Minggu, 01 November 2009

Tumbangnya sebatang pohon hitam

 

Tumbang sudah pohon hitam itu, setelah cukup lama dia tumbuh di tanah yang tidak menghendaki kehadirannya. Hanya karena alam terlanjur merestui kelahirannya, maka tanah kering itu pun mau menjadi tempat baginya untuk bertumbuh. Padahal tanah kering itu pun telah lama mengeluhkan ketidakbergunaan kehadirannya. Dia telah menjadi beban bagi bumi yang diciptakan untuk menumbuhkan kebaikan.

Dia adalah buah dari pohon yang tak baik, maka ketika menjadi benih dan tumbuh, dia pun tumbuh menjadi pohon yang liar, tak sesuai dengan hukum alam yang telah digariskan untuk mendukung kehidupan di bumi ini. Maka dia pun dibiarkan menjadi pohon yang hitam legam agar gampang dikenal ciri anehnya. Dia terlanjur tumbuh di mata jalan, sehingga banyak mata pun bisa memandangnya.

Karena hitam warnanya, maka dia pun menjadi tempat berteduh burung-burung gagak dan ular beludak hitam. Tapi tak ada terkukur yang berani hinggap di situ, meskipun dahan-dahan dan ranting-rantingnya kerap mengundang mereka untuk mampir. Tak seekor ayam pun yang mau menjadikan dahan dan rantingnya sebagai tempat untuk bermalam.

Dia pernah menjadi sebatang pohon yang tampil gagah perkasa di antara pohon-pohon lainnya. Batangnya yang keras membuat dia tampil kokoh seakan tak ada satu pun badai yang dapat mematahkannya, apalagi menumbangkannya. Cukup lama dia bertahan melawan garangnya panas dan kencangnya deru badai musim hujan. Kilatan petir dan gemuruh guntur pun seakan tak berpengaruh padanya. Dengan batang, dahan-dahan, dan ranting-rantingnya yang keras, dia sering mengancam mematahkan pohon-pohon lainnya.  Dia pun pernah mengangkat sumpah untuk mematahkan pohon-pohon lain. Daun-daunnya sering menghembuskan api amarah kepada mereka itu.

Pada suatu malam si pohon hitam bersama beberapa pohon hitam lainnya menantang sebatang pohon yang baik. Dengan garang dia ingin mematahkan pohon yang baik itu. Tapi sia-sia usahanya itu. Malam-malam selanjutnya dia masih mencoba dan mencoba lagi memenuhi keinginannya itu. Tapi setiap dia coba mendekati pohon yang baik itu, dia pun langsung mundur. Melihat usahanya yang tak kenal lelah itu, pada suatu malam, pohon yang baik itu berpura-pura membiarkan dirinya untuk dipatahkan olehnya. Tetapi ketika dia coba melakukannya, bukannya batang pohon yang baik itu yang patah, melainkan batangnya sendiri yang patah.

Di tanah kering berbatu-batu hitam, pada malam itu juga, pohon kering itu pun patah. Batangnya yang patah jatuh menimpa bumi, disambut dengan tawa ria oleh burung-burung malam. Para tikus pun datang untuk menyaksikan apa yang terjadi dengannya.  Beramai-ramai mereka berkata, dia telah patah, dia telah tumbang. Mungkinkah bumi berkenan menumbuhkannya kembali? Begitu tanya beberapa di antara mereka. Mendengar pertanyaan semacam itu, yang lain langsung menjawab, mustahil. Pada batangnya yang tergeletak di tanah kering berbatu-batu para tikus itu kemudian bernyanyi sambil menari-nari, dan berseru, hai pohon hitam, engkau akan lenyap untuk selama-lamanya. Pada malam itu para tikus berpesta pora.

Ketika fajar menyingsing, para tikus itu membubarkan diri. Mereka kembali ke lubang persembunyian mereka masing-masing. Ketika datang cahaya baru di suatu pagi hari, pohon-pohon lain di sekitarnya tak melihat lagi keberadaannya. Dan mereka pun berkata bersahut-sahutan, dia telah tumbang, dia telah tumbang. Sehingga gunung gemunung dan bukit-bukit di sekitarnya pun bisa mendapat kabar tentang tumbangnya pohon hitam itu. Ya pohon hitam itu telah tumbang. Demikian kata mereka.  Biarlah dia tumbang, kata mereka bersahut-sahutan.

Tapi di sekitarnya, masih berdiri pohon-pohon hitam lainnya. Gerutu dan keluh kesah datang silih berganti dari mulut-mulut mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang berkuasa untuk menumbuhkannya kembali. Setelah diam sejenak di hadapan batangnya yang rebah tak berdaya di muka bumi, bersama-sama mereka lalu berseru, dia telah tumbang. Dalam waktu singkat batangnya yang patah itu pun hancur musnah. Dan bumi pun segera melupakan keberadaannya selama-lamanya. ***