Jumat, 04 Desember 2009

Ke Istana Ponsiri Larantuka mereka coba mengadu nasib

 

Rasa cemas kian menghantui hati para tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran dan para pendukung setia mereka setelah mereka kian terjepit oleh fakta bahwa proses hukum atas perkara pembunuhan dengan tersangka Mikhael Torangama Kelen dkk itu tak dapat dihentikan. Namun karena masih ada celah waktu sebelum berkas perkara pembunuhan itu dinyatakan P21, maka mereka masih coba mengadu nasib. Ke mana mereka berusaha mengadu nasib?

Mereka mengirim utusan mereka untuk bersafari ke Lewotobi yang terletak di kaki gunung Lewotobi, ke Boganatar dan Hikong di Kabupaten Sika. Lalu beberapa di antara mereka pun coba mengadu nasib ke Istana Ponsiri di kota Larantuka. Tetapi safari mereka itu pun berbuntut pada kekecewaan, karena tak ada satu pun pihak yang ingin mereka mintakan bantuan itu bersedia membantu mereka.

Safari mereka ke Lewotobi bertujuan untuk menemui seorang orang “pintar.” Tetapi  upaya mereka itu tidak membuahkan hasil, karena orang “pintar” itu memang pintar. Kepintarannya diperlihatkan dengan ketegasan sikapnya untuk menolak bekerjasama dengan para tersangka itu. Safari ke Boganatar dan Hikong pun menemui jalan buntu. Rupanya makin lama makin banyak orang yang menyadari bahwa kejahatan itu tak patut dibenarkan dan dibela. Dengan menggunakan sedikit saja akal sehat, orang bisa sampai pada kesadaran bahwa membela kejahatan merupakan suatu perbuatan jahat.

Karena upaya mereka mencari balabantuan dari tempat lain tak membuahkan hasil, maka mereka pun nekad mengayunkan langkah kaki mereka menuju Istana Raja Larantuka di Ponsiri. Mereka ingin menghadiahi raja seekor ayam jago. Ayam jago pun pernah mereka hadiahkan kepada oknum aparatur penegak hukum tertentu di Larantuka.

Ketika mereka tiba di Istana Ponsiri, sang putera mahkota kerajaan Larantuka berada di Kota. Karena itu tamu-tamu tak diundang itu disuruh menunggu. Karena merasa bahwa kedatangan mereka diterima, mereka mengira bahwa permintaan mereka akan dikabulkan. Tetapi setelah yang punya istana secara tegas menolak permintaan mereka, mereka pun mundur teratur. Mereka pulang ke Eputobi dengan rasa kecewa yang mendalam.

Apa pun upaya mereka untuk memobilisasi dukungan untuk menutup-nutupi perbuatan sangat keji yang mereka lakukan pada Senin malam, 30 Juli 2007 di Blou itu akan sia-sia belaka. Orang-orang berakal sehat tak akan pernah mau menjadi pahlawan bagi mereka. ***