisi bagi dirinya dan bagi keluarganya. Selain itu dia juga berharap agar kasus kejahatan tersebut dapat dituntaskan dalam waktu tidak terlalu lama sehingga tidak menjadi beban bagi dirinya. Sejak hari itu, dan selama beberapa waktu, Petrus Naya Koten bermalam di Polres Flores Timur, tetapi statusnya bukan sebagai tersangka. Dia tidak disel. Di kemudian hari Petrus Naya Koten menginap di Weri, selama keterangannya masih diperlukan oleh penyidik.

Proses pemeriksaan atas Petrus Naya Koten berlangsung dengan baik. Sebagai saksi mahkota atau saksi kunci, dia diperlakukan dengan baik, termasuk diberi makan cukup agar badannya tetap fit. Setelah mengungkapkan kebenaran yang disaksikannya dia merasa lebih plong. Tetapi dia mulai goyah setelah sebuah SMS bernada ancaman dari Andreas Boli Kelen masuk ke ponselnya. Kepada penyidik, dia mengungkapkan rasa takutnya. Dia takut dipecat oleh Andreas Boli Kelen yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Flores Timur. Dia takut kehilangan pekerjaan. Karena itu, dia pun bergelagat untuk menarik kembali keterangan yang telah diberikannya kepada penyidik.

Setelah menyampaikan rasa takutnya itu kepada penyidik, Petrus Naya Koten menyatakan tidak mau menarik kembali keterangannya, karena yang terjadi pada korban adalah pembunuhan. Tetapi ancaman dari Andreas Boli Kelen itu rupanya tetap menghantui pikirannya juga. Sehingga dia pun sempat tidak mau makan, dengan akibat kesehatannya sedikit terganggu. Karena itu dia pun sempat dirawat di Rumah Sakit. Dalam waktu singkat kesehatannya kembali pulih.

Tidak hanya kepada penyidik dari Polda NTT, Petrus Naya Koten memberikan kesaksian seperti tersebut di atas. Kepada penyidik dari Polres Flores Timur pun dia menceriterakan hal yang sama. Dalam pertemuan selama satu jam dengan salah seorang anggota keluarga korban pada tanggal 30 April 2008 di salah satu ruangan di Mapolres Flores Timur, Petrus Naya Koten pun menceriterakan hal yang sama. Pada kesempatan itu dia pun menegaskan bahwa dia tidak akan menarik kembali keterangan yang sudah diberikannya kepada penyidik, meskipun ada upaya dari kubu tersangka untuk mempengaruhi dia guna menarik kembali keterangannya. Dia secara tegas mengatakan bahwa yang menyebabkan kematian Yoakim Gresituli Ata Maran adalah pembunuhan.

Ketika diboyong ke Kupang bersama empat tersangka, Petrus Naya Koten mendapat perlakuan sangat baik. Selama di Kupang dia diinapkan di hotel. Ketika bertemu dengan Mikhael Torangama Kelen dkk di Polda NTT, dia didesak untuk menarik kembali keterangan yang sudah diberikannya kepada penyidik. Menurut salah seorang tersangka, jika Petrus Naya Koten tidak menarik kembali keterangannya, maka ada sembilan orang yang akan mendapat hukuman berat. Desakan dari para tersangka itu disampaikannya kepada salah seorang penyidik. Kepada penyidik itu, Petrus Naya Koten menegaskan sekali lagi bahwa dia tidak mau menarik kembali keterangannya.

Setelah kembali dari Kupang, pendiriannya perlahan berubah. Dengan tinggal di Weri, dia mudah dijumpai oleh orang-orang dari kubu tersangka yang sangat berkepentingan dengan penarikan kembali keterangannya itu. Perhitungan mereka, jika Petrus Naya Koten menarik kembali keterangannya, maka Mikhael Torangama Kelen dkk akan dibebaskan dari sangkaan sebagai pelaku pembunuhan tersebut. Dalam situasi penuh tekanan itu, Petrus Naya Koten akhirnya menandatangani surat pernyataan penarikan kembali keterangan yang sudah dituangkan dalam BAP. Padahal BAP itu sudah ditandatanganinya.

Indikasi bahwa surat pernyataan penarikan kembali keterangannya itu dibuatnya dalam suasana tertekan ialah fakta bahwa yang mengantar surat pernyataan tersebut ke Mapolres Flores Timur adalah San Kweng. Oleh San Kweng, surat itu diserahkan kepada Kasat Reskrim, yang pada waktu itu dijabat oleh Gopal. Di hadapan Gopal, si pembawa surat itu sempat ngomel-ngomel.

Seandainya Petrus Naya Koten itu benar tidak tahu menahu tentang peristiwa pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran, sejak awal pemeriksaan dia tidak perlu menceriterakan bahwa yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran adalah Mikhael Torangama Kelen dkk itu. Jika benar dia tidak tahu tentang peristiwa tragis di Blou itu, mengapa dia dengan mudah memberikan kesaksian kepada beberapa orang bahwa yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran adalah Mikhael Torangama Kelen dkk?

Jika kepada Arnold Manuk yang beberapa waktu lalu berlibur di kampung Eputobi, dia mengatakan bahwa dia dipaksa untuk mengatakan sesuatu yang tidak dia ketahui, itu merupakan salah satu bentuk kebohongan yang dia lakukan dengan sengaja. Kebohongan semacam itu merupakan akibat logis dari bergurunya dia pada Mikhael Torangama Kelen. Dengan berbohong seperti itu, dia mengira bahwa dia akan lolos dari jerat hukum. Dia lupa bahwa ada saksi kunci lain yang dengan mata kepalanya sendiri melihat keberadaannya di tempat kejadian perkara pada Senin malam 30 Juli 2007. Masa’ dia berada di TKP, berada di hadapan korban yang sedang terkapar tak berdaya di pinggir jalan raya, tetapi dia mengatakan bahwa dia tidak tahu mengenai kejadian itu?

Melalui eputobi.net, kebohongan yang diproduksi oleh Petrus Naya Koten dan mentornya bernama Mikhael Torangama Kelen itu disebarkan ke seantero dunia. Pemutarbalikan fakta-fakta tentang pembunuhan tersebut memang sudah biasa dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya. Dengan air mata dan kata-kata dusta, mereka berhasil mengecoh orang-orang yang tidak mengerti seluk-beluk urusan kejahatan tersebut.

Kurang pengetahuan tentang seluk beluk urusan kejahatan tersebut membuat orang Eputobi tertentu mudah terpanggil untuk menjadi penyambung lidah tidak bertulang dari Mikhael Torangama Kelen dan Petrus Naya Koten. Padahal sebagai manusia, kita mestinya dipanggil dan dipilih untuk mengatakan kebenaran.

Semakin kebenaran itu ingin dikuburkan, dia akan semakin mampu menyatakan dirinya. Sia-sia anda-anda berkata dusta. Sia-sia pula upaya anda-anda yang berusaha menjadi penyambung lidah tak bertulang dari para penjahat itu. ***