Selasa, 08 Desember 2009

Seandainya hanya Petrus Naya Koten yang menjadi saksi

 

Seandainya hanya seorang Petrus Naya Koten yang menyaksikan peristiwa pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou pada Senin malam, 30 Juli 2007, banyak orang dengan mudah dapat dikadalinya alias dikibulinya. Tetapi, karena ada saksi yang menyaksikan keberadaannya di tempat kejadian perkara pada malam hari itu, maka kebohongannya langsung kentara ketika dia berusaha menarik kembali kesaksiannya tentang siapa-siapa yang membunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Selain itu masih terdapat saksi lain yang menyaksikan keberadaan Yoka Kumanireng bersama beberapa pria (yang tidak terindetifikasi rupanya, karena gelap) di tempat kejadian perkara.

Kesaksian Petrus Naya Koten bahwa Mikhael Torangama Kelen, Yoakim Tolek Kumanireng, Yoka Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng yang menghabisi Yoakim Gresituli Ata Maran bersesuaian dengan kesaksian dari saksi yang secara jelas melihat keberadaannya bersama empat pria lain di tempat kejadian perkara. Kesaksian mereka berdua bersesuaian dengan kesaksian saksi yang melihat keberadaan Yoka Kumanireng dan beberapa pria di tempat kejadian perkara di Blou.

Setelah melakukan pembunuhan di Blou pada Senin malam 30 Juli 2007 itu juga sepeda motor berplat nomor DH 3536 WA milik Laurens Dalu Kumanireng dipergoki di parkir di suatu tempat di Doronuro. Di situ dia berpesta tuak bersama seorang rekan “seperjuangannya” dari Eputobi dan teman-teman mereka dari Lewolaga. Pada malam itu, Yoka Kumanireng bersama kakaknya mengendarai sepeda motor GL berwarna hitam.

Dua minggu setelah tanggal 31 Juli 2007, Laurens Dalu Kumanireng berkeinginan untuk menjual sepeda motornya agar dia dapat memperoleh biaya untuk pergi merantau. Tetapi realisasi penjualan sepeda motornya itu tertunda. Di kemudian hari baru keinginan itu direalisasikan. Uang dari penjualan sepeda motornya itu dipakai untuk biaya perjalanannya ke Jakarta. Selama berada di Jakarta hatinya diliputi ketakutan demi ketakutan. Lalu dia pulang ke Eputobi. 

Lalu di mana Petrus Naya Koten berada setelah ikut berjuang menghabisi Yoakim Gresituli Ata Maran pada malam itu? Keberadaan dia malam itu tidak jelas. Tetapi sebelum pukul 07.00 WITA hari Selasa, 31 Juli 2007, dia sudah berada di kantornya, yaitu di SMP Negeri Boru. Pokoknya, ketika kepala sekolah SMP Negeri Boru tiba, Petrus Naya Koten sudah berada di tata usaha sekolah itu. Biasanya Petrus Naya Koten tiba belakangan daripada tibanya kepala sekolah tersebut. Terdapat indikasi yang jelas, bahwa pagi hari itu dia diantar dengan sepeda motor Supra Fit oleh salah seorang tersangka ke SMP Negeri Boru. Menurut seorang saksi, si pengantarnya itu mengenakan celana pendek dan jaket, yang dikenakannya sejak Senin malam, 30 Juli 2007. Sekitar pukul 07.00 pagi hari Selasa, 31 Juli 2007, si pengantar itu kepergok melintas di Hokeng dari arah Boru.

Pada sekitar pukul 13.00 WITA Selasa, 31 Juli 2007, Petrus Naya Koten kembali muncul di rumahnya di kampung Eputobi. Dalam perjalanan pulang dari kantornya di Boru ke Eputobi dia sempat bersama dengan beberapa orang yang mau melayat jenazah korban. Mereka naik  kendaraan umum yang sama. Tetapi kepada polisi Petrus Naya Koten pernah menjelaskan bahwa pada siang hari itu dia pulang dari kebunnya. Padahal dia tidak punya kebun. Jelas dia berbohong. Kebohongan itu dia lakukan setelah dia berhasil dipengaruhi untuk menarik kembali keterangan di BAP pertamanya.

Sejak malam kejadian perkara itu, gerak gerik dan mulut Petrus Naya Koten diawasi oleh sesama rekan “seperjuangannya” di Blou. Soalnya, mereka takut kalau-kalau Petrus Naya Koten kelepasan lidah lalu membuka rahasia Blou. Sebagai kamuflase, Petrus Naya Koten dibiarkan menjalin hubungan baik dengan pihak keluarga korban, terutama selama dua minggu di bulan Oktober 2007 sewaktu saya berada di kampung Eputobi untuk melakukan investigasi lebih lanjut atas perkara pembunuhan di Blou itu. Tetapi sandiwara yang dimainkannya itu tak berhasil.

Sepuluh hari setelah saya meninggalkan kampung Eputobi untuk kembali ke Jakarta, Petrus Naya Koten dengan mantap kembali ke pelukan erat Mikhael Torangama Kelen. Sejak hari itu juga dia tak mau lagi berkontak dengan pihak keluarga korban. Padahal sebelumnya dia sering berkeluh kesah kepada saya tentang kesulitan mencari uang setoran untuk membayar cicilan sepeda motornya kepada dealer di Maumere. Setelah saya meninggalkan kampung Eputobi, dia dan isterinya sempat mencatut nama saya untuk meminta uang kepada keluarga korban termasuk kepada isteri korban.  Selama saya berada di kampung Eputobi, dia tidak berani meminta-minta uang semacam itu. Apa yang dia dan isterinya lakukan itu merupakan suatu bentuk pemerasan, terutama pemerasan terhadap isteri korban yang pada waktu itu masih dalam keadaan duka.

Dia baru bertemu lagi dengan salah seorang keluarga korban pada tanggal 30 April 2008 di Mapolres Flores Timur. Dalam pertemuan yang bersifat kekeluargaan yang berlangsung sekitar satu jam itu, dia mengungkapkan kembali kesaksiannya yang sudah disampaikan dengan sukarela kepada penyidik sebanyak lebih dari satu kali. Dalam pertemuan itu dia menegaskan bahwa yang menimpa Yoakim Gresituli Ata Maran adalah pembunuhan yang dilakukan oleh empat tersangka itu. Dan dia berharap agar kasus pembunuhan itu cepat ditangani oleh aparat kepolisian agar hatinya tidak lagi dibebani oleh perkara kejahatan itu.

BAPnya ditandatanganinya di hadapan pengacaranya. Tidak ada orang yang memaksa dia untuk memberikan kesaksian bahwa Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu yang menghabisi Yoakim Gresituli Ata Maran. Tidak ada pula orang yang memaksa dia untuk menandatangani BAP. Dalam proses penyidikan dia pernah dikonfrontir dengan keempat tersangka. Meskipun keempat tersangka berusaha menyangkal dan berusaha pula untuk menekan dia untuk menarik kembali keterangannya, dia tetap berpegang pada kesaksiannya tersebut di atas. Selama berada di Polda NTT pun, dia berkata bahwa dia tidak mau menarik kembali keterangannya yang sudah disampaikannya kepada penyidik.

Karena ngotot menekan Petrus Naya Koten, Mikhael Torangama Kelen pernah disodori alat-alat tulis untuk merumuskan sendiri surat pernyataan di atas meterai bahwa dirinya dan ketiga kakak beradik kandung itu tidak melakukan pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran. Sebelumnya, keempat tersangka itu disarankan untuk berdoa terlebih dahulu agar mereka dapat membuat pernyataan secara jujur. Tetapi hingga usai waktu yang disediakan baginya untuk merumuskan pernyataan dimaksud, si Mikhael Torangama Kelen tidak mampu merumuskan sepatah kata pun pada kertas yang telah disediakan itu.

Setelah kembali dari Kupang dan setelah menandatangani BAP, Petrus Naya Koten mulai dipengaruhi untuk menarik kembali kesaksiannya yang sudah di BAP-kan itu. Dia menandatangani pernyataan penarikan kembali keterangannya itu di atas meterai. Dan orang bernama San Kweng itu yang membawa surat pernyataannya itu kepada Gopal, yang pada waktu itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Flores Timur. Heheee, siapakah gerangan yang berada di balik surat pernyataan penarikan kembali keterangan Petrus Naya Koten itu?

Sebelumnya Andreas Boli Kelen yang pada waktu itu masih menjabat sebagai kepala dinas pendidikan Flores Timur berusaha membungkam mulut Petrus Naya Koten melalui SMS. Petrus Naya Koten sendiri yang memperlihatkan isi SMS itu kepada penyidik dari Polda NTT. Untuk apa upaya kotor semacam itu coba dilakukan, kalau benar bahwa Mikhael Torangama Kelen bukan menjadi salah satu pelaku pembunuhan di Blou itu? Di hari-hari awal pemrosesan perkara itu di Mapolres Flores Timur ada yang berusaha menyuap penyidik agar prosesnya dihentikan. Upaya penyuapan itu coba dilakukan melalui seorang oknum polisi. Tetapi upaya itu tidak berhasil dilakukan, karena pihak yang diincar untuk disuap itu menolak disuap. Itulah kehebatan anggota-anggota polisi RI yang mau bekerja berdasarkan standar-standar etika profesi mereka.

Upaya-upaya anggota-anggota polisi yang tidak mau disuap itu untuk membongkar hingga tuntas kasus pembunuhan tersebut mendapat resistensi sejak awal hingga kini oleh oknum-oknum polisi tertentu. Padahal sebagai sesama anggota polisi dari negara RI, mereka mestinya bahu membahu, bekerja sama guna membongkar kasus kejahatan itu hingga tuntas dan menyeret para pelakunya ke  pengadilan. Tetapi seperti itulah kenyataan yang terjadi di lapangan.

Pada bagian akhir dari tulisan ini saya ingin mengatakan begini: Kebohongan Petrus Naya Koten itu kebohongan orang yang secara polos mau berbohong. Hanya orang-orang bodoh yang mau dikadali oleh kebohongan semacam itu. Dan karena saking pintarnya, orang seperti Marsel Sani Kelen pun mau memposisikan diri sebagai amplifier dari kebohongan Petrus Naya Koten itu.

Hai Marsel Sani Kelen beranikah anda untuk dikonfrontir dengan polisi Marsel Hale dan polisi Buang Sine yang namanya anda sebut di blog anda itu? Saya yakin anda tidak berani. Mikhael Torangama Kelen saja tidak berani membuat surat pernyataan bahwa dirinya dan tiga anggota komplotannya itu bukan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran, apalagi anda yang tidak tahu apa-apa tentang seluk beluk proses penanganan perkara kejahatan tersebut tapi banyak bicara. ***