Kamis, 26 November 2009

Mengamati respons masyarakat terhadap empat kasus pembunuhan sadis di NTT

 

Semangat untuk membela kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dkk di Blou pada Senin malam, 30 Juli 2007, masih coba dipupuk oleh sejumlah orang Eputobi di Flores Timur. Upaya semacam itu sulit ditemukan padanannya dalam kehidupan masyarakat beradab di mana pun di dunia ini.

Tak perlu anda mencari pembandingnya jauh-jauh ke luar kawasan NTT. Di NTT dalam kurun waktu dua tahun yaitu 2007-2009 terjadi empat pembunuhan sadis. Pertama, pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran di Blou, Flores Timur pada Senin malam, 30 Juli 2007. Kedua, pembunuhan atas Paulus Usnaat di Kefa TTU pada tanggal 2 Juni 2008. Ketiga, pembunuhan atas Romo Faustinus Sega Pr di Olakile, Nagekeo, Flores pada bulan Oktober 2009. Jenazah korban ditemukan pada Senin, 13 Oktober 2008. Keempat, pembunuhan atas Yohakim Langoday pada 19 Mei 2009 di Lewoleba, Lembata.

Respons masyarakat setempat terhadap pembunuhan atas Romo Faustinus Sega Pr jelas. Masyarakat menuntut polisi untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan tersebut. 2000 orang turun ke jalan. Mereka mendesak aparat kepolisian setempat menyelidiki dan menyidik perkara pembunuhan tersebut. Kerjasama antara penyidik dari Polda NTT dan Polres Nagekeo membuahkan hasil. Setelah proses penanganannya menempuh jalan yang cukup berliku, berkas perkara pembunuhan itu kini memperoleh status P21. Selama berlangsungnya proses penanganan perkara tersebut, tidak terjadi aksi unjukrasa dari pihak tersangka untuk menuntut polisi menerbitkan SP3.

Selain perkara Nagekeo, perkara pembunuhan atas Yohakim Langoday pun kini sudah berhasil memperoleh status P21. Terbongkarnya kasus pembunuhan tersebut pun terjadi berkat kerjasama yang baik antara penyidik dari Polda NTT dan Polres Lembata. Dukungan masyarakat setempat atas pengungkapan kasus pembunuhan tersebut jelas. Selama berlangsungnya proses penanganan perkara tersebut tidak terjadi aksi unjukrasa dari pihak tersangka untuk meminta SP3. 

Dua perkara pembunuhan yang hingga kini belum berhasil memperoleh status P21 adalah perkara pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran di Flores Timur dan perkara pembunuhan atas Paulus Usnaat di Kefa, TTU. Selama berlangsungnya proses penanganan perkara pembunuhan di Kefa itu tidak terjadi aksi unjukrasa oleh pihak tersangka untuk meminta SP3.  Masyarakat setempat justeru mendukung polisi untuk mengungkap kasus tersebut.

Kerjasama penyidik Polda NTT dan Polres Flores Timur berhasil mengungkap kasus pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran. Empat orang yaitu Mikhael Torangama Kelen, Yoakim Tolek Kumanireng, Yohanes Kusi Kumanireng alias Yoka Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Flores Timur. Karena berkas perkara tersebut belum memperoleh status P21, sedangkan masa penahanan para tersangka telah habis, maka empat tersangka itu pun dikeluarkan dari sel. Penyidik telah berusaha melengkapi berkas perkara tersebut dengan alat-alat bukti yang cukup, tetapi Jaksa Penuntut Umum (JPU), Gerson A. Saudila SH masih juga mengembalikannya ke penyidik. 

Maklum, selama pemrosesan perkara pembunuhan tersebut, pihak tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran beberapa kali berhasil melobi Gerson A. Saudila. Salah seorang yang sibuk melobi si JPU adalah Lambertus Lagawuyo Kumanireng. Jika seorang JPU bersedia menemui orang-orang dari pihak tersangka, sebanyak beberapa kali, mungkinkah dia bisa memberikan penilaian yang objektif atas berkas perkara pembunuhan yang dilakukan oleh empat orang tersangka itu? 

Karena merasa dibantu oleh oknum-oknum aparat penegak hukum tertentu, maka para tersangka pun berusaha tampil percaya diri seakan-akan bukan mereka yang telah menghabisi Yoakim Gresituli Ata Maran pada Senin malam, 30 Juli 2007. Demikian pula halnya dengan para pendukung mereka yang terdiri dari orang-orang yang gampang dimanipulasi untuk mendukung upaya para tersangka untuk menutup-nutupi perbuatan jahat yang mereka lakukan. Mereka inilah yang dimanfaatkan oleh para tersangka untuk melakukan aksi unjukrasa guna menuntut SP3. Upaya pemanfaatan tersebut dapat terjadi mengingat kepala komplotan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran adalah orang yang oleh Bupati Kabupaten Flores Timur direstui menjadi kepala desa Lewoingu. Sebagai kepala desa, si tersangka yang satu itu dengan mudah menggunakan kaki tangan dan berbagai sumber daya politik yang ada untuk mengerahkan para pendukungnya untuk menuntut SP3.

Tetapi mereka lupa bahwa terdapat bukti-bukti hukum yang memadai bagi pengajuan perkara pembunuhan tersebut ke Pengadilan Negeri Larantuka. Bahwa hingga kini berkas perkara tersebut belum diajukan ke pengadilan, itu bukan karena penyidik belum mampu melengkapinya dengan alat-alat bukti yang cukup, melainkan karena penilaian aneh si JPU atas isi berkas tersebut. Sebelum mengembalikannya untuk kelima kalinya ke penyidik, berkas perkara pembunuhan itu dipendam selama dua bulan lebih di lacinya. Jelas bahwa pemendaman selama dua bulan lebih itu bertentangan dengan prosedur hukum yang berlaku di negara ini.

Yang mendukung para tersangka menuntut SP3 hanya segelintir orang, yang karena tidak tahu seluk beluk proses hukum yang sedang berjalan, maka gampang dimanipulasi oleh Mikhael Torangama Kelen dkk. Selama ini, daya kritis-rasional mereka telah ditumpulkan oleh anggapan yang salah yang mengatakan bahwa Mikhael Torangama Kelen adalah orang yang berjasa dalam mengadakan raskin dan blt. Maka tak mengherankan bila mereka itu pun dengan mudah dapat disesatkan dengan berbagai informasi yang tidak sesuai dengan fakta-fakta yang berkaitan dengan pemrosesan perkara pembunuhan tersebut. Mereka telah dijadikan pion-pion yang dimainkan dan dapat dikorbankan demi kepentingan si pecatur.

Untung bahwa mayoritas masyarakat Lewoingu tidak mau terkecoh oleh politik kotor si kepala komplotan pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran. Mayoritas masyarakat Lewoingu yang mencakup beberapa desa itu mendukung upaya Kapolres Flores Timur dan para penyidik untuk menyeret Mikhael Torangama Kelen dkk ke Pengadilan Negeri Larantuka. Kelompok mayoritas di Lewoingu menentang keras kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen dkk dan mengutuk dengan keras pula upaya-upaya para penjahat itu untuk menutup-nutupi perbuatan jahat mereka. Selama ini kelompok mayoritas berusaha menahan amarah, karena mereka masih berharap bahwa aparat kepolisian setempat dapat menyeret para tersangka itu ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Selama ini masyarakat sudah cukup dikecewakan dengan metode penanganan berlarut-larut atas suatu perkara pembunuhan yang demikian jelas ujung pangkalnya itu.

Perlu juga diketahui bahwa berbagai kalangan di luar kawasan Lewoingu pun mengutuk kejahatan yang dilakukan oleh Mikhael Torangama Kelen itu. Sejak awal hingga kini mereka memberikan dukungan moral kepada pihak keluarga korban dan berharap para pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran dapat diseret ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. ***