Kamis, 26 November 2009

Sunyi sepi masih menyelimuti kubu tersangka

 

Sunyi sepi masih menyelimuti kubu timur, kubunya Mikhael Torangama Kelen. Ya, setelah menggelar aksi unjukrasa yang sia-sia di Mapolres Flores Timur beberapa waktu lalu, suasana di kubu tersebut pun kontan berubah. Mereka yang biasa overacting belakangan ini menjadi serba pendiam. Tampaknya rasa ketar ketir masih saja menghantui mereka. Entah sampai kapan suasana semacam itu mencekam rasa mereka. Yang jelas hati dan rasa mereka tersayat oleh kenyataan bahwa penetapan, penangkapan, dan penahanan Mikhael Torangama Kelen, Yoakim Tolek Kumanireng, Yoka Kumanireng, dan Laurens Dalu Kumanireng sebagai tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran didasari oleh alasan-alasan hukum yang memadai. Maka siapa pun yang berusaha membatalkan proses hukum atas perkara pembunuhan tersebut pada dasarnya melakukan kejahatan.

Selama ini, para tersangka dan para pendukung mereka telah menempuh berbagai cara untuk menghentikan proses hukum atas perkara pembunuhan tersebut. Dalam rangka itu mereka berusaha mendekati dan berkooperasi dengan oknum-oknum polisi tertentu. Tanpa sungkan-sungkan antek-antek Mikhael Torangama Kelen pun melobi JPU yang menangani perkara pembunuhan tersebut. Mereka juga menuduh orang-orang lain sebagai pelaku pembunuhan atas Yoakim Gresituli Ata Maran.

Tidak hanya itu, mereka juga berusaha mengkriminalisasi keluarga korban. Upaya mereka itu bergema pula dalam sikap dan suara oknum-oknum polisi tertentu dalam menyikapi perkara pembunuhan tersebut. Oknum-oknum polisi tertentu pun pernah berusaha menggertak pihak keluarga korban. Melalui upaya tersebut, mereka berharap keluarga korban dapat ditekan. Mereka lupa bahwa keluarga korban tak akan bisa digertak oleh siapa pun dan dengan cara apa pun. Bagi kami, maju terus pantang mundur demi kebenaran dan keadilan merupakan harga yang mustahil ditawar-tawar lagi. Seperti apa lagu komplotan penjahat yang dipimpin oleh Mikhael Torangama Kelen, itu tak berpengaruh terhadap langkah-langkah perjuangan kami. Siapa pun dan pihak mana pun yang mereka libatkan dalam upaya mereka untuk  menutup-menutupi perbuatan sangat keji yang mereka lakukan, itu akan sia-sia.

Dan jangan lupa bahwa penyalahgunaan keuangan desa Lewoingu oleh Mikhael Torangama Kelen pun dapat diproses secara hukum. Ingatlah baik-baik bahwa penyalahgunaan keuangan desa Lewoingu merupakan suatu fakta. Dua kasus kejahatan itu akan menjerat Mikhael Torangama Kelen. Antek-anteknya yang lain pun dapat digugat berdasarkan elemen-elemen kriminal yang selama ini mereka sebarluaskan. 

Karena lambannya gerak proses penanganan perkara kejahatan yang mereka lakukan, selama ini para tersangka dan antek-antek mereka sering memamerkan taring dan membusungkan dada seraya terus berusaha memutarbalikkan fakta-fakta. Mereka merasa berada di atas angin. Mereka merasa bahwa mereka bisa menggagahi hukum. Tetapi setelah mengetahui bahwa berkas perkara pembunuhan di Nagekeo dan di Lewoleba sudah berstatus P21, Mikhael Torangama Kelen dan antek-anteknya pun merasa ketar ketir. Mereka diselimuti rasa takut. Dalam keadaan semacam itu, mereka masih coba bertaruh melalui aksi unjukrasa. Tapi hasil dari aksi unjukrasa itu adalah kekecewaan dan frustrasi. Maka tak mengherankan bila sunyi sepi pun menyelimuti kubu para tersangka itu, hingga kini.***