Sabtu, 12 Desember 2009

Seandainya tak ada mata yang melihat kesibukan para tersangka itu pada Selasa pagi, 31 Juli 2007

 

Seandainya tak ada mata yang melihat kesibukan-kesibukan para tersangka pembunuh Yoakim Gresituli Ata Maran pada Selasa pagi, 31 Juli 2007, maka Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya dengan mudah bisa menipu publik Lewoingu. Sejak Senin sore hingga Senin malam, 30 Juli 2007, arah pergerakannya dengan sepeda motornya dan pada titik-titik mana dia sempat berada terpantau. Yang juga terpantau adalah aktivitas para tersangka itu pada Selasa pagi, 31 Juli 2007. Pada pagi hari itu, mereka tampil sebagai orang-orang yang sibuk bermondar-mandir Eputobi Blou dengan menggunakan sepeda motor. Ada pula antek-antek Mikhael Torangama Kelen yang pada pagi itu bergerak dari arah barat setelah mereka menghadiri suatu pesta di suatu kampung yang terletak di kaki gunung Lewotobi. Titik temu mereka pagi itu adalah tempat kejadian perkara di Blou.

Keperluan mereka pagi itu ialah memposisikan sepeda motor Yamaha Jupiter yang dikendarai Yoakim Gresituli Ata Maran dari Lato itu sedemikian rupa agar dapat menimbulkan kesan bahwa kematiannya murni karena kecelakaan lalulintas. Sebelum diposisikan di samping jenazah korban, sepeda motor Yamaha Jupiter itu sempat diparkir di pinggir kebun mente di tepi jalan dekat deker yang di bawahnya jenazah Yoakim Gresitu Ata Maran diletakkan dalam posisi seperti orang sedang tidur. Dua dari mereka bahkan meluncur hingga ke Boru dengan sepeda motor Honda Supra Fit.

Dari Boru Supra Fit itu dipacu dengan kencang kembali ke Blou untuk mencek situasi terbaru di tempat kejadian perkara, lalu ke Eputobi. Pengendaranya mengenakan jaket dan bercelana pendek. Sebelum jam 08.00 pagi hari Selasa itu, pengendara Supra Fit itu ditemukan melintas di ruas jalan di Welo Tobi One’eng. Di jok belakang Supra Fitnya duduk seorang rekannya, yang pada pagi hari itu kepergok muncul dari arah pantai Lewolaga. Saksi mata yang sempat berbicara dengan kedua orang itu menuturkan bahwa dari wajah mereka tampak bahwa kedua orang itu tidak tidur sepanjang malam.  Pada sekitar pukul 08.00 pagi hari Selasa itu, pengendara Supra Fit itu kembali meluncur ke arah Barat bersama pasangannya.

Ketika Kapospol Titehena dan Hodung Werang berada di tempat kejadian perkara Mikhael Torangama Kelen dan Lambertus Lagawuyo Kumanireng muncul secara terang-terangan di tempat kejadian perkara di Blou. Mereka berpura-pura ke Maumere. Kemunculan mereka di tempat kejadian perkara pada jam tersebut itu sesuai dengan skenario yang telah mereka rancang. Akhirnya memang kedua orang itu yang disuruh oleh Kapospol Titehena untuk menyampaikan kabar duka ke Eputobi. Dengan gembira mereka kembali ke Eputobi.

Sekitar pukul 08.00, Selasa, 31 Juli 2007,  salah seorang antek Mikhael Torangama Kelen sudah menyebarkan informasi tentang kematian Yoakim Gresituli Ata Maran di Konga. Padahal jenazah Yoakim Gresituli Ata Maran baru ditemukan pada pukul 09.00 waktu setempat. Dari mana dia bisa mengetahui bahwa Yoakim Gresituli Ata Maran meninggal karena kecelakaan lalulintas, padahal jenazah korban baru ditemukan oleh Hodung Werang pada pukul 09.00? Jawabannya jelas, yakni dari para pelaku pembunuhan di Blou itu.

Yang nyaris luput dari perhatian publik ialah aktivitas Lambertus Lagawuyo Kumanireng selama berhari-hari setelah tanggal 31 Juli 2007. Dari sore hingga malam dalam hari-hari itu dia sering nonkrong di Blou termasuk di pondok tempat Yoakim Gresituli Ata Maran dianiaya pada Senin malam, 30 Juli 2007. Di pondok itu dia memasang barang-barang tertentu yang dimaksud untuk menutup kasus pembunuhan tersebut. Pada waktu itu, barang-barang yang dia pasang di situ dengan mudah ditemukan di pondok itu. Pada bulan September 2007, dia juga ikut dalam rombongan orang-orang yang pergi ke Riang Kung di desa Dungtana-Lewoingu untuk mengancam dan mengintimidasi Yan Perason yang mereka anggap membantu keluarga korban untuk membongkar kasus pembunuhan tersebut.

Dari mulut Lambertus Lagawuyo Kumanireng pun terungkap suatu kebohongan, yaitu bahwa pada Selasa pagi sebelum pukul 09.00 waktu setempat itu dia dan Mikhael Torangama Kelen dari Maumere. Setelah ditanya, masa’ sebelum jam 09.00 kamu dari Maumere, lalu pada sekitar jam 09.00 kamu mau ke Maumere lagi? Pertanyaan itu membuat Lambertus Lagawuyo Kumanireng diam. Di dalam kenyataan mereka berdua tidak ke Maumere baik pada hari Senin, 30 Juli 2007 maupun pada hari Selasa, 31 Juli 2007. Pada Senin Siang, 30 Juli 2007, Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya berada di Lato. Setelah memastikan bahwa calon korbannya itu berada di Lato, dan setelah dua anggota komplotannya ditugaskan untuk membayang-bayangi pergerakan calon korban itu, dia kembali ke Eputobi. Sore hari itu dia meninggalkan kampung Eputobi dengan menggunakan sepeda motornya. Kepergiannya dari kampung Eputobi itu dilepaskan oleh sejumlah pendukungnya. 

Setelah hari agak gelap baru Petrus Naya Koten menyusul ke lokasi yang telah ditetapkan untuk menjalankan tugasnya. Ada saksi yang melihat kehadirannya di sana. Keberadaan Petrus Naya Koten di situ dan sapaan ramahnya terhadap calon korban merupakan intro dari prosesi pembantaian yang diawali dengan pukulan dari si kepala komplotan penjahat dari kampung Eputobi itu. Setelah mendapat pukulan, korban sempat bertanya, “Mengapa kamu memukul saya?” Si kepala komplotan penjahat itu menjawab, “Kamu keras kepala!”

Dari cara-cara yang mereka perlihatkan tampak bagi kita, bahwa Mikhael Torangama Kelen dan anggota-anggota komplotannya itu bukanlah orang-orang yang berani. Jika si kepala komplotan penjahat itu seorang yang berani, dia mestinya berani pula menantang Yoakim Gresituli Ata Maran berduel dengannya, satu lawan satu, atau kalau perlu dua dari pihaknya lawan seorang Yoakim Gresituli Ata Maran di siang hari atau di malam hari. Karena dia itu pengecut, maka ditempuhlah cara-cara pengecut pula untuk menghabisi lawan politiknya itu.

Karena pengecut, maka dia dan anggota-anggota komplotannya terus saja memproduksi kebohongan demi kebohongan dengan harapan dirinya dkk dapat lolos dari jerat hukum. Tetapi siapakah yang mau membiarkan mereka itu tidak dihukum? ***