Minggu, 08 November 2009

Bunderan HI dan panggung ganyang korupsi

 

Saya baru saja kembali dari Bunderan HI, Jakarta. Hampir tiga jam lamanya saya berada di situ, membaur dengan ribuan orang yang berpartisipasi dalam aksi damai dukung KPK alias aksi ganyang korupsi. Para peserta terdiri dari pria wanita, tua muda, besar kecil. Di situ mereka menyatukan tekad untuk mengganyang korupsi sebagai syarat untuk membangun Indonesia yang lebih sehat. 

Selain disuguhi orasi-orasi politik dari beberapa aktivis anti-korupsi, para peserta juga dihibur dengan lagu-lagu yang dibawakan oleh sejumlah artis seperti Once Dewa, Erwin Gutawa, Oppie Andaresta dan grup band Slank. Beberapa peserta pun diberi kesempatan untuk naik ke panggung untuk menyampaikan aspirasi. Para peserta dibuat tertawa oleh seorang ibu yang naik ke panggung dan keseleo lidah. Ketika seorang pembawa acara bertanya kepadanya, “Kita datang ke sini untuk mengganyang…..?” Ibu itu dengan mantap mengatakan “Untuk mengganyang KPK.” Mendengar itu para hadirin pun tertawa. Tetapi si ibu pun segera menyadari bahwa dia melakukan kesalahan. Dia kemudian meminta maaf, dengan mengatakan, “Maaf, saya salah.” Pembawa acara kemudian menanyakan lagi kepadanya, “Kita datang ke sini untuk mengganyang……?” Kali ini si ibu menjawab dengan tegas, “Untuk mengganyang korupsi.”

Untuk mengganyang korupsi itulah, ribuan orang rela berdiri di bawah terik panas selama beberapa jam. Mereka mengibarkan bendera-bendera dan menampilkan spanduk-spanduk serta poster-poster yang isinya antara lain mengganyang korupsi, mengganyang koruptor, tolak kriminalisasi kewenangan KPK, berantas mafia penegak hukum, facebookers peduli keadilan, hidup cuma sementara jangan nodai diri dengan korupsi. Dalam suatu aksi yang terbilang teatrikal, seorang aktivis menunggang boneka buaya biru. Di belakangnya, dua aktivis yang berdiri di sebuah mobil pickup memancangkan gambar Anggodo yang berpakaian polisi. Sebelumnya, gambar tersebut sempat ditampilkan di panggung orasi. Seraya menunjuk pada gambar itu seorang aktivis yang sedang berorasi bertanya kepada para hadirin, “Apakah anda mau Kapolri kita seperti ini?” “Tidak!” Jawab para hadirin. Aksi di Bunderan HI itu pun dimeriahkan dengan teriakan, cicak Jaya, koruptor mati, presiden bangun.

Di Bunderan HI siang ini, komunitas CICAK (Cinta Indonesia Cinta KPK) menyatakan keberaniannya melawan buaya. Ini tampak dari logo spanduk yang bergambarkan seekor buaya dan seekor cicak, bertuliskan, “Saya cicak berani melawan buaya.” Dari hadirin yang berdiri di pinggir bunderan air mancur sempat terdengar suara yang mengatakan, “Cicak bisa menelan buaya.”  Siang ini CICAK menuntut tegaknya keadilan. Untuk menegakkan keadilan para pemimpin bangsa ini perlu bertindak tegas terhadap para koruptor. Selama para pemimpin bangsa ini tidak mampu bertindak tegas terhadap para koruptor, keadilan tak dapat ditegakkan.

Bagi saya, apa yang disuarakan oleh CICAK pada Minggu siang, 8 November 2009 ini representatif. Suara mereka mewakili keinginan dan harapan rakyat Indonesia yang selama ini mendambakan terwujudnya keadilan sosial yang real. Keadilan sosial yang real itu tak mungkin diwujudkan bila praktek-praktek korupsi masih terus berkembang biak dan menjadi buaya-buaya yang secara ganas mencaplok apa-apa yang menjadi hak rakyat Indonesia. ***